PARA pegiat kebudayaan seperti sastrawan, seniman, musisi, jurnalis, pelukis, dan pendidik, duduk bersama di acara bertajuk “Kenduri Literasi” pada Sabtu, 17 Oktober 2020. Kegiatan yang diinisasi Forum Literasi Kediri atau Forlike itu diwarnai dengan berbagai suguhan karya seni. Di antaranya musikalisasi puisi, folklore, monolog “kaki luka”, sosiloqui “oh aku”, serta puisi dan drama Badrun.
Berlangsung di Joglo Forlike yang berada di kantor Dewan Pendidikan Kota Kediri, puncak acara Kenduri Literasi ini diisi dengan pemutaran dan bedah film Air Mata di Ladang Tebu. Screening film karya sutradara Dwidjo U. Maksum itu dibuka oleh penampilan grup nasyid Alfa Voice. Pada tahun 2018, kelompok penyanyi acapella bergenre islami asal MAN 2 Kota Kediri ini menjadi juara 1 lomba Syiar Anak Negeri Kementrian Agama.
“Film Air Mata di Ladang Tebu sengaja dipilih, selain karena dari segi kebahasaan sangat kaya, juga mengandung sisi humanis yang kuat,” kata Nining Niswati, Sekretaris Forlike.
Dia menambahkan, Forlike terdorong untuk membedah film tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap karya asli orang Kediri. Sesi pemutaran film dan diskusi yang berlangsung selama hampir tiga jam tersebut dipandu oleh Mudjiono. Seniman yang akrab disapa Pak Nono itu adalah penggagas acara Kenduri Literasi.
Selesai film diputar, para hadirin terlibat diskusi aktif dengan berbagai respon, baik berupa apresiasi maupun kritik . Misalnya dari Budi Harsono, budayawan asal Kabupaten Tulungagung itu menyoroti penggunaan kata sowan dalam dialog Warno dan Kirman. Dia merasa kata itu kurang tepat jika dituturkan sebagai bahasa sehari-hari masyarakat pedesaan.
Dari segi teknis, kritik tentang videografi datang dari Arif Kusuma, pengurus organisasi Persatuan Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Kota Kediri. Sedangkan menurut Maryani Gatot Subroto, pegiat macapat Kabupaten Blitar, unsur kesalahan teknis itu tidak mengurangi pesan yang ingin disampaikan dalam film.
“Secara substansial, sinema ini telah berhasil merepresentasikan kehidupan masyarakat di akar rumput,” kata seniman yang populer disapa Ki Maryani itu.
Pendapat yang hampir sama dilontarkan Erick Indranatan, sastrawan asal Jogjakarta yang menetap di Kediri. Kisah tentang cinta Kirman yang kandas sangat kental dengan unsur kontemplatif.
Mendapat respon beragam dari para budayawan, Dwidjo selaku sutradara mengaku sangat gembira. Baginya segala apresiasi, kritik, dan telaah film “Air Mata Di Ladang Tebu” akan menjadi catatan penting di karya-karya mendatang.
“Ini adalah donasi support yang membuat para crew kembali bertenaga untuk memikirkan gagasan yg belum selesai,” kata pria yang akrab disapa DUM itu.
Mendekati berakhirnya acara, hadir sejumlah pemeran film Air Mata di Ladang Tebu. Misalnya Taufik Al-amin yang memerankan Kaji Dullah, Ilunk Musafa sebagai Salim, Eko Wente sebagai tim tebang tebu, dan Wahyu Ananta yang menjadi supir Kaji Dullah.
Acara bertajuk Kenduri Literasi ini merupakan kegiatan pertama Forlike yang melibatkan para budayawan. Kegiatan ini semakin semarak dengan hadirnya lukisan karya Agung Rainbow yang menghiasi sudut-sudut ruangan. Seniman seni rupa lainnya yang juga hadir salah satunya Dodoth F. Widodo Putra, muralis asal Kampung Bendon. Selain itu datang pula Subardi Agan, dosen Universitas Nusantara PGRI; Mbah War, violis Kediri; Alan Hiphop; Danu Sukendro, jurnalis Indosiar; sejumlah mahasiswa serta masyarakat umum.
Dibentuk pada bulan Oktober 2016, Forlike hadir dengan misi mengembangkan literasi di kediri. Forum ini ingin mewadahi orang-orang dari beragam kalangan yang peduli dunia literasi. Misalnya berupa tulisan, film, seni rupa, dan berbagai produk kebudayaan lainnya.
“Cakupan literasi sangat luas, dari seluruh segi kehidupan bisa menjadi bagian dari literasi,” ujar Gatut Lestari, salah seorang anggota Forlike.
Menurutnya, forum ini bermula dari dari Dinas kearsipan dan Perpustakaan Kota Kediri. Orang-orang yang sering berkumpul di Perpustakaan Daerah, membuat forum diskusi tiap dua minggu sekali.
Tiga orang yang mengawali adanya forum ini adalah Jati, Kabag Perpustakaan Daerah Kota Kediri yang menjadi bendahara, Nining Niswati selaku sekertaris dan Maryono yang menjadi ketua. Ketiganya tercatat menjadi pengurus resmi di awal periode terbentuknya Forlike.
Dari awalnya hanya ada 10 anggota, kegiatan berlanjut dengan membentuk kelas menulis dan aspirasi karya. Karya-karya yang ditampilkan berupa puisi, esai dan cerpen. Ada pula pembacaan narasi cerpen dan cerita rakyat.
Nining Niswati, sekretaris Forlike mengatakan bahwa aktivitas berlanjut berupa diskusi mingguan membahas literasi. Anggota bertambah banyak tak hanya kalangan pendidik ada juga seniman, budayawan, wartawan, satrawan dan elemen masyarakat lain. Hingga akhirnya melahirkan acara Kenduri Literasi, yang rencananya akan digelar secara rutin dengan tema yang bermacam-macam. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post