EKONOMI berbasis digital di Indonesia tumbuh sebanyak 22 persen sepanjang 2022. Informasi itu diambil dari rilis data Google, Temasek, dan Bain&Company. Bisnis online yang kian menggeliat selama pandemi Covid-19, telah mendorong transformasi di berbagai sektor ekonomi digital.
Indonesia Fintech Society (IFSOC) mengapresiasi kinerja positif sektor fintech dan ekonomi digital selama tahun 2022. Prospek besar ekonomi digital didukung dengan terbitnya berbagai regulasi sebagai fondasi pengembangan ke depan. IFSOC mencatat tujuh hal yang perlu dicermati pada perkembangan ekonomi digital di tahun 2022.
Pertama, adanya kemajuan dalam perlindungan data pribadi di Indonesia. Pemerintah dan DPR atas pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Penerbitan UU PDP memberikan perlindungan hukum dalam pemrosesan data pribadi, serta membangun kepercayaan publik pada layanan digital.
“UU PDP membawa Indonesia pada era baru tata kelola data pribadi. Namun, peraturan turunannya harus diarahkan untuk meningkatkan mitigasi dan kepatuhan perlindungan, bukan hanya fokus pada pemberian sanksi,” kata Rudiantara, Ketua Steering Committee IFSOC, Selasa, 27 Desember 2022.
Dia melanjutkan, poin kedua yang perlu diperhatikan adalah QRIS Antarnegara yang menjembatani UMKM dengan wisatawan mancanegara. Bank Indonesia terus melakukan perluasan inovasi QRIS yang merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, salah satunya melalui implementasi QRIS Antarnegara.
Inisiatif ini sudah diimplementasikan bersama Thailand, dan akan diperluas dengan beberapa negara lainnya di ASEAN. Selain itu, inisiatif ini menggunakan skema Local Currency Settlement (LCS) dimana transaksi antar negara tidak lagi bergantung terhadap kurs US dollar.
Steering Committee IFSOC, Dyah N.K Makhijani, menyatakan bahwa inisiatif QRIS Antarnegara berpotensi mendorong sektor pariwisata dari aspek sistem pembayaran, dengan menghubungkan UMKM dan ekonomi kreatif dengan sekitar 6,2 juta (BPS) wisata mancanegara ASEAN yang datang ke Indonesia. Namun hal tersebut harus perlu didukung dengan edukasi dan sosialisasi yang masif baik untuk turis asing maupun merchant QRIS di Indonesia.
“QRIS bisa menjadi kanal pembayaran digital turis wisata mancanegara secara end-to-end, mulai dari transportasi, hotel, hingga kuliner,” ujar mantan Asisten Gubernur Bank Indonesia tersebut.
Lalu yang ketiga yaitu terbukanya peluang kolaborasi yang lebih luas antara bank dan fintech. Kolaborasi penyaluran dana perbankan melalui fintech lending terus meningkat dan mendominasi selama tahun 2022. Menurut Dyah, kolaborasi tersebut sejalan dengan upaya bank dalam memenuhi kewajiban penyaluran modal untuk UMKM paling sedikit 20% pada tahun 2022 dan secara bertahap meningkat menjadi 25% di tahun depan.
Keempat, upaya kolaboratif berhasil meningkatkan kepercayaan masyarakat pada layanan jasa keuangan atau P2P lending. Penyaluran P2P lending terus bertumbuh hingga mencapai Rp 18,7 triliun pada bulan Oktober 2022. Di sisi lain, penurunan signifikan pinjol ilegal yang ditutup mengindikasikan semakin kuatnya upaya pencegahan aktivitas pinjol ilegal di Indonesia.
Ekonomi senior sekaligus Steering Committee IFSOC, Hendri Saparini, mengapresiasi upaya kolaboratif pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan kredibilitas P2P lending. Menyoroti terkait peningkatan kredit tidak lancar dan kredit macet, Hendri Saparini menekankan perlunya penguatan manajemen risiko untuk menjaga kualitas pinjaman.
“Kolaborasi di area peningkatan kualitas risiko kredit dan peningkatan literasi masyarakat perlu didorong secara masif, misalnya dengan sektor jasa keuangan lainnya seperti BPR dan BPD,” ujarnya.
Kelima, industri startup Indonesia mengalami transformasi yang sehat dan inovatif. Meskipun nilai pendanaan startup fintech di Indonesia meningkat 8,4% pada tahun 2022, akan tetapi jumlah deals menurun 28% (UOB, 2022).
Kondisi inflasi dan ekonomi global mendorong investor menjadi lebih selektif dalam mendanai startup atau bisnis rintisan. Investor akan fokus pada profitabilitas dibandingkan melakukan pengembangan.
Keenam, edukasi dan penindakan tegas kunci dalam memberantas investasi ilegal. Praktik investasi ilegal masih menjadi tantangan serius dalam pengembangan sektor keuangan digital di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sepanjang tahun 2022, total kerugian akibat praktik investasi ilegal mencapai Rp 109 triliun, atau meningkat 44 kali dari total tahun sebelumnya.
Steering Committee IFSOC, Tirta Segara, menyampaikan bahwa masih terdapat ruang rentan akibat masih kurangnya literasi keuangan di Indonesia. Menurutnya, perlindungan konsumen dan penindakan tegas sebagai upaya mitigasi juga sangat dibutuhkan untuk menutup kemungkinan kerugian yang lebih besar.
“Di bidang pengawasan, koordinasi antara otoritas serta lembaga perlu terus dijaga, dan kolaborasi dengan industri perlu terus didorong untuk edukasi secara masif, termasuk dengan memanfaatkan teknologi informasi” ujar Anggota Dewan Komisioner OJK Periode 2017-2022 tersebut.
Ketujuh, UU PPSK hadir sebagai payung hukum pengembangan fintech. IFSOC berpandangan bahwa penerbitan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah menjawab permasalahan relevansi regulasi di sektor keuangan sebagai dampak perkembangan teknologi. Khususnya terkait aset kripto, UU PPSK telah mengatur penguatan kerangka pengawasan dan perlindungan konsumen.
IFSOC merupakan forum diskusi kebijakan terkait fintech dan ekonomi digital yang didirikan pada November 2020. Misi komunitas ini yaitu membuka ruang pemikiran, analisis, serta rekomendasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. IFSOC mendorong pemanfaatan fintech bagi ekonomi nasional dan mendorong transformasi digital di Indonesia. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post