KASIR minimarket dan mall di Kota Kediri kini dilarang menyediakan kantong plastik. Jika hendak berbelanja, pembeli diminta membawa wadah dari rumah. Sebagian cafe kini juga mengganti sedotan plastik dengan isapan minum berbahan stainless.
Aturan tersebut diterapkan usai komunitas Forum Kali Brantas melakukan aksi teatrikal di depan balai Kota Kediri pada 2023. Mereka menuntut pembatasan penggunaan sampah plastik sekali pakai seperti sterofoam, sedotan plastik, dan kantong kresek. Permintaan itu dikabulkan dengan terbitnya Peraturan Wali Kota No. 30 Tahun 2023 tentang pembatasan penggunaan plastik.
“Aksi itu merupakan bentuk advokasi pencemaran lingkungan, utamanya sungai,” kata Chandra Iman Asrori, Koordinator Forum Kali Brantas, Selasa, 20 Mei 2025.
Menurutnya, dampak jangka panjang sampah microplastik dapat membahayakan ekosistem. Residu yang ditimbulkan bisa merusak kualitas tanah dan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sampah yang mencemari sungai menyebabkan ikan keracunan hingga berakibat pada punahnya ikan endemik.
Microplastik juga dapat masuk tubuh manusia melalui udara, air tanah, dan makanan. Seseorang yang terpapar dalam jangka panjang bisa mengidap gangguan pencernaan, fungsi hati, reproduksi, kanker, dan gagal ginjal.
“Melalui Forum Kali Brantas Kediri, kami mengajak semua orang untuk membatasi penggunaan plastik agar tidak terjadi efek berkelanjutan,” ungkap mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Nusantara PGRI Kediri itu.
Kumpulan para aktivis lingkungan ini membentuk forum pada 27 Oktober 2022. Misinya adalah memulihkan ekosistem sungai terpanjang kedua di Jawa ini dan menyelamatkan dari sampah. Kegiatan utamanya fokus pada riset, edukasi, dan advokasi.
Riset dilakukan setiap dua pekan sekali pada hari rabu di Taman Brantas. Mereka menguji kelayakan air sungai dengan peralatan digital. Hasilnya, Sungai Brantas telah tercemar dengan kandungan fosfat 0,5 miligram per liter. Sedangkan batas maksimalnya hanya 0,2 miligram per liter.
Di sela kegiatan riset, mereka juga mengedukasi tentang pengelolaan sampah. Caranya dengan membuat kelas pelatihan ekologis di sekolah. Sasarannya adalah pelajar setingkat TK hingga SMA.
“Dalam edukasi lingkungan kami menyasar gen z dan alpha karena bisa memberi efek domino atau berkesinambungan,” jelas Chandra.
Edukasi ini juga disertai aksi pemungutan sampah. Misalnya mengajak Siswa Pecinta Alam atau Sispala SMAN 1 Pare, SMAN 2 Pare, dan SMK Chandra Bhirawa Pare memungut sampah di Kali Bringin, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri. Hasilnya, kemasan plastik terkumpul sebanyak 19,23 kilogram.
Temuan sampah itu selanjutnya diadvokasikan kepada Pemerintah Kabupaten Kediri. Dia menuntut pembuatan Peraturan Bupati atau perbub tentang pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. Misalnya, kantong kresek, sedotan, sterofoam, dan gelas plastik.
Menurut pria 22 tahun itu, Kabupatuen Kediri sedang terjerat polusi plastik. Setiap harinya terdapat 19 titik sampah menumpuk di sungai-sungai wilayah kabupaten. Sedangkan, 125 ton per hari juga dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sekoto.

Aksi menjaga lingkungan juga dilakukan Yayasan Langkah Bumi. Mereka turut melestarikan Sungai Brantas. Mereka kerap melakukan aksi bersih sungai, penanaman pohon, dan advokasi.
“Fokus utamanya adalah membangun kesadaran masyarakat terhadap lingkungan,” kata Mohammad Isnan Said, Founder Yayasan Langkah Bumi Indonesia.
Menurutnya, kunci utama pemulihan lingkungan adalah kesadaran masyarakat. Caranya bisa melalui media sosial. Kampanye tentang sampah terus disuarakan lewat saluran Instagram, Tiktok, Facebook, dan Youtube.
Kontennya berisi kegiatan rutin lembaga. Misalnya mapping tumpukan sampah, penanaman pohon, dan edukasi jenis-jenis sampah.
“Dari ratusan penonton, saya yakin ada yang terdampak pada isu lingkungan,” ungkapnya.
Pria 30 tahun itu menambahkan, edukasi tentang isu lingkungan juga digelar secara offline. Pesertanya kebanyakan adalah pelajar dan mahasiswa. Baru-baru ini Yayasan Langkah Bumi Indonesia juga menanam 150 pohon trembesi di bantaran Sungai Brantas. Tanaman bernama latin samanea saman dipilih karena berakar tunggang yang mampu mencegah erosi. Selain itu daun yang lebat menyerap lebih banyak karbondioksida (Co2) di kawasan perkotaan. (Dimas Eka Wijaya)







Discussion about this post