Bukan sebuah festival jazz di atas gunung atau tepi pantai dengan performer yang sudah terkenal. Memanfaatkan sebuah kolam air yang kering ketika musim kemarau sebagai tempat pertunjukannya, Padang Bulan digelar pada 28 Oktober 2015. Sebuah perayaan seni sederhana komunitas kreatif Kediri kepada alam.
Puluhan penonton yang rata-rata berasal dari berbagi komunitas dan undangan berjajar di tepi kolam melihat pertunjukan di amphitheatre mini dadakan. Panggungnya berada di bawah permukaan tanah, sekitar 1,5 meter dari tempat duduk para penonton. Beberapa pohon besar disekitar venue menambah suasana menjadi dramatis. Menggunakan lighting di beberapa spot, panggung yang sederhana ini menemukan penikmatnya.
Beberapa hari sebelum pertunjukan, volunteer Taman Baca Mahanani yang menyebut diri mereka dengan Mahananian membersihkan benda-benda di dasar kolam yang sekiranya bisa mengganggu jalannya acara. Menata dan merapikan tumpukan genteng dan kayu yang berserakan kemudian difungsikan sebagai pembatas di sekitar kolam. Padang Bulan adalah sebuah inisiasi Taman baca Mahanani menyediakan ruang berkesenian dengan mengajak para pelaku kesenian dan komunitas lainnya untuk memunculkan diri dalam bentuk ekspresi seni.
“Nggak ada sponsor untuk acara ini, lampunya punya teman-teman teater yang tampil, sound systemnya juga dipinjemin,” kata Fery Martin, Ketua Taman Baca Mahanani disela-sela sesi band akustik yang sedang main saat itu. Konsepnya sederhana dan persiapannya juga singkat, tapi justru mendapat banyak apresiasi dari beberapa komunitas.
Pertunjukan diawali oleh band akustik dan penampil anak-anak, puisi oleh Nabila dan tari Penguin dari TK Ramadhani. Anak-anak usia TK sampai SD duduk-duduk berbaur dengan para penonton lainnya menikmati penampilan teman-temannya. Tempat ini memang menjadi area bermain favorit anak-anak yang berada di sekitar jalan Supit Urang, Mojoroto.
Daftar performer setelahnya seperti akustik dari Selaras Pandang, Stand Up Comedy Kediri, Beat Box, akustik Poltek Kediri, teater Padma dan band akustik New Good Day membuat hangat suasana Padang Bulan. Naim Ali, pendiri Taman Baca Mahanani membawakan sebuah puisi yang ditujukan untuk ibunya malam itu. Suasananya menjadi hening, para penonton terbawa kepada sesosok Ibu dalam puisinya. Suasana hening dinetralisir oleh Ana, MC acara yang masih terlihat berkaca-kaca dan kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan teater.
Lampu dipadamkan sementara kru mempersiapkan properti yang akan digunakan oleh kelompok teater yang akan tampil. Setelah lampu dinyalakan, terlihat koran-koran yang dibentangkan diatas tanah yang kemudian dibakar pada akhir adegan. Teater Tepuk Tangan mempertontonkan carut-marut media dalam pertunjukannya.
Whalray, band akustik baru bentukan volunteer Mahanani menutup acara itu dengan lagu Mirasantika dari Rhoma Irama beraroma jazz yang renyah. Seperti memberi sebuah pesan bahwa kreatifitas anak muda tidak perlu berkaitan dengan alkohol dan narkotika.
Ruang apresiasi seperti ini perlu digairahkan di Kediri mengingat banyaknya aktifitas kreatif yang mempunyai kencenderungan bermain di wilayahnya sendiri. Terkadang asik bersembunyi tanpa diketahui banyak orang atau bahkan beberapa individu justru bermain di luar Kediri karena kurangnya ruang apresiasi alternatif di kota ini. (Nakula)