KERIS menjadi bagian hidup Sahama. Di pojok utara Pasar Setono Betek, Kota Kediri, wanita 50 tahun ini mengais rupiah dari keris.
Sahama adalah transmigran asal Madura. “Saya membuka toko keris ini sejak tahun 1993,” ungap wanita yang akrab dipanggil Amah ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, pojok utara Pasar Setono Betek menjadi sentra pertokoan keris. Tak banyak masyarakat Kediri yang mengetahui keberadaan kawasan pertokoan keris. Tempatnya yang kecil dan mojok. Selain itu, Pasar Setono Betek lebih terkenal dengan sentra buah dan barang-barang bekasnya.
Toko Keris Amah buka pukul 07.00 – 16.00 WIB. Dia menjual banyak jenis keris: keris lama (antik) dan juga baru. Amah menjual kerisnya dengan harga minimal Rp 500 ribu hingga jutaan rupiah, tergantung jenis dan kualitasnya.
Selain penjualan, Amah melayani berbagai macam permintaan. “Mulai ngumbahno (mencuci) keris, dan pembelian warongko (Wadah keris),” ujarnya.
Ketika sepi pembeli, Amah biasanya melakukan proses pengamplasan warongko untuk membunuh bosannya waktu.
Amah memiliki banyak pelanggan setia, tak hanya dari Kediri, namun juga luar kota. “Disini keris nya lengkap dan harga nya juga paling murah mas,” ujar Agung salah seorang kolektor benda antik.
Aktifitas Amah ini menurun ke anaknya. Beny, Anak satu-satunya mengkoleksi keris sejak beliau SMP. Lulusan Universitas PGRI Kediri ini juga berwirausaha yang tak jauh dari hobi uniknya itu.
Hasilnya lebih dari cukup untuk menghidupi istri dan seorang anak perempuan yang duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Beny bahkan berburu benda antik ini hingga berbagai kota.
Di Indonesia, barang antik nan klasik masih tetap diakui eksistensi keberadaannya. Walau sudah tergerus zaman yang semakin maju, toko-toko keris ini masih berdiri kokoh diantara modernitas.
Netizer: Habib Fachrudin
Editor : Danu