MATAHARI nyaris condong ke ufuk barat, ketika sepeda motor trail yang saya kendarai memasuki Desa Tanggulasri, Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, akhir bulan Juli 2015 lalu. Seperti desa-desa lain di wilayah Kediri, lingkungan tampak bersih, tertata, dan penghuninya rata-rata ramah. Angin kemarau yang menampar muka, tidak terlalu terasa panas, karena banyak kolam ikan di sekitar desa.
Selain Kampung Inggris Pare yang terkenal hingga seluruh dunia, sudah lama saya mendengar tentang budi daya ikan lele yang banyak tersebar di kawasan Pare. Belakangan, banyak teman yang bercerita jika selain dimasak seperti biasa, lele juga diproses menjadi menu baru berupa abon. Irisan daging kecil-kecil yang dihidangkan sebagai lauk-pauk makan itu, selama ini hanya saya kenal berbahan baku daging sapi. Mungkin yang terbaru, abon berbahan baku ontong, bunga pohon pisang berwarna merah.
Dari bertanya ke sana ke mari, tersebutlah nama Ita Noviawati, salah satu peternak lele yang kini mulai memproduksi abon lele. Dengan mengibarkan merk dagang Elora, ibu dua orang anak itu merintis usaha abon lele sejak tahun 2009. “Elora adalah nama perusahaan yang kami ambil dari nama anak kedua kami,” kata Ita di sela-sela mengepak abon yang sudah siap saji.
Sarjana Peternakan lulusan Universitas Brawijaya Malang itu, mendapatkan ide membuat abon lele dari mengikuti perkembangan usaha suaminya yang sehari-hari beternak ikan lele. Banyak ikan lele yang terpaksa dibuang karena umurnya sudah tua, dan badannya terlalu besar untuk dikonsumsi. Para tengkulak ikan hanya mau membeli ikan lele yang ukurannya seperti lazimnya yang dihidangkan di meja makan. “Yang besar-besar disingkirkan, dan seringkali mati sia-sia,” kata Ita. “Kalau nggak gitu, paling dikasihkan tetangga yang mau.”
Di tengah keprihatinan melihat nasib ikan-ikan lele berukuran besar itu, tanpa sengaja Ita dan suaminya melihat tayangan acara kuliner di televisi. Saat itu sedang dibahas proses pembuatan abon bebek. “Tayangan televisi itu memunculkan ide untuk membuat abon dengan bahan baku lele-lele yang selama ini terbuang sia-sia itu,” kisah Ita.
Uji coba membuat abon lele membuahkan apresiasi positif dari tetangga sekitar yang sengaja diminta mencicipi. Mereka mendorong Ita untuk memperbanyak produksi dan menjualnya di pasaran. Selain abon, dirintis juga pembuatan krupuk rambak dan camilan berbentuk stick dengan bahan dasar ikan lele.
Proses pembuatan abon lele tidak terlalu rumit. Semua bagian ikan lele dimanfaatkan, termasuk termasuk tulang dan kulit. Lele berukuran besar dan tua, justru sangat bagus dijadikan abon. Seratnya lebih panjang, sehingga abon tidak mengembang dan tidak keras. “Kalau pakai daging ikan lele yang masih kecil, abon terasa keras dan tidak muwel-muwel,” jelas Ita.
Ikan lele yang kulitnya sudah mengelupas, dikukus bersama tulang dan durinya. Setelah matang, dagingnya diambil, Sedangkan tulang dan durinya dipisahkan, agar bisa diolah menjadi kerupuk rambak dan stick ikan lele.
Dengan alat spinner dan oven, lele yang sudah dicacah, dicampur bumbu. Kemudian diungkep selama sehari penuh agar bumbu merasuk ke dalam potongan ikan lele. Untuk menghindari pemekaran atau mengembang, abon digoreng dan ditiris menggunakan spinner. Setelah itu dioven agar tidak muncul aroma tengik.
Ditanya tentang bumbu yang dipakai, Ita keberatan menjelaskan. Sambil tersenyum, dia mengatakan, “Cari saja di internet, ini rahasia perusahaan.”
Dibantu tujuh orang karyawan, setiap hari Elora memproduksi 10 kilogram abon. Untuk menghasilkan abon sebanyak itu, dibutuhkan bahan baku 35 kilogram ikan lele. Para karyawan semuanya warga sekitar rumah Ita. Jadi selain bisa mengembangkan budi daya ikan lele, usaha abon lele juga menyerap tenaga kerja.
Abon yang telah dikemas, kemudian didistribusikan ke sekitar Kediri, hingga luar kota. Salah satu distributornya banyak memasok untuk kebutuhan pasar di Sidoarjo. Dari situ, kemudian meluas ke kota-kota lain di wilayah Jawa Timur. Biasanya dijual di restoran dan toko oleh-oleh dengan harga per kemasan, Rp 25 ribu.
Menjelang berkumandangnya adzan maghrib, saya berpamitan kepada Ibu Ita yang didampingi suaminya. Sebelum menaiki sepeda motor trail, saya bertanya berapa lama keawetan abon lele. Menurut mereka bisa tahan hingga setahun.
Sambil memutar gas pelan-pelan menuju luar desa, saya berangan-angan. Jika nanti saya kuliah di Yogjakarta, abon lele bisa jadi pilihan hemat untuk menu lauk-pauk sehari-hari. Konon, ikan lele berkasiat meningkatkan kecerdasan. Siapa tahu dengan mengkonsumsi abon lele saya bisa cepat lulus.(*)
Netizer: Harris Gunawan Muhammad, lulusan SMAN 2 Kota Kediri 2015. Kini sedang bersiap-siap kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Editor: DUM