LORONG-lorong tempat dipajangnya puluhan benda bersejarah itu lengang. Hanya ada satu orang wisatawan saja yang datang ke Museum Airlangga Kota Kediri, Rabu siang, 11 Juni 2025. Saking heningnya, suara tapak sepatu pengunjung itu menggema ke seluruh area ruang display museum.
Saat Kediripedia.com melihat buku daftar tamu, pengunjung rata-rata per hari tidak sampai 10 orang. Pada bulan Juni, museum hanya tampak ramai ketika siswa SMP Katolik Santa Maria dan SD Plus Rahmat melakukan study tour.
“Akhir pekan biasanya ramai, tapi kadang hanya satu dua orang saja yang datang. Masih dikatakan minim sebenarnya,” kata Andi Rahadi, juru pelihara Museum Airlangga.
Menurutnya, penurunan jumlah pengunjung sudah terjadi sejak tahun 2013. Hal itu diperparah saat pandemi covid-19. Museum tutup, ketika dibuka lagi pada pemberlakuan new normal, wisatawan masih sepi.
Dia menambahkan, penyebab lain antara lain sarana dan prasarana museum yang belum optimal. Puncak kehadiran orang-orang ke museum terjadi pada tahun 2005 sampai 2013. Hingga kini, keramaian seperti belasan tahun lalu belum terjadi kembali.
“Wisatawan sepertinya lebih tertarik pada kuliner daripada mengunjungi museum,” ujar Andi.
Selain itu, Museum Airlangga kurang disukai anak-anak. Di sekitar lokasi tidak banyak tempat bermain sehingga membuat mereka cepat merasa bosan.
Museum dengan koleksi 373 benda kuno ini buka setiap hari, kecuali Jumat. Terletak satu komplek dengan kawasan wisata Gua Selomangleng, museum ini berada di Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Dengan tiket 7 ribu rupiah, termasuk parkir dan masuk museum.

Ruang pameran berada di dua gedung yaitu arkeologis dan etnografis. Museum arkeologis memiliki koleksi seperti arca, gentong, dan prasasti. Sedangkan, etnografis lebih ke warisan budaya misalnya gamelan, moda transportasi masa lampau, uang kuno, keris, kendi, dan kitab.
“Koleksi museum memang cukup banyak, tapi sayang tulisan informasi tiap benda kurang lengkap,” kata Amri Ardhana, salah satu pengunjung.
Dia melanjutkan, museum sebaiknya menyediakan pemandu agar pengunjung terbantu ketika melihat tinggalan sejarah. Sedangkan pemberlakuan dua kali tiket untuk parkir dan masuk museum itu cukup memberatkan, terutama bagi pelajar.
“Biaya tiket dua kali itu bisa mengurangi minat wisatawan,” Nara Setya Wiratama, Dosen Sejarah Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri.
Menurutnya, Museum Airlangga bukan sekadar gudang penyimpanan benda-benda bersejarah, melainkan sebagai pusat ilmu pengetahuan, khususnya sejarah dan pelestarian cagar budaya. Museum sebenarnya kerap menggelar kegiatan edukatif seperti seminar, diskusi koleksi, dan pelatihan.
Namun, museum sebagai ruang publik masih perlu meningkatkan strategi komunikasi dan kolaborasi. Sehingga, ratusan tinggalan sejarah itu relevan dan diminati, terutama oleh generasi muda. (Devi Armandasari, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post