AGENDA nasional Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak resmi dimulai pada awal bulan September 2020. Menariknya, pelaksanaan pesta demokrasi di 270 daerah di Indonesia dibarengi dengan semakin bertambahnya jumlah kasus positif covid-19. Bahkan, dari 733 bakal pasangan calon yang telah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), 59 di antaranya terpapar virus corona.
Kasus yang cukup mengejutkan publik salah satunya terjadi di Kota Surabaya. Calon peserta Pilkada yang positif terinfeksi virus corona, sempat mengikuti konvoi bersama massa pendukung saat mendaftar ke KPU. Hal tersebut tentu memperbesar risiko penularan covid-19 di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur itu.
KPU Surabaya sebenarnya sudah menyiapkan berbagai protokol kesehatan dalam pilkada agar diterapkan dengan baik. Namun, sejumlah aturan tidak diaplikasikan secara ideal. Para pendukung kontestan Pilkada dan jurnalis saling berhimpit-himpitan dan mengabaikan physical distancing.
“Saat itu situasi di lapangan tidak bisa dikendalikan,” kata Miftah Faridl, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Kamis 10 September 2020.
Faridl meminta, KPU Surabaya transparan menyampaikan hasil swab test bakal pasangan calon kepada publik. Dengan terbukanya informasi, masyarakat luas khususnya jurnalis, dapat mudah mengantisipasi penularan virus. Sebab, virus corona merupakan masalah publik, bukan individu apalagi urusan politik.
Selanjutnya, dia berharap siaran pers tatap muka bisa diganti dengan memanfaatkan perangkat digital. Misalnya live streaming, perekaman video, rilis foto, dan teks disertai catatan keterangan hak cipta sumber yang disiarkan. AJI Surabaya juga meminta KPU memastikan tim pemenangan pasangan calon agar mentaati protokol kesehatan di setiap rangkaian agenda Pilkada.
Langkah preventif harus digencarkan, sebab data persebaran covid-19 per 9 September 2020 menyebutkan jika kasus komulatif di Surabaya mencapai 12.790, dengan angka kematian mencapai 967. Dengan adanya pelaksanaan pilkada serentak yang mengabaikan protokol kesehatan, tentu angka tersebut dapat bertambah di kemudian hari.
Bukan hanya di Surabaya, kondisi tersebut juga dialami daerah lain di Indonesia. Fritz Siregar, Komisioner Bawaslu RI mengakui jika memang banyak terjadi pelanggaran protokol kesehatan. Entah pada saat proses pendaftaran maupun arak-arakan paslon yang menimbulkan kerumunan massa.
“Kita tidak ingin hal ini terulang kembali dan Bawaslu selanjutnya akan lebih tegas,” kata Fritz.
Dia menambahkan, Bawaslu di daerah akan didorong segera memproses pelanggaran. Misalnya dengan memperkuat koordinasi, terutama dengan pihak Kepolisian dan juga Satpol PP.
Pekerjaan rumah yang lebih penting yaitu memperbaiki kesadaran masyarakat maupun para kontestan Pilkada. Dengan masih adanya pageblug, antusiasme tidak bisa lagi ditunjukkan dengan pengerahan massa. Jika memaksakan mengadakan kampanye, arak-arakan, dan kerumunan, secara otomatis membuka peluang munculnya klaster penyebaran covid-19.
Peristiwa di Surabaya tersebut mendorong KPU di daerah semakin berbenah. Salah satunya di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Sesuai PKPU 10 tahun 2020, kegiatan kampanye di kawasan Kediri tetap dilaksanakan. Akan tetapi dengan beberapa pembatasan atau aturan khusus.
“Kampanye digelar di ruangan, dibatasi maksimal 50 orang dan wajib memakai masker serta menjaga jarak,” ujar Nanang Qosim, salah seorang Komisioner KPU Kabupaten Kediri.
Nanang mengatakan, jika menghendaki kampanye di tempat terbuka tetap diperbolehan. Asalkan, tidak lebih dari 100 orang dan melibatkan pihak kepolisian. Gelaran kampanye di Kediri akan lebih memaksimalkan penggunaan berbagai aplikasi komunikasi, baik cetak, audio, video, maupun foto.
Dalam sejarah pesta demokrasi di Indonesia, baru pertama kali ini terpaksa digelar di tengah pandemi. Ketika pelaksanaan Pilkada Serentak semakin dekat, angka positif corona justru semakin menanjak. Satuan Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 mencatat, selama bulan September terjadi peningkatan kasus terkonfirmasi positif sebanyak 18 persen, atau bertambah sebanyak 3.472 kasus.
Dari sekian kasus, beberapa di antaranya menimpa orang-orang yang bekerja sebagai dokter dan petugas medis. Misalnya dokter orthopedi RSU dr Soetomo, dr Sulis Bayusentono MKes SpOT(K) dan dokter ahli bedah syaraf di Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran Kota Kediri, Dr Machmud SpBS. Keduanya meninggal dunia karena terpapar covid-19. Itu membuktikan bahwa virus corona masih ada dan bisa menyerang siapa saja. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post