Menaruh perhatian kepada bentang sastra di negeri ini layak digulirkan. Kiranya, itulah yang menjadi latar belakang diskusi “Belajar dari Warisan Pram” 20 Februari 2017 lalu. Acara ini bertempat di Kedai Kata Kita, salah satu cafe di Kota Kediri, Jawa Timur.
Kata Kita, tempat nongkrong dan minum kopi ini dikonsep dengan gaya vintage. Pemilik kedai sekaligus penggagas acara, Dini Novi memandang perlu diskusi semacam ini. Perempuan asli Kediri itu berpendapat, bahwa sastra harus mendapat tempat istimewa.
Malam itu, dia menggelar diskusi sastra di antara hilir mudik pengunjung tempatnya membuka usaha. Bagi mereka yang ikut dalam diskusi diperlakukan khusus. “Kopi dan cemilan malam ini gratis, alias tidak usah membayar,” cetusnya sembari tertawa.
Dini mengaku peduli dengan sastra beserta perkembangannya. Semasa duduk di bangku kuliah, ia juga aktif membincangi literasi. Bangsal Je, sebuah komunitas di Kediri menjadi wadah untuknya dalam memperluas cakarawala.
Dengan modal wawasan di komunitasnya, malam itu Dini mengajak khalayak untuk lebih dekat pada Pramoedya Ananta Toer. Pram, begitu biasa dikenal, ialah sosok yang sempat dikucilkan di masa lampau. Karya-karyanya kemudian mulai populer dan bersemi di hati penggemarnya. Dua pegiat literasi didapuk sebagai pemantik forum diskusi. Muhammad Ikhwan atau akrab dipanggil Iwan Kapit, pengelola komunitas Gelaran Jambu dan Lutfi Zanwar Kurniawan, penggerak literasi yang aktif di Yogjakarta dan Kediri.
Secara bergantian, mereka mengupas beberapa karya penulis kelahiran Blora, Jawa Tengah itu. Sosok pribadi Pram yang kental dengan visinya yang idealis juga diurai dengan renyah. Namun, pembahasan tentang buku Bumi Manusia menjadi perbincangan yang menarik saat itu. Peserta dan pemateri beberapa kali terlihat saling sahut terkait Pram dan karya-karyanya. Forum diskusi yang hidup menyita perhatian beberapa pengunjung kedai. Mereka yang sebelumnya asyik nongkrong dan sibuk dengan gawai, sesekali menyimak riuhnya obrolan.
Salah satu peserta diskusi, Hanif, merasa senang dengan adanya diskusi sastra tersebut. Bagi pemuda yang juga aktif di Taman Baca Mahanani itu, Kediri masih butuh banyak ruang-ruang untuk bertukar pengetahuan seperti yang telah dilakukan oleh Dini Novi dan cafenya. “Jelas antusias bila forum seperti ini terus ada meramaikan kota ini,” Kata pemuda yang gemar membaca itu.
Hanif berharap, forum serupa secepatnya mulai bermunculan di Kediri. Selain Pram, mungkin tokoh sastra yang lain seperti Chairil Anwar, WS Rendra, atau Widji Tukul bisa dieksplorasi lewat forum diskusi serupa. Agar khazanah sastra yang sedemikian luas turut terjaga. (Kholisul Fatikhin)