DI tengah area persawahan yang berada di Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terdapat sumber mata air yang dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan pemandian Sumber Penganten. Letaknya sekitar 1 kilometer dari pusat Kecamatan Jogoroto.
Pemandian ini sudah ada sejak era penjajahan Belanda. Menurut cerita tutur yang beredar di masyarakat, konon ada sepasang pengantin yang baru menikah kemudian meninggal di pemandian ini, sehingga warga setempat menamai lokasi ini Sumber Penganten. Penyebab tewasnya sepasang suami istri yang baru menikah itu hingga kini belum diketahui secara pasti.
Meski airnya jernih dan suasana alam sekitar yang masih asri, Sumber Penganten justru lebih dikenal bernuansa mistis. Di pinggiran kolam terdapat pohon beringin yang berusia ratusan tahun dan akarnya merambat sampai ke bibir kolam. Namun, menurut keterangan masyarakat setempat pohon itu kini sudah tumbang.
Warga setempat sadar, bahwa lokasi tersebut berpotensi besar dijadikan kawasan wisata. Cerita mistis, keangkeran, dan mitos yang berkembang selama puluhan tahun, coba mereka patahkan. Kamis, 3 Januari 2019, masyarakat bergotong-royong untuk mempercantik tampilan Sumber Penganten. Antara lain membersihkan kolam, mengecat, dan membuat tempat sampah. Pada acara itu, warga dibantu oleh para pegiat literasi yang tergabung dalam Aliansi Perpustakaan Jalanan Jombang.
“Kita berkolaborasi dengan Karang Taruna untuk saling bertukar ide membuat pemandian Sumber Pengantin jadi destinasi wisata,” kata Dony Darmawan, salah seorang anggota Aliansi Perpustakaan Jalanan Jombang.
Dari diskusi dengan pengurus Karang Taruna, muncul gagasan untuk mengadakan kegiatan Liwetan Fest dan Ekologi Camp. Mereka ingin memberi kesan pada masyarakat bahwa Sumber Penganten sudah tidak seseram dulu. Acara tersebut digelar selama dua hari, pada hari Sabtu dan Minggu, 5-6 Januari 2019.
Di hari pertama Liwetan Fest dan Ekologi Camp, film produksi Watchdoc: Boti, Kasepuhan Ciptagelar diputar. Film dokumenter kesepuluh Ekspedisi Indonesia Biru itu berkisah tentang kehidupan masyarakat adat di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Acara kemudian disambung dengan diskusi untuk mendalami budaya, tradisi, dan sejarah pemandian Sumber Penganten bersama Sokibu, Kepala Dusun Sumber Penganten.
Keesokan harinya pada Minggu pagi, pemandian Sumber Penganten yang sudah berubah tampilan, ramai dikunjungi warga Jogoroto. Selain berwisata, pengunjung dapat menyaksikan Workshop Cukil Art dari Aliansi Perpustakaan Jalanan di sebuah saung yang terletak di sebelah utara pemandian.
“Cukil adalah salah satu seni grafis,” terang Ipung sambil menggelindingkan roller berlabur cat pada permukaan papan kayu.
Lapak buku juga digelar di bawah rerimbunan pohon, mengajak masyarakat untuk membaca. Pengunjung yang membawa serta anak-anaknya, diajak untuk mewarnai gambar. Acara Liwetan Fest dan Ekologi Camp di Sumber Penganten semakin meriah dengan penampilan live music Dialeksia serta pembacaan puisi.
Acara ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat setempat. Mereka datang dari berbagai kalangan. Pelajar, mahasiswa, aktivis lingkungan, dan juga pegiat literasi dari daerah lain hadir pada acara ini. Salah seorang di antaranya yaitu Nur Risky Aldianda. Aktivis lingkungan dari Surabaya itu mengapresiasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Menurutnya, nguri-nguri budaya bersama warga dan pemuda desa, sangat menyenangkan.
Sokibu, selaku Kepala Dusun menanggapi dengan positif kehadiran pemuda Aliansi Perpustakaan Jalanan Jombang yang telah membantu Karang Taruna membuka wisata pemandian ini. “Tempat ini tidak lagi sepi, saya mewakili warga desa mengucapkan terimakasih ,” ujarnya. (Muhammad Irfandi Bahtiar, Binti Nita Khasanah | Editor: Fatikhin)