Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri mendedikasikan halaman kantornya menjadi ruang publik. Para pegiat komunitas, mahasiswa, akademisi, dan aktivis seni dan budaya dapat menggunakan tempat tersebut sebagai ruang kegiatan positif dan kreatif.
Markas AJI Kediri terletak di Jalan Adi Sucipto 15B, Kelurahan Banjaran, Kota Kediri. Di sekretariat yang sederhana tersebut para jurnalis kerap singgah. Pada suatu kesempatan diskusi, mereka sepakat bahwa AJI Kediri harus bisa memberi manfaat bagi warga Kediri.
“Kami membuka pintu selebar-lebarnya bagi siapa saja untuk menggunakan kantor AJI sebagai tempat diskusi,” kata Aguk Fauzul, ketua AJI Kediri pada sambutannya di acara diskusi bertajuk Jangan Ngawur di Medsos, Selasa, 20 Maret 2018.
Acara yang digelar di halaman sekretariat AJI Kediri itu membahas seputar fenomena di dunia maya. Dihadiri ratusan peserta, kantor AJI penuh sesak hingga meluber ke jalanan. Di antaranya, organisasi mahasiswa, pegiat seni dan budaya, pers mahasiswa, admin media sosial populer, dan berbagai elemen pemuda lainnya.
Tema Jangan Ngawur di Medsos tersebut diulas mendalam oleh Ika Ningtyas dari AJI Indonesia dan AKBP Anthon Haryadi, Kapolresta Kediri. Saat ini, di mana segala sesuatu menjadi serba digital, sebaran informasi semakin hari kian lewah. Derasnya arus informasi tak jarang menimbulkan ekses negatif, sehingga perlu disikapi secara bijak. Salah satu persoalan yang masih menggeliat adalah tentang hoax atau berita palsu.
Ika Ningtyas menjelaskan, statistik pengguna internet di Indonesia menunjukkan angka yang cukup besar. Dari 262 juta masyarakat Indonesia, 54% di antaranya sudah melek akan penggunaan internet. Dalam diskusi tersebut Ika menerangkan, sebaran berita hoax ada indikasi diproduksi secara sistematis dan terorganisir.
“Sekarang ini kita dihadapkan pada konspirasi digital,” kata Ika, pengurus AJI Indonesia Koordinator Wilayah III Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekadar menjadi pandangan solutif, Ika berpendapat tentang perlunya penguatan di ranah literasi, utamanya pada minat baca.
Sementara itu, AKBP Anthon Haryadi membahas tentang perilaku di dunia maya dari sudut pandang penegakan hukum. Salah satunya penanganan kasus hukum pada cyber crime lewat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kegiatan diskusi publik yang diselenggarakan oleh AJI Kediri masih satu rangkaian dengan aksi mural pada bulan November 2017. Pada kesempatan itu, para seniman mural menggambar dinding-dinding di halaman sekretariat AJI Kediri dengan berbagai muatan pesan anti-hoax. Gambar-gambar mural diharapkan dapat membikin nyaman pegiat komunitas, atau siapa saja yang ingin memanfaatkan halaman kantor AJI Kediri sebagai tempat diskusi.
“Tentu kita siap merawat mural tersebut karena AJI Kediri adalah milik kita bersama,” kata Dodoth Widodo F. Putra, seniman mural Kediri. (Kholisul Fatikhin)