UMUMNYA, ibadah shalat tarawih di bulan puasa selesai pada kisaran setengah hingga satu jam. Namun, di pondok ini hanya butuh hitungan menit. Beberapa tahun lalu, video shalat tarawih di Pondok Pesantren Mambaul Hikam, Desa Slemanan, Kabupaten Blitar sempat diunggah ke media sosial, kemudian viral. Netizen pun menyebut, shalat tarawih di pondok salaf yang populer disebut Pondok Mantenan ini merupakan yang tercepat sejagat.
Dari sisi gerakan, bacaan, dan tahapan shalat, sama seperti standar tarawih pada umumnya. Hanya, semua unsur yang ada dalam shalat, dikerjakan dengan sangat cepat. Shalat tarawih 20 rakaat dan witir 3 rakaat diselesaikan dalam tempo sekitar 9 menit saja. Dua rakaat yang ditutup dengan salam, berdurasi 30-40 detik.
Meski begitu, warga sekitar yang terdiri dari anak-anak, dewasa, bahkan lansia mampu mengikuti dengan khusyuk. Untuk memudahkan jamaah, aba-aba pergantian gerakan shalat dibantu oleh seorang bilal yang berdiri dekat pengeras suara.
“Tarawih cepat sudah kami lakukan sejak pondok ini didirikan, puluhan tahun yang lalu,” kata KH Dliya’uddin Azzamzami kepada Kediripedia.com yang ikut dalam prosesi shalat tarawih, Jumat, 25 Mei 2018.
Ulama yang akrab disapa Gus Dliya ini berkisah, latar belakang tradisi tarawih kilat berasal dari kegelisahan kakek buyutnya, KH Abdul Ghofur; sang pendiri Pondok Mantenan. Kala itu, masyarakat sekitar pondok enggan untuk menunaikan ibadah shalat tarawih. Rasa letih akibat bekerja siang hari di bulan puasa jadi alasan utama. Masyarakat yang tinggal di dekat kawasan pondok rata-rata berprofesi sebagai petani dan buruh perkebunan.
Mendengar keluhan dari warga, KH Abdul Ghofur mencari jalan agar warga mau berangkat shalat. Walhasil, solusi yang tepat didapatkan. Shalat tarawih harus dibuat menjadi cepat, sehingga setelah beribadah warga bisa langsung beristirahat.
Tradisi shalat tarawih cepat di Pondok Mantenan, sudah digelar turun temurun. Empat generasi kukuh memegang kebiasaan ini sampai sekarang. Dimulai sejak periode KH Abdul Ghofur, kemudian dilanjutkan oleh anaknya KH Mirzam Sulaiman. Diteruskan KH Zubaidi Abdul Ghofur, lalu saat ini di bawah kendali Gus Dliya.
“Alhamdulillah, setelah tarawih dibuat cepat, hingga hari akhir bulan ramadhan shaf selalu penuh,” kata Gus Dliya.
Meski pernah dilabeli sesat, Gus Dliya teguh pada keyakinannya. Menurut dia, shalat tarawih di Pondok Mantenan ini tetap sah. Walau cepat, tapi masih mematuhi rambu-rambu yang terdapat dalam shalat.
Sewaktu masih menjadi santri, Gus Dliya pernah menjumpai tarawih cepat berada di salah satu pondok pesantren di Kediri. Tempat yang dimaksud yaitu Pondok Pesantren Al-Ishlah, Bandar Kidul, Kota Kediri. Gus Dliya mengenang, kala itu KH Thoha Muid memimpin jamaah shalat tarawih juga sangat cepat, hampir sama seperti di Pondok Mantenan.
“Sebenarnya, di daerah lain juga cepat, hanya mungkin di Mantenan ini yang tercepat,” ujar Gus Dliya.
Gaya tarawih di Pondok Mantenan tidak dijadikan soal oleh para ulama. Terutama tokoh agama dari kawasan Kediri. KH Mahrus Ali dari Pondok Lirboyo sering melawat ke Pondok Mantenan untuk mengunjungi teman dekatnya, KH Mirzam Sulaiman, kakek Gus Dliya. Selama berinteraksi dengan dengan para pengasuh Pondok Mantenan, KH Mahrus Ali sama sekali tak pernah mempersoalkan tarawih cepat tersebut.
“Kalaupun dilarang harusnya sejak dulu. Saat KH Mahrus Ali ke sini, beliau tidak pernah menegur atau mempermasalahkan,” kata Gus Dliya. (Kholisul Fatikhin)