TAK dihapus atau dihilangkan, namun jarang dibicarakan. Akibatnya, jarang yang tahu, apa itu Laskar Hizbullah. Jejak sejarahnya nyata, bisa dirasakan keberadaannya sebagai bagian dari pasukan bela negara. Salah satunya bisa dideteksi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
“Terasa dipinggirkan karena porsi Laskar Hizbullah dalam catatan sejarah memang sedikit,” kata Moch. Faisol, penulis buku Jejak Laskar Hizbullah Jombang kepada Kediripedia.com, Rabu 26 Oktober 2022.
Menurut Faisol, sebelum menyebar ke berbagai daerah, Laskar Hizbullah mempunyai pusat pelatihan di Cibarusah, Bekasi, Jawa Barat. Sebanyak 500 orang pemuda muslim dari berbagai daerah direkrut dan dilatih tentara Jepang selama tiga bulan. Pendidikan militer itu awalnya bernama PETA (Pembela Tanah Air) yang juga melibatkan pemuda non-muslim.
Pemuda muslim yang mengikuti pelatihan Laskar Hizbullah merupakan perwakilan dari 17 Karesidenan. Mulai dari Karesidenan Jakarta, Banten, Purwakarta, Bogor, Pekalongan, hingga karesidenan lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
“Dari Jombang direkrut empat orang, tergabung dalam perwakilan Karesidenan Surabaya,” ujar Faisol.
Selama tiga bulan di Cibarusah, mulai tanggal 28 Februari – 19 Mei 1945, mereka digembleng seperti layaknya prajurit militer. Pada tanggal 20 Mei 1945, peserta dilantik lalu ditugaskan kembali ke daerahnya untuk membentuk pelatihan tiga bulan dan mencetak para pelatih.
Saat itu di Jombang ada 40 orang calon pelatih. Mereka dikarantina di pusat latihan militer di Pondok Seblak, Jombang. Setelah lulus pendidikan, 40 orang itu merekrut dan mendidik kader berikutnya, hingga jumlah anggota Laskar Hizbullah semakin banyak dan terus berlipatganda.
“Secara resmi, Laskar Hizbullah Jombang terbentuk pada tanggal 20 Oktober 1945,” kata Faisol.
Para pendaftar baru diregistrasi di Pondok Pesantren Tambakberas lalu dikirim ke markas pelatihan di sebuah rumah yang kini menjadi rumah dinas pimpinan Pabrik Gula Jombang Baru.
Pagi hingga siang wajib mengaji, malam hari berlatih kemiliteran. Latihan fisik dan baris-berbaris di alun-alun dan lapangan Sambong. Penguasaan taktik militer di kuburan Cina Tunggorono, Denanyar. Untuk kekuatan berbasis spiritual seperti suwuk, mengaji, istighotsah, dan amalan-amal lain semacam kebal peluru dan senjata tajam, dilakukan di sejumlah pondok pesantren di Jombang.
Keberadaan dan aktivitas Laskar Hizbullah berakhir pada 31 Maret 1953. Mereka membubarkan diri dalam sebuah upacara di daerah Gunungsari. Para aktivisnya kebanyakan kembali pada kegiatan sebelumnya, ada juga yang melanjutkan karir sebagai anggota militer. Para kiai dan santri kembali ke pesantren, yang berprofesi sebagai guru kembali mengajar di sekolah.
Laskar Hizbullah efektif hanya sampai tahun 1947. Pada tahun itu Negara sudah membentuk TNI yang asal namanya TRI (Tentara Republik Indonesia) tahun 1946. “Banyak anggota Laskar Hizbullah masuk TNI dan terus berlanjut hingga Laskar Hizbullah dibubarkan,” kata Faisol.
Selain Laskar Hizbullah, sejatinya ada sayap lain yang mengikuti latihan PETA, yaitu Sabilillah. Jika Laskar Hizbullah merupakan kelompok yang berasal dari kalangan santri, Sabilillah beranggotakan para kiai dan ulama pesantren. Di antaranya, KH Masykur dari Ponpes Bungkuk Singosari, Malang dan KH Yusuf Hasyim dari Tebuireng, Jombang.
“Untuk mengenang pejuang kemerdekaan, terdapat monumen Masjid Sabilillah di Malang,” kata Muhammad Reza, putra KH Yusuf Hasyim. (Muh. Naufal Nurzakiy,Mahasiswa Program Studi Sosiologi Agama IAIN Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post