RENTETAN aksi terorisme di Surabaya berupa peledakan bom di tiga gereja dan kantor kepolisian terjadi belakangan ini. Hal tersebut sangat mengejutkan dan menyita perhatian hampir di setiap lapisan masyarakat. Dilandasi rasa keprihatinan, gerakan untuk memekikkan pesan-pesan perdamaian digelar di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya di Kediri, Jawa Timur.
Adanya gejolak semacam itu, direspon oleh masyarakat Kediri raya yang tergabung dalam Paguyuban Lintas Masyarakat (PaLM). Organisasi lintas umat beragama itu menggelar aksi preventif, guna tindakan radikal serupa tidak terjadi kembali.
Malam itu, cahaya lampu yang biasa menerangi Kediri Memorial Park, diganti oleh pendar-pendar temaram dari ratusan lilin. Agenda bertajuk Do’a Bersama Lintas Agama ini, dihadiri ratusan umat dan pemuka agama dari berbagai unsur. Antara lain dari Islam, Hindu, Budha, Kristen, Konghucu, Katholik reksan, dan Penghayat. Selain itu hadir pula komunitas kepemudaan, pemerintah kota dan aparatur daerah.
“Tindakan terorisme di Surabaya bukanlah sebuah kejadian yang mengancam, harusnya itu menjadi pemicu agar kita semakin merekatkan keberagaman dan mempererat ukhuwah kebangsaan,” kata Rudi Kurniawan, ketua panitia acara, Selasa, 15 Mei 2018.
Menurut Rudi, kegiatan itu dilakukan karena ingin menunjukkan bahwa warga Kediri tidak takut atas teror yang telah terjadi. Selain agenda seribu lilin dan doa bersama, ada pula sesi deklarasi perdamaian disertai penandatanganan yang dilakukan oleh semua unsur peserta yang hadir.
Inti dari deklarasi menyatakan bahwa seluruh elemen masyarakat Kediri mengutuk keras aksi terorisme dalam bentuk apapun dan di manapun. Mendukung TNI-Polri untuk mengusut tuntas pelaku dan seluruh aktivitas terorisme di Indonesia; Menjaga kerukunan antar umat beragama sehingga tercipta situasi yang tentram, aman, dan damai; Menentang segala ajakan yang berbau terorisme dan paham radikal, dan menciptakan kedamaian dalam diri pribadi sebagai bekal awal menciptakan perdamaian abadi.
Tiyok, salah seorang anggota organisasi pemuda Katholik itu menilai, situasi yang menimpa negeri ini sungguh sangat memprihatinkan. Dia berharap, acara semacam ini tidak berhenti hanya sebatas acara ceremonial semata. Menurutnya, mencintai Indonesia seperti halnya menjaga cahaya dari lilin pada acara ini; meski mati karena terhembus angin, tapi harus dihidupkan kembali agar terus menyala.
Dalam sesi kongkow, Taufik Al-amin, ketua PaLM mengatakan semua orang punya hak hidup, tak terkecuali. Kesempatan hidup itu lebih berharga dari segalanya, karena itu merupakan anugerah dari sang pencipta. Adanya perbedaan pendapat maupun keyakinan bukanlah sebuah alasan untuk bercerai berai, saling memusuhi atau bahkan saling membunuh.
“Perbedaan harus dimaknai sebagai sebuah kekayaan yang mestinya dirawat dan dijaga bersama,” kata pria yang sehari-hari berprofesi sebagai dosen di IAIN Kediri itu. (Faqihudin Amani)
Editor: Fatikhin