SPANDUK bertuliskan Toko Buku Tegas masih menempel di kios milik Sumiati. Namun, perempuan 78 tahun itu kini bertahan hidup dengan berjualan tahu kuning, gethuk pisang, dan keripik. Puluhan buku yang belum terjual selama bertahun-tahun tetap dipajang di samping etalase oleh-oleh. Beberapa di antaranya terlihat kusam, bahkan warna kertas sampulnya pudar termakan usia.
“Kalau ada yang beli alhamdulillah, kalau tidak laku biar jadi kenang-kenangan saja,” ujar Sumiati, Kamis, 16 Januari 2025.
Dia menolak menutup toko buku yang buka sejak 1965 itu. Namun, hampir lima tahun terakhir, stok barang dagangannya tidak ditambah. Toko ini tetap bertahan menjual majalah, kamus, novel, kitab, dan Al-Qur’an. Puluhan buku itu ditata di tiga baris rak sepanjang 3 meter.
Toko yang terletak hanya sepelemparan batu di utara Alun-alun Kota Kediri ini tetap beroperasi mulai pagi hingga malam. Pembeli buku tetap ada, namun hasilnya tak lagi bisa diharapkan. Biasanya para pembeli datang menjelang bulan puasa.
“Buku yang masih laku yaitu kitab dan Al-Qur’an,” kata Sumiati.
Menurut Ibu tiga anak ini, pembeli mulai berkurang sejak 2010. Para pelajar sudah tidak membeli buku di toko karena penerbit langsung menyasar sekolah-sekolah. Padahal, dari buku pelajaran itulah penjual buku bisa tetap hidup dan mendapat keuntungan.
Sebelum buka di utara alun-alun Kediri, Toko Tegas beroperasi di ruko di depan mall Ramayana. Akibat penjualan menurun, Sumiati tak bisa memperpanjang kontrak toko yang ditempati sejak 1965 itu.
Puncak lesunya pembeli dirasakan pada masa wabah Covid-19. Pendapatan tak cukup untuk sewa tempat dan menggaji karyawan. Lima orang pegawai terpaksa dihentikan. Sedangkan gedung toko dirobohkan, kini berganti bengkel mobil.
Redupnya bisnis buku di Kediri bukan hanya menimpa Toko Tegas. Beberapa outlet buku itu bahkan sudah tutup. Di antaranya Toko Budaya, Mustika, Permata, dan Anang.
Selain Tegas, salah satu toko yang masih bertahan adalah Toko Oscar yang terletak di barat Batalyon Infanteri Mekanis 521. Toko ini menyediakan buku pengetahuan, cerita anak, novel, kamus, kitab, dan alat tulis. Berdiri pada 1987, kios itu dulunya bisa menjual ratusan buku dalam sehari. Namun, kini rata-rata sepuluh buku saja.
“Dulu saingannya hanya dengan toko-toko lokal, sekarang dengan adanya online saingannya semakin banyak,” Fransisco Oscar, pemilik Toko Buku Oscar.
Dia mengaku kewalahan menghadapi bisnis buku di era sekarang. Menurutnya, pelanggan menurun drastis sejak dibukanya pasar di internet atau marketplace.
Hingga kini, Toko Oscar tidak melayani penjualan secara online. Fransisco menganggap, perlu modal besar untuk merambah pasar bebas itu. Sebab, buku-buku yang dijualnya kebanyakan adalah titipan dari penerbit. Misalnya, Erlangga, Grasindo, Gramedia, dan Ganesha.
“Selain tren penjualan online, keuntungan mulai menurun ketika pemerintah mengganti kurikulum pendidikan,” ujarnya.
Pria Tionghoa itu menambahkan, bisnis buku ini merupakan usaha musiman. Biasanya pembeli berdatangan menjelang tahun ajaran baru atau pergantian semester. Sedangkan sistem pendidikan terkini dibuat lebih fleksibel tanpa memerlukan banyak buku pelajaran. Kebijakan meniadakan ujian nasional juga membuat buku-buku referensi ujian tidak laku.
Encil Puspitoningrum, Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Nusantara PGRI Kediri menilai toko buku di Kota Kediri sepi karena masyarakat beralih menggunakan E-book atau buku digital. Tren belanja online juga memudahkan belanja buku tanpa datang langsung ke toko.
Menurutnya, lesunya bisnis buku ini tidak berkaitan langsung dengan indeks minat baca. Tiap tahun, angka minat baca Kota Kediri mengalami kenaikan, usai menurun pada 2021 akibat pandemi Covid-19. Saat itu, seluruh siswa tengah menjalani sistem belajar dari rumah.
“Kenaikan bisa dilihat dari dorongan membaca buku di sekolah-sekolah,” kata Encil.
Buku digital memang praktis. Tidak khawatir hilang dan rusak, serta dapat dibaca di mana dan kapan saja. Namun menurut Encil, membaca buku kertas lebih direkomendasikan. Beberapa penelitian akademis menunjukkan buku konvensional baik untuk kesehatan mata dan mental.
Dia menyayangkan redupnya toko-toko buku di Kediri. Masa keemasannya barangkali sulit terulang kembali. Toko buku mulai ditinggalkan, di saat indeks baca masyarakat dilaporkan terus meningkat. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post