AKSES jalan ke makam Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Tan Malaka, sekarang lebih mudah. Jalur-jalur curam di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri itu telah diaspal. Pengunjung yang hendak ziarah atau berwisata sejarah, kini tak perlu berjuang keras melewati jalanan terjal menuju pusara pendiri republik bernama asli Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Dengan pembenahan infrastruktur tersebut, peziarah bisa mendekat ke area makam dengan mengendarai motor maupun mobil. Pengaspalan jalan sepanjang kurang lebih 2 km dilakukan pada tahun 2018. Meski sudah diaspal, jalanan yang berada di bibir tebing itu cukup sempit. Sehingga, butuh kehati-hatian ekstra saat mengemudikan kendaraan.
“Sekarang ke makam lebih gampang, kalau dulu harus parkir mobil di pemukiman kemudian jalan kaki jauh,” kata Andri, salah seorang peziarah, Selasa 23 Februari 2021.
Menurut pria yang berdomisili di Kelurahan Singonegaran, Kota Kediri itu, fasilitas pendukung di makam pengarang buku Naar de Republiek masih belum begitu layak. Walaupun akses sudah lancar, lahan parkir belum tersedia. Jika menaruh kendaraan roda empat di pinggir jalan, kemungkinan besar akan mengganggu aktivitas warga seperti mencari rumput atau menggembala ternak.

Dua tahun sebelumnya, warga yang dibantu Pemerintah Desa Selopanggung secara swadaya membeton jalan utama makam. Lintasan menurun yang dulunya pematang sawah terasering itu perlu dibenahi. Sebab, saat musim hujan tiba jalan amat licin dan becek, sehingga bisa membahayakan pengunjung.
“Pada 2015, warga desa juga membuat kijing dan tulisan nisan di makam Tan Malaka,” kata Sugiono, Sekretaris Desa Selopanggung.
Dia menambahkan, Pemdes sebenarnya sudah berupaya menjadikan salah satu area di kaki Gunung Wilis itu sebagai kawasan wisata. Anggaran dana desa telah dikucurkan untuk memperbaiki sejumlah jalan dan jembatan.
Rencananya, lintasan itu akan menghubungkan jalan desa ke Watu Jagul, hingga ke makam Tan Malaka. Namun sayang, hingga kini proyek itu belum semuanya terlaksana. Pemdes masih kesulitan membebaskan lahan pertanian produktif milik warga.
“Kendala tersebut bisa terselesaikan jika ada campur tangan pemerintah Kabupaten maupun pemerintah pusat,” kata Sugiono.
Menurutnya, masyarakat Selopanggung amat antusias setelah mendapati bahwa di area itu terkubur jenazah Tan Malaka. Sebelumnya, warga hanya mengetahui jika ada seorang pendatang yang tiba-tiba meninggal. Mereka kemudian menguburkannya di makam umum desa. Tan dimakamkan di samping makam sesepuh desa dengan penanda berupa batu besar.

Misteri itu akhirnya terkuak berkat sejarawan asal Belanda, Harry A. Poeze. Dalam bukunya berjudul Tan Malaka, Pergulatan Menuju Republik 1897-1925, Poeze menuliskan jika Tan mempunyai 23 nama palsu dan menjelajahi dua benua. Total perjalanannya sepanjang 89 ribu kilometer hingga akhirnya perjuangan itu berhenti di Gunung Wilis.
Selama pemerintahan orde baru, Tan Malaka absen dari buku sejarah. Nama Tan Malaka juga tidak santer diabadikan menjadi nama sebuah jalan, meski gelar pahlawan kemerdekaan Indonesia telah disematkan.
Sejauh ini, hanya ada tiga kota di Indonesia yang menggunakan namanya sebagai penanda jalan. Antara lain, Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh, semuanya berada di Provinsi Sumatera Barat. Di Rawajati Timur, Jakarta, terdapat sebuah lorong pemukiman kecil yang diberi nama Gang Tan Malaka. Kawasan tersebut dipercayai sebagai tempat tinggal sementara penulis buku Madilog itu di Jakarta.
Sedangkan di Belanda, nama Tan Malaka sudah terpajang menjadi sebuah jalan bernama Tan Malakastraat. Lintasan itu berada di wilayah Ijburg, area pemukiman di sebelah tenggara Kota Amsterdam. Di kawasan ini, Tan Malaka bersanding dengan 27 tokoh antikolonial dari negara bekas koloni Belanda. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post