ERA digital bisa diartikan sebagai sebuah disrupsi: kondisi zaman yang tak bisa dilepaskan dari teknologi. Melalui jagat raya virtual, pengguna dapat memanfaatkan data yang amat melimpah, mudah, dan murah. Orang-orang kreatif dalam bidang kebudayaan seperti seniman, desainer, dan arsitek; tak luput dalam upaya merespon perkembangan teknologi itu.
Salah satu konsep yang dianggap visi baru adalah penggunaan media berbasis pencahayaan atau Video Mapping. Teknik itu dilakukan dengan mengolah pencahayaan yang menciptakan ilusi optik. Mulai dari gambar bergerak atau moving image, sampai bentuk-bentuk sinematik yang interaktif berskala gigantik. Program manipulasi digital itu membuat antara gambaran nyata dan ilusif, susah dibedakan.
Kajian lebih mendalam seputar seni berbasis ilusi optik ini akan tersaji dalam acara #Basri Menyapa. Bincang virtual itu diinisiasi kurator seni Bambang Asrini Widjanarko. Digelar pada Kamis, 13 Agustus 2020, pukul 19.30 WIB, seri ke-5 acara ini akan menghadirkan seorang desainer, Adi Panuntun.
Dia adalah seniman yang melakukan pendekatan trans-disiplin seni, desain, dan arsitektur ke dalam karya multimedia. Di antaranya penggunaan elemen cahaya, bahasa program digital compu-graphic, hingga konsep sinematik.
“Pendekatan lintas disiplin dalam produksi film akan membuat karya audiovisual dan multimedia menjadi lebih impresif, interaktif, dan spektakuler,” kata Adi Panuntun.
Menurut co-founder serta CEO PT Sembilan Matahari itu, film yang dibuat dari sudut pandang berbeda akan merangsang sensifitas positif pada publik. Dalam kerangka desain, mengubah cara berpikir melalui film akan memberi hasil desain yang paling inovatif. Misalnya, penggabungan unsur seni dan teknologi melalui pengalaman yang emosional.
Seni rupa berbasis teknologi visual muncul pertama kali di Amerika pada tahun 1960-an. Kala itu, gambar dari sinyal-sinyal elektronik berhasil menarik perhatian publik. Karya instalasi bernama Magnet TV itu dibawakan Nam June Paik.
Seniman yang dikenal dengan Bapak Seni Video itu kemudian tenar dengan konsep Video Art, sebuah paradigma baru seni media. Karya pria kelahiran Korea Selatan digunakan sebagai instrumen dan transmisi visual. Fungsinya menjadi konten kritik pada kehidupan global, termasuk teknologi yang sarat akan konsumerisme dan kapitalisme melalui perangkat TV.
Pada tahun 2010, Adi Panuntun yang juga menjabat sebagai Chairman BCCF (Bandung Creative City Forum) menggarap karya digital raksasa atau video mapping. Dengan konsep outdoor, berbagai proyek itu digelar di situs-situs kuno atau fasad bangunan bersejarah. Salah satunya, di Museum Fatahillah, Jakarta.
Dari riset Kediripedia.com, pagelaran gambar bergerak di Museum Fatahillah pernah dilakukan pada tahun 2010. Saat itu, pertunjukan 3 dimensi di dinding museum terselenggara berkat kerja sama British Council dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kiprah Adi Panuntun di ranah perfilman dimulai dari sinema layar lebar berjudul Cin(T)a produksi tahun 2009. Lewat karya itu Adi memperoleh Piala Citra untuk kategori Naskah Asli Terbaik. Demikian pula pada penghargaan Festival Film Indonesia dan Favorit Pilihan Penonton di ajang JIFFEST 2009.
Dalam hal kreasi video mapping, Adi Panuntun memang langganan juara. Pada 2012, ia dan Sembilan Matahari meraih penghargaan Grand Prize Winner Projection Mapping Competition di Zushi Media Art Festival, Jepang. Pada 2014, dia meraih Juara I kompetisi video mapping internasional yang diikuti ratusan partisipan dari seluruh dunia. Acara Art Vision Competition – Circle of Lights, Moscow itu merupakan kompetisi multimedia terbesar di Eropa. Sedangkan pada 2017, Sembilan Matahari memboyong Juara I sekaligus kategori Favorit pilihan penonton. di Jerman dalam Berlin Light Festival.
“Karya Adi Panuntun bagaikan sebuah orkestra, dimana masyarakat di sekitarnya diajak aktif dalam sebuah pertunjukan,” kata Budi Pradono, salah seorang arsitek kenamaan di Indonesia.
Pada bincang virtual Basri Menyapa ke-5, Budi akan menjadi pihak yang merespon karya-karya Adi Panuntun. Menurut Budi, kreasi Adi Panuntun mampu menyajikan sebuah imaginary space yang bisa mengaktivasi ruang publik. Melalui strategi bluring, batas antara realitas dan imajiner akan dipadukan dengan sinematografi serta musik.
Dalam produksi video mapping, Adi Panuntun berhasil mengorganisir problem kompleks. Di antaranya lokasi, resolusi proyektor, permodelan fasad, narasi visual, 3d polygonal modeling, musik, desain interaktif, serta pengetahuan dasar sinematografi dan fotografi.
“Karya Adi Panuntun berhasil melahirkan budaya pop anyar,” ujar Budi.
Menurut urbanis pemilik BPA studio ini, karya visual tersebut menghidupkan kembali ruang publik yang sekarat. Jika melakukan renovasi atau pembangunan fisik diperlukan biaya besar. Nah, hadirnya karya-karya video mapping dimaksudkan untuk mempercantik gedung tanpa membangun ulang secara fisik. Aktivasi ruang publik dapat dibuat tematik dengan narasi yang spesifik dapat menghidupkan suasana.
Selain gedung, karya Adi Panuntun digunakan dalam pertunjukan tari dan teater. Karyanya memunculkan elemen scenography atau kemampuan mengatur dan menerjemahkan tata panggung. Dalam sebuah skenario, arahan sutradara akan menghadirkan pencahayaan untuk menghidupkan panggung utama. Salah satu karya Adi Panuntun dalam seni pertunjukan diterapkan pada acara Journey to Thousands Temples di kompleks Candi Prambanan tahun 2016.
Sedangkan kolaborasi dengan desainer mode, karya Adi Panuntun digelar dalam acara SERUNI pada 2016 lalu di JCC. Kombinasi instalasi berkonsep Constellation Neverland menampilkan rangkaian awan dan hujan dalam kabut cahaya. Karya itu menggambarkan atmosfir fantasi eksotis yang membuat cat walk para model dan gaun yang dikenakan terlihat anggun.
Karya Adi Panuntun yang menjadi obrolan Basri Menyapa ke-5, Disrupsi dan Oposisi akan dikaitkan industri kreatif. Harapannya, karya digital itu dapat melahirkan wahana-wahana hiburan model baru. Di masa pandemi Covid-19, kehadirannya dapat memberi berkah berupa spirit kreatifitas. Dengan terus mengelaborasi kreasi dan imajinasi, adanya wabah justru bisa mendorong seniman untuk tetap melaju dan berbenah. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post