Minggu siang, 26 November 2017, puluhan pemuda bergerombol di ujung sebelah barat Jalan Airlangga, Kota Kediri. Bukan hanya sekadar nongkrong, di sana mereka menyapukan kuas dan memainkan cat semprot warna-warni hingga membentuk suatu karakter maupun tulisan artistik. Acara tersebut diprakarsai oleh tiga komunitas. Di antaranya, CASAK (Colour Aerosoul Street Art Kediri), Kediri Arts Project (KAP), dan Remaja Sopan.
Grafiti dan mural tumbuh subur pada beberapa tahun belakangan. Segelintir kelompok pemuda di Kediri sangat antusias dan serius mendalami bidang seni jalanan ini. Di beberapa sudut jalan kota, terisi oleh karya-karya mereka. Street art selain sebagai seni, juga alat untuk memerangi vandalisme, sampah visual, dan iklan liar yang menempel sembarangan.
Street art prodo #2, begitu para seniman jalanan itu menamai aksinya. Tahun lalu mereka pernah menggelar kegiatan serupa dan di tempat yang sama pula. Bedanya, kali ini lebih terintegrasi dalam sebuah tema.
Street art prodo sendiri adalah bahasa slang yang populer di kalangan seniman jalanan. Kata Prodo merupakan kependekan dari production yang bermakna menggambar secara bersama-sama atau lebih dari satu orang, dengan satu tema yang telah ditentukan. “Sebuah karya bisa dikatakan prodo jika terdapat tema yang terintegrasi,” kata Dandy Ardy, punggawa Kediri Arts Project.
Dandy menambahkan, aksi Street Art Prodo #2 adalah bentuk ekspresi diri dari para seniman. Lewat media di ruang publik, ia ingin karya seni bisa dinikmati oleh masyarakat luas secara cuma-cuma. Seni yang berada dalam ruang pameran menurutnya cenderung eksklusif. Alhasil, hanya beberapa dari kalangan tertentu saja yang dapat menikmati.
Pendapat yang lain muncul dari Chiki, salah seorang seniman dari komunitas CASAK. Menurutnya, menjadi seorang street artist harus memiliki mental yang tebal dan tekad yang kuat. Seorang street artist dituntut harus jujur dan juga mampu menghormati orang lain. Berkarya di jalanan banyak tantangan yang hadir, karena berhadapan langsung dengan masyarakat atau audience. Resiko berkarya di ruang publik, ada masyarakat yang suka namun juga sebaliknya. “Ya kita terima saja baik kritik maupun apresiasi dari masyarakat,” kata Chiki.

Dandy, Chiki, dan seniman lainnya nampak serius bekerja sama secara terintegrasi mengerjakan satu tema. Secara visual tema yang diusung menggambarkan tubuh yang merebah. Konsep ini menjelaskan, meski dalam street art memiliki banyak wadah dan aliran, namun tetap satu tubuh. Penggambaran orang rebah bermakna bahwa semua permasalahan harus bisa disikapi dengan ketenangan diri.
Street art di Kediri mulai menggeliat. Para seniman jalanan tanpa lelah membangun suatu ruang pameran di publik yang artistik serta estetik. Mereka berupaya mengkonversi kegundahan yang dirasakan menjadi pesan edukatif pada masyarakat. Kehadiran para seniman jalanan ini setidaknya telah mampu memberi warna baru di tengah masyarakat kota kediri.
Netizen: F. Widodo Putra
Editor: Kholisul Fatikhin