DI wilayah utara Kabupaten Nganjuk ditemukan banyak kuburan yang arah makamnya tak beraturan. Rejoso, Lengkong, dan Ngluyu adalah tiga kecamatan yang teridentifikasi sebagai kawasan tempat penemuan makam-makam itu. Para sejarawan menduga, jasad yang dikubur di makam tersebut adalah orang-orang Suku Kalang.
“Suku Kalang adalah penguasa alam bebas yang tinggal di daerah terpencil,” kata Aries Trio Effendy, peneliti sejarah dari Nganjuk kepada Kediripedia.com, Selasa, 11 Oktober 2022.
Menurut Aries, di Kecamatan Ngluyu kebiasaan Suku Kalang masih diikuti masyarakat hingga sekarang. Seperti tradisi adanya payung dan buah kelapa untuk melengkapi prosesi penghormatan saat ada orang mati. Belum bisa dipastikan apa aliran kepercaaan Suku Kalang. Namun diyakini, mereka amat menghormati matahari. Mereka juga mengenal bebatuan semacam menhir atau batu panjang yang diduga sebagai bagian dari pemujaan.
“Bisa jadi orang Kalang adalah nenek moyang Suku Jawa. Perbedaan dengan orang Jawa itu hampir tidak ada,” kata Aries.
Orang Kalang mahir membuat perabotan, interior, gerabah, dari kayu. Sehingga mereka cenderung tinggal di kawasan hutan. Wilayah utara Kabupaten Nganjuk adalah kawasan hutan yang memiliki potensi tanaman jati sejak masa silam. Sehingga sangat masuk akal jika mereka memiliki kepiawaian membuat benda-benda berbahan kayu.

Kata “kalang” sendiri bisa diartikan “terbatas”. Sebutan ini muncul karena mereka tak mau tunduk pada siapa pun, termasuk pada kerajaan yang menguasai kawasan tinggal mereka. Suku ini juga tak mau berkomunikasi dengan orang di luar kalangan mereka. Ketika Hindu masuk ke Pulau Jawa, Kalang dianggap liar dan berbahaya. Sistem kasta yang dianut pemeluk Hindu, makin membuat mereka terkucil hingga terdesak ke pedalaman pegunungan Kendeng yang berada di antara Kabupaten Nganjuk dan Bojonegoro.
Lebih jauh Aries menjelaskan, rentang hidup Suku Kalang cukup panjang. Eksistensi mereka ada di era Budha, Hindu, Mataram Islam, hingga zaman kolonial. Kisah mengenai Wong Kalang salah satunya tercantum dalam kitab Negarakartagama di era Kerajaan Majapahit. Di buku itu tertulis Atuha Kalang yang berarti orang yang diserahi tugas untuk mengelola hutan.
Sultan Agung di era Mataram Islam pernah mengumpulkan orang-orang Kalang untuk membantu pembangunan kerajaan dan dilatih agar bisa hidup berdampingan dengan masyarakat, termasuk diberi pelatihan khusus terkait seni kriya. Bekal ilmu dari keraton membuat mereka ahli membuat perhiasan emas, perak, dan perunggu.

Ketika orang Kalang meninggal, benda-benda yang digunakan semasa hidup juga ikut dikubur bersama jasadnya. Ritual ini dikenal dengan sebutan bekal kubur. Di sejumlah pemakamam Suku Kalang biasanya ditemukan barang-barang seperti pedang, alat kerja, perhiasan, gerabah, dan patung.
“Ritual bekal kubur Suku Kalang mirip dengan ritual yang dilakukan suku-suku kuno di berbagai belahan dunia,” kata M. Dimyati Huda, dosen juga seorang peneliti Islam Jawa.
Wakil Rektor 3 kampus IAIN Kediri ini menjelaskan, barang-barang pribadi ikut dikubur karena berfungsi untuk mengiringi perjalanan almarhum menuju kehidupan setelah kematian. Ritual ini lazim ditemui di kehidupan masyarakat prasejarah seperti Cina, Mesir, suku Maya, dan kaum pagan di Eropa. Bekal kubur biasanya erat dengan sistem kepercayaan ini animisme dan dinamisme. Mereka memuja roh leluhur serta percaya jika benda tertentu memiliki kekuatan magis.
Keberadaan Suku Kalang berangsur-angsur menghilang setelah mereka kembali ke tempat-tempat terpencil setelah adanya peperangan di berbagai era. Keterlibatan suku ini membantu memenangi peperangan berbuah penghargaan dan jabatan. Namun gaya hidup yang cenderung tertutup, membuat mereka tak bisa menjalankan posisi sebagai penguasa dengan baik. Mereka memilih menjadi manusia merdeka, menjauhi kehidupan ramai dan kembali ke jalan sunyi.
Kawasan yang diprediksi menjadi habitat terakhir Suku Kalang adalah wilayah utara Kabupaten Nganjuk dimana beberapa peninggalan masih bisa ditemukan, salah satunya adalah makam yang membujur dengan arah yang berbeda dengan kuburan orang Jawa masa kini. (Siti Ayu Nur Fitriyah, Mahasiswa Program Studi Sosiologi Agama IAIN Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post