• HEADLINES
  • BISNIS
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • PEOPLE
  • KULTUR
  • KOMUNITAS
  • SURYAPEDIA
Sunday, 16 November 2025
Kediripedia.com
  • HEADLINES
  • BISNIS
    Kerajinan Air Mata Dewa dari Lembah Gunung Wilis

    Kerajinan Air Mata Dewa dari Lembah Gunung Wilis

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Warga Kota Kediri Kini Bisa Mengurus Izin Usaha di Kantor Kelurahan

    Uji Keamanan Pangan di Tengah Bulan Puasa

    MinyaKita Tak Sesuai Takaran Ditemukan pada Sidak di Pasar Kota Kediri

  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • PEOPLE
  • KULTUR
  • KOMUNITAS
  • SURYAPEDIA
No Result
View All Result
  • HEADLINES
  • BISNIS
    Kerajinan Air Mata Dewa dari Lembah Gunung Wilis

    Kerajinan Air Mata Dewa dari Lembah Gunung Wilis

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Sejumlah Bahan Pokok di Kota Kediri Turun Harga Jelang Lebaran

    Warga Kota Kediri Kini Bisa Mengurus Izin Usaha di Kantor Kelurahan

    Uji Keamanan Pangan di Tengah Bulan Puasa

    MinyaKita Tak Sesuai Takaran Ditemukan pada Sidak di Pasar Kota Kediri

  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • PEOPLE
  • KULTUR
  • KOMUNITAS
  • SURYAPEDIA
No Result
View All Result
Kediripedia.com
Home PEOPLE

Tan Tik Sioe, Pendekar Jari Rata yang Bertapa di Tulungagung

10 Jan 2023
in PEOPLE
Reading Time: 4 mins read
0
Tan Tik Sioe, Pendekar Jari Rata yang Bertapa di Tulungagung

Tan Tik Sioe (duduk di tengah) bersama keluarga Tan Khoen Swie di Kediri. (Foto: Koleksi keluarga Tan Khoen Swie)

ORNAMEN khas tionghoa menghiasi sebuah bangunan di lereng bukit Dusun Genceng, Desa Sendang, Kabupaten Tulungagung. Ada pagoda kecil, simbol segi delapan Pa Kua, serta patung macan putih. Warga sekitar amat memuliakan bangunan ini karena menjadi gua pertapaan Tan Tik Sioe. Dia adalah pendekar, sastrawan, dan ahli pengobatan Cina.

Konstruksi gua di lereng Gunung Wilis ini mirip bunker atau benteng di dalam tanah. Pengunjung yang hendak masuk harus menuruni tangga melalui pintu kecil selebar setengah meter. Di ruang utama terdapat foto Tan Tiek Sioe semasa hidup, altar doa, dan Ciam Si atau alat meramal nasib yang terbuat dari bambu.

Jelajahi pustaka Kediripedia

Benteng Parasbang, Bukti Perlawanan Arek Malang di Kasembon

Kiai dan Pesantren Tak Pantas Dijadikan Bahan Olok-olok

YLBHI: Kepolisian Harus Menjamin Hak Belajar Faiz di Tahanan

“Tan Tiek Sioe bertapa di gua ini sekitar tahun 1917 hingga 1922,” kata Jito, juru pelihara, Sabtu, 22 Oktober 2022.

Jito menerangkan bahwa tempat ini sebenarnya bukan lokasi wisata. Akan tetapi, siapa saja diperbolehkan berkunjung. Fungsi utama dari gua ini yaitu sebagai tempat ritual sembahyang atau kirim doa. Para peziarah datang dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan ada yang dari Malaysia.

Seorang pengunjung meramal nasib di Gua Tan Tik Sioe menggunakan Ciam Si. (Foto: Ben Sukaya)

Bagi warga Cina di Indonesia dan penganut Kejawen, Tan Tik Sioe menjadi idola karena filosofi ajarannya. Antara lain, selalu mengoreksi diri sendiri, menentramkan pikiran, menerima segala derita yang dihadapi, tahan melarat dan lapar, serta jangan mengeluh.

“Tan Tik Sioe juga populer disebut Pendekar Papak karena beliau memiliki jari yang panjangnya sama rata,” kata Jito.

Dalam catatan sejarah, Tan Tik Sioe lahir pada tanggal 11 Juni 1884 di Surabaya. Ayahnya bernama Tan Liong To dan ibunya berasal dari suku Jawa.

Tan Tik Sioe pindah dari Surabaya ke Tulungagung setelah kedua orang tuanya wafat. Dia bekerja di pabrik minyak kacang milik Tho Lian Hiang. Dalam salah satu tulisannya pada 1916, dia bercerita jika sering mengenakan capil dan baju compang-camping. Salah satu lokasi favoritnya adalah Goa Selomangleng dan Gunung Klotok di Kota Kediri.

Tan Tik Sioe, pendekar dengan jari tangan rata. (Foto: Arya Sheba Pinterest)

Menurut cerita tutur warga Tulungagung, Tan Tik Sioe pernah ditemukan terlantar di dekat persawahan Desa Sumberagung. Dia lalu diambil sebagai anak angkat oleh seorang misionaris Belanda. Ayah angkatnya itu bekerja sebagai pengelola kebun kelapa bernama Onderneming Soemberagoeng Afdeeling Toeloengagoeng.

“Selain di Desa Sendang, Mbah Tik Sioe punya gua pertapaan di daerah Sumberagung, Tulungagung,” ujar Jito.

Setiap perayaan Cap Go Meh di Tulungagung, masyarakat Tionghoa rutin mengadakan pawai barongsai dan liong. Tan Tik Sioe berperan sebagai Sun Go Kong, dewa kera dalam mitologi Cina. Dia mempertunjukkan keahlian silat menggunakan senjata berupa tongkat.

Di kawasan penghasil marmer itu pula dia berhasil menguasai ilmu kesusastraan. Karyanya lalu banyak dipublikasikan melalui media surat kabar terbitan Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta. Dunia penulisan yang ditekuni ini membawanya beririsan dengan tokoh literasi lainnya dari kalangan Tionghoa. Salah satunya adalah Tan Khoen Swie, pemilik toko buku Boekhandel Tan Khoen Swie dari Kediri.

Jito, Juru Pelihara Gua Tan Tik Sioe di Desa Sendang Tulungagung. (Foto: Nike)

Pada foto lawas koleksi keluarga Tan Khoen Swie, Tan Tik Sioe tampak aktif di percetakan yang terletak di Jalan Dhoho Kota Kediri itu. Bersama penulis lainnya, dia ikut berperan mengubah wajah literasi Jawa. Di antaranya, misi perubahan tradisi tulis yang lebih modern menggunakan aksara latin dan Bahasa Melayu.

Perjalanan hidup tokoh Tionghoa ini lalu ditulis ke dalam buku berjudul Biografi Rama Moorti Tan Tik Sioe. Dalam buku karangan Johannes Dharmawan Djajakusuma itu diterangkan jika Tan Tik Sioe menguasai silat tingkat tinggi. Salah satunya adalah jurus “Bidadari Menyebar Kembang”.

Dari Tulungagung, Tan Tik Sioe berkelana menuju Singapura, hingga akhirnya wafat di Penang, Malaysia. Dia meninggal di usia 45 tahun pada 1929. Kontribusinya di bidang sastra, bela diri, dan kepercayaan Tionghoa diabadikan menjadi altar pemujaan di beberapa klenteng di Jawa. Antara lain, Klenteng Hong Tiek Hian dan TITD Hong San Koo Tee di Surabaya, Kelenteng Kwan Im Bio Bogor, Sanggar Pamujan Adem Hatie Temanggung, dan Kelenteng Ma Co Po Jakarta. (Nike Dwi Ardianti, Mahasiswa Program Studi Sosiologi Agama IAIN Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)

Tags: #headline#pendekar#sejaraj#tionghoa#tulungagung
Previous Post

Kompleks Pelacuran Semampir Jadi Hutan Kota

Next Post

Wayang Mbah Gandrung Tetap Anti Alat Transportasi

Next Post
Wayang Mbah Gandrung Tetap Anti Alat Transportasi

Wayang Mbah Gandrung Tetap Anti Alat Transportasi

9 Tips Menghadapi Cuaca Tak Menentu

9 Tips Menghadapi Cuaca Tak Menentu

Discussion about this post

JELAJAHI

  • BISNIS (108)
  • DESTINASI (108)
  • EDUKASI (91)
  • KOMUNITAS (204)
  • KULTUR (218)
  • PEOPLE (240)
  • SURYAPEDIA (87)
  • Uncategorized (7)
  • Video (2)
Kediripedia.com

© 2022 PT. KEDIRIPEDIA MEDIA UTAMA

KERJASAMA

  • Disclaimer
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber

SOSIAL MEDIA

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • HEADLINES
  • BISNIS
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • PEOPLE
  • KULTUR
  • KOMUNITAS
  • SURYAPEDIA

© 2022 PT. KEDIRIPEDIA MEDIA UTAMA