Namaku Fitta Laziana. Aku hanya seorang mahasiswi S1 Pendidikan Tata Boga Universitas Negeri Malang yang menyukai jalan-jalan naik vespa. Banyak teman-temanku memandang hobiku tidak cocok untuk seorang mahasiswi jurusan memasak yang seharusnya memiliki kegemaran menyibukkan diri di dapur dan berwisata kuliner. Karena di dalam hati kecilku aku ingin tahu lebih jauh keindahan kota di berbagai belahan Indonesia.
Ceritaku ini bisa dikatakan secuil cerita menuju titik nol kilometer Indonesia, yaitu Kota Sabang yang tidak tuntas karena terhambat skripsi. Setiap perjalanan yang aku lakukan perlu pemikiran yang sangat matang. Pertama, waktu yang aku miliki tidak banyak. Aku mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan skripsi dalam rangka membanggakan kedua orang tua.
Kedua, permasalahan klise dimana aku harus mengumpulkan sedikit demi sedikit uang saku untuk jalan-jalan jarak dekat ataupun jauh naik vespa kesayanganku. Mengingat hobiku berskuter dilarang keras oleh orang tuaku, ongkos jalan-jalanpun harus menyisihkan dari uang saku sehari-sehari di kota rantau. Tidak jarang aku harus makan mie instan sepulang dari touring naik vespa dengan jarak tempuh yang jauh.
Selain itu aku tidak tahu menahu mengenai mesin vespa. Tidak tahu bagaimana mengatasi vespaku jika mogok di jalanan, karena aku sadar bahwa vespaku butut. Untungnya dalam setiap perjalananku aku didampingi montir kesayangan yang juga merangkap sebagai kekasih. Seseorang penggila vespa yang membuatku akhirnya aku tahu sedikit demi sedikit soal memperbaiki vespa. Dan yang terpenting penyuka jalan-jalan yang menjadikan perjalananku terasa lebih aman.
Kembali ke cerita perjalananku menuju pulau Sumatera. Tujuan pertama kita adalah masuk Java Scooter Rendevous (JSR) ke-10 di kota hujan Bogor dengan mengibarkan dua bendera club, Scooternate (klub scooter Malang) dan Forscook (Forum Scooterist Kediri). Berangkat dari kota Malang bersama empat teman dengan menggunakan tiga vespa. Tidak lupa berdoa kita tancap gas menuju Jogja terlebih dahulu, di sana sudah menunggu teman dari Scooternate chapter Jogja. Perjalanan gila-gilaan berasa touring motor injeksi dengan medan hutan Ngawi yang tidak mulus dan banyak bus ugal-ugalan.
Berangkat setelah sholat Maghrib kita sampai Yogyakarta jam 04:30 waktu subuh, kemudian mandi dan beristirahat di sana. Usai sholat dhuhur kita melanjutkan perjalanan kembali dengan rute Wates-Kulonprogo-Purworejo-Kebumen. Saat mengisi oli sebelum Kota Purworejo kita bertanya kepada pemilik toko tersebut kemana arah menuju Kebumen dan kita disarankan untuk melalui JLS (Jalur Lintas Selatan).
Memang awalnya jalan sangat mulus dan sepi, cocok untuk jalan cepat. Ternyata di ujung jalan kita menemukan jalan yang masih dibangun atau biasa kita sebut makadam. Bisa dibayangkan betapa berdebu dan sangat tidak menyenangkan jalan itu ketika siang hari dan matahari saat itu sangat terik.
Dari situ kita menemui masalah. Vespa Super 71 milik temanku Fahizal yang saat itu berboncengan dengan Bayu paku keling (rivet) pada magnetnya hilang dua buah. Kita berpikiran masih bisa dipaksa tapi ternyata motornya sama sekali tidak mau hidup. Alhasil di jalan yang berdebu dan berkerikil tajam, kita harus mendorong motor kurang lebih selama satu jam. Kita mengalihkan perjalanan menuju Kebumen kota dan alhamdulilah ada toko onderdil yang sekaligus bengkel yang masih buka. Motor temanku kembali sehat dan kita melanjutkan perjalanan dari Kota Kebumen menuju Kota Cilacap
Jalan lurus tidak ada habisnya kita tempuh kurang lebih 1,5 jam dan kita dihentikan oleh hujan di perbatasan Kebumen-Cilacap. Di situ kita berhenti di Masjid untuk menjama’ sholat Maghrib dan Isya’. Setelah memasuki Kota Cilacap aku kehilangan seperangkat alat mandi yang aku taruh back rack ternyata jatuh dan terlindas truck. Sedih juga seperangkat alat mandiku terbuang sia-sia. Perjalanan tetap berlanjut memasuki hutan, jalan bergelombang, jalan berlubang, jalan amblas dan hal-hal mistis di hutan Lumbir pada tengah malam. Sampai akhirnya kita menemukan tugu perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Barat pada waktu Subuh.
Beberapa menit kita sempatkan ambil gambar, lalu kita melanjutkan perjalanan menuju Tasikmalaya yang hanya memakan waktu satu jam saja dari tugu perbatasan. Di Tasikmalaya kita singgah di basecamp El-Motion, di kediaman Bang Amy yang dikenal dengan kata-katanya “satu vespa sejuta sodara”. El-Motion sangat ramah dan begitu solid anggotanya. Sangat menyenangkan sambutannya, kita diajak ke beberapa spot wisata yang ada di Tasikmalaya. Kita melanjutkan perjalanan menuju Bogor lewat Lingkar Nagrek-Bandung-Puncak Bogor-Bukit Golf Sentul City dan langsung memasuki pintu gerbang Java Scooter Rendevous ke-10. Di acara tersebut aku sempat kecewa karena tidak bisa mendapatkan kaos acara.
Setelah hari minggu sesegera mungkin aku lanjutkan perjalanan menuju Sumatera agar dapat masuk acara KBBS (Kumpul Bareng Scooteris Sumatera). Dari Bogor kita menuju Jakarta Pusat. Di sana kita ditampung oleh Bang Halim, salah satu anggota club Brengsec Nganjuk yang merantau di Jakarta Pusat.
Selesai berfoto di Monas dan sembahyang di Masjid Istiqlal kita langsung lanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Merak walapun kita tinggal bertiga dengan dua kendaraan. Motor teman kita yang berangkat bersama mengalami masalah dan akhirnya memilih untuk pulang duluan dan tak ikut melanjutkan perjalanan ke Sumatra.
Bermodalkan GPS dan kita hampir salah masuk tol. Untung saja tidak sampai ditilang. Empat jam perjalanan yang macet dengan jalanan rusak alhasil kita sampai Pelabuhan Merak pada pukul 09:00 pagi. Kapal yang kita tumpangi bersandar di Pelabuhan Bakauheni jam 11:00. Senang sekali rasanya menginjakkan kaki di Sumatera. Kita sempatkan membeli makan di dekat pelabuhan, awal masuk Kota Lampung karena kita sudah menahan lapar yang lama.
Ternyata kebanyakan orang Lampung adalah orang Jawa yang bertransmigrasi ke pulau Sumatera. Pertama memasuki pulau Sumatera sedikit menakutkan. Memang jalur yang kita lalui jalan sangat mulus tapi penduduk yang berseliweran hampir rata-rata membawa golok di pinggangnya. Yang ada dipikiranku orang tersebut adalah penjahat atau orang yang membawa golok untuk melindungi dirinya dari penjahat.
Disitu saya mulai parno sendiri. Masalah muncul ketika motorku mengalami pecah karet shock atas sehingga harus dibongkar dan tidak ada onderdilnya. Apabila ingin membeli onderdil kita harus ke kota Bandar Lampung terlebih dahulu. Kita pikir-pikir perjalanan tidak akan cukup karena kami memiliki tanggungan skripsi dan kerusakan pada motor akhirnya perjalanan kita harus terhenti i Kalianda. Setidaknya aku sudah menginjakkan kaki di pulau Sumatera. Dalam hatiku, perjalanan nol kilometerku akan ku lanjutkan nanti setelah wisuda. Apapun yang sudah menjadi niat dan kita pikirkan matang-matang pasti akan berhasil.
Untuk diketahui bahwa Sprint yang aku gunakan dibangun menjelang keberangkatan. Awalnya tungganganku itu berada di kandang ayamnya pacarku. Tiga hari sebelum keberangkatan motor itu dibangun kembali dan menjadi salah satu kado buatku. Alhamdulillah sepulang dari JSR aku dilamar oleh montir kesayanganku, sebut saja namanya Dendy yang memberiku Sprint pertamaku secara cuma-cuma.
Kembali pada sprint warna biru putih karatan dengan mesin yang ready, aku test drive sepeda tersebut dari Kediri aku ke Malang dan berhasil sampai Malang dengan selamat. Lalu aku berinisiatif mengecat seadanya menggunakan kompresor milik teman dari biru putih menjadi kuning. Dalam waktu 5 jam vespa tersebut sudah siap untuk dikendarai dan pantas untuk perjalanan jauh. Pada malam hari vespa itu terlihat bagus karena detailnya tidak terlihat dengan jelas, waktu siang hari warna vespa tersebut sangat terlihat apa adanya.
Perjalanan setegang apapun menggunakan vespa menjadi hal yang paling menyenangkan karena slogan vespa Sejuta Saudara itu benar adanya. Bukan hanya tulisan yang cuman dibaca saja. (Netizer : Fitta Laziana)
Editor : Nakula