Pementasan ketoprak pernah melalui masa emas. Di era tahun 1970-1980an seni pertunjukan ini populer dan digandrungi masyarakat. Kini, pagelaran seni peran kian sulit dijumpai. Meski demikian, di Kediri masih ada sekelompok orang yang menaruh perhatian pada eksistensi ketoprak.
Seni drama tradisional asli Indonesia sangat banyak ragamnya. Antara lain ludruk, lenong, dan wayang orang. Ketoprak p unya ciri khas tersendiri, yaitu pementasannya berdasar pada cerita legenda atau dongeng dari tanah Jawa dan kisah saduran dari banyak tempat. Selain itu, iringan musik gamelan dan geber juga menjadi identitas dari ketoprak.
Sabtu, 23 September 2017 malam, mereka yang tergabung dalam grup Ketoprak Karang Werda menampilkan aksinya. Bertempat di halaman kantor kelurahan, pementasan itu merupakan salah satu acara dalam peringatan suroan yang diselenggarakan oleh Kelurahan Semampir, Kota Kediri. Sebelum naik panggung semua pemain sibuk merias diri. Mereka berdandan layaknya orang-orang kerajaan tempo dulu. Ketika semua dirasa beres, lakon “Ande Ande Lumut” siap dimainkan.
“Kami melakukan persiapan selama satu bulan penuh,” kata Didik Efendi, sutradara sekaligus pemain dalam lakon yang sudah populer itu.
Seluruh anggota Ketoprak Karang Werda rata-rata berusia di atas lima puluh tahun, tapi semangat dan jiwa mereka masih seperti remaja. Para anggotanya berasal dari bermacam unsur dalam masyarakat. Seperti Desi Endang, seorang pengusaha katering, kemudian Sunyoto yang sehari-hari berprofesi sebagai guru, dan Aris seorang pembuat tas rajut. Kurang lebih ada lima puluh warga yang bergabung dalam seni sandiwara ini. Mereka tetap teguh menghadirkan kembali ketoprak ke tengah-tengah masyarakat, setelah beberapa tahun belakangan nyaris punah.
Proses penggarapan seni ketoprak ini cukup rumit. Dimulai dari latihan hingga siap pentas harus dilakukan serius. Pengorganisasian puluhan orang menjadi hal yang menantang, karena melibatkan para lansia. Tiap elemen dalam ketoprak, semisal tentang dialog, penjiwaaan karakter, serta iringan musik gamelan harus dilakukan bersama-sama.
Selama pertunjukan digelar mereka benar-benar tampil maksimal. Seluruh pikiran dikerahkan untuk menjiwai setiap peran. Antusiasme penonton yang memadati halaman kelurahan membuat kerja keras grup Ketoprak Karang Werda ini pun terbayar.
Lakon “Ande Ande Lumut”, yang berkisah tentang Panji Asmorobangun dan Putri Sekartaji ini, berhasil menyita perhatian ratusan pasang mata. Sepanjang acara, dari anak-anak hingga orang tua tak beranjak dari tempat duduk. Penonton menikmati tiap adegan demi adegan, bahkan tertawa lepas ketika humor segar dilontarkan.
Sebelum pementasan para pemain sempat khawatir jika sepi penonton. Namun mereka bersyukur dengan banyaknya masyarakat yang datang. Kehadiran mereka menjadi obat bagi siapapun yang merindukan kehadiran ketoprak.
Didik beserta puluhan anggota lain berharap, ketoprak kembali menjadi pilihan tontonan masyarakat seperti beberapa dekade silam. Ada unsur edukasi dalam setiap adegan lakon ketoprak. “Dari ketoprak kita bisa belajar membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,” kata Didik.
Kesusksesan pementasan ketoprak ini tidak lepas dari dukungan pihak Kelurahan. Menurut Kepala Kelurahan Semampir, Muhammad Ayub, sejak setahun yang lalu pihaknya mendorong aktivitas Ketoprak Karang Werda. Grup itu lahir dari inisiatif warga sekitar yang menggemari ketoprak. “Kami merasa perlu mendukung karena selain menjadi hiburan warga, juga merupakan upaya melestarikan budaya leluhur,” kata Ayub. (Kholisul Fatikhin)