“Kapan Kita Ketemu Lagi”, merupakan pagelaran seni dan sastra yang digagas para seniman muda Kediri. Di antaranya mereka yang menggeluti seni fotografi, lukis, musik, dan teater. Acara ini dibuat sebagai upaya untuk menciptakan iklim berkesenian dan bersastra agar lebih hidup. Prinsipnya yaitu kolaborasi antar sesama komunitas serta masyarakat sekitar.
Gagasan awalnya acara ini muncul dari uneg-uneg dan keresahan yang sama dari beberapa kantong seni dan sastra di Kediri. Dirintis sejak dari setahun lalu, tujuan utamanya untuk silaturahmi antar sesama kelompok. Acara yang berlangsung di Taman Sekartaji, Kota Kediri, pada Minggu, 4 Maret 2018 adalah yang keempat kalinya digelar.
Taman yang menjadi titik keramaian, memungkinkan agar lebih mendekatkan seni dan sastra kepada khalayak umum. Di beberapa sudut, ada ruang bermain dan belajar anak, pameran foto pedesaan. Para penyaji menampilkan tari, pementasan teater, pembacaan dongeng, puisi, dan lantunan lagu anak.
“Pagelaran seni dan sastra jangan sampai dianggap asing bagi masyarakat Kediri,” Kata Dedi Ashari, salah seorang inisiator acara.
“Menjemput Ingatan”, tema tersebut yang coba mereka usung. Sebagai renungan atas potret masyarakat yang semakin hari dirasa kian menjauhkan orang tua dan anak. Dedi menambahkan, kini para orang tua, banyak dari mereka mulai kehilangan cara bertutur kepada anak. Ditambah lagi, interaksi sosial anak-anak berkurang karena perkembangan zaman; utamanya karena penggunaan gadget. Harapannya, melalui tema tersebut orang-orang dapat menggunakan dongeng, cerita legenda dan permainan anak, menjadi alat untuk mengedukasi anak-anak.

Salah seorang penampil dalam acara yang dimulai pada pagi hari itu adalah penenun kata. Musisi asal Sulawesi yang turut serta berbagi dan meramaikan suasana. Dalam kesempatan itu ia mengajak seluruh pengunjung taman menyanyikan lagu Bintang Kecil, sebuah lagu yang pernah berjaya di masanya.
“Kebetulan saya sedang singgah di Kampung Inggris Pare, kemudian tertarik untuk memberikan apresiasi terhadap acara kawan-kawan Kediri,” ungkap musisi asal sulawesi. Dia berharap, acara serupa tidak berhenti di sini. Namun akan terus digulirkan untuk menyikapi keadaan sosial masyarakat sekitar.
Berbeda dari acara sebelumnya yang digelar secara rutin setiap bulan, kini mereka menggelarnya dengan tenggang waktu yang agak berjarak. Dengan pertimbangan, pertemuan yang terlalu sering kurang bisa memberikan efek yang membekas. Untuk operasional acara, mereka melakukannya secara gotong-royong. Pendanaan acara, didapat dari iuran sukarela dan melakukan penjualan kaos brand acara.
Salah seorang penggagas acara, Andhika Samoela menuturkan, ia dan para seniman Kediri lainnya, ke depan akan terus mencoba menggulirkan acara dengan tema edukatif. “Tema yang kami pilih coba kita sesuaikan dengan gejolak sosial yang terjadi di masyarakat,” kata Andhika.
Netizen: Supri (Aktivis Komunitas Sastra Pare)
Editor: Fatikhin