BAGI sebagian orang, berbelanja pakaian bekas menjadi pilihan alternatif memenuhi kebutuhan gaya berpakaian. Hampir seluruh lapisan masyarakat familiar dengan komoditas baju bekas. Selain harganya ramah kantong, kualitasnya tak kalah dengan toko yang menjual baju baru. Di pasar baju bekas, beragam jenis pakaian mulai dari celana, kemeja, jaket, dan kaos bermerek atau branded bahkan dapat dijumpai dengan mudah.
Dalam dunia fashion, istilah untuk menyebut aktivitas belanja ini dikenal dengan thrifting shop. Kawasan yang banyak diisi pedagang pakaian bekas, salah satunya berada di Desa Wonosari, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Daerah tersebut dikenal dengan Pasar Gringging, namun populer juga dengan sebutan Pasar Gombek, akronim dari Gombal Bekas.
Sejak sebelum tahun 2000an, lokasi tersebut menjadi destinasi favorit para pemburu baju bekas berkualitas. Bukan hanya dari Kediri, pembeli juga datang dari daerah lain seperti Tulungagung, Nganjuk, Blitar, bahkan dari Solo dan Semarang.
Para pembeli dari luar Kediri itu datang tak hanya untuk kebutuhan pribadi, tapi untuk dijual kembali. Hal itulah yang mendasari menjamurnya pasar baju bekas di berbagai daerah di Indonesia. Baju-baju bekas dari Kediri, dipasarkan lagi di daerah-daerah yang banyak berdiri kampus-kampus ternama, misalnya Malang, Surabaya, Jember, dan Yogyakarta.
“Meskipun harganya murah, tapi masih layak pakai dan tidak beda jauh dengan baju baru,” kata Abdul, salah seorang pengunjung Pasar Gombek Kediri, Jumat 30 April 2021.
Pria yang berdomisili di Pare itu menambahkan, berbelanja di pasar pakaian bekas salah satunya agar hemat pengeluaran. Menurutnya, jika bisa membeli baju dengan harga terjangkau namun kualitasnya bagus, kenapa harus beli yang baru.
Di Pasar Gombek Kediri, kios baju bekas yang banyak dikunjungi pembeli salah satunya yaitu Toko Hijau. Toko ini merupakan pionir berdirinya sentra baju bekas di kawasan Grogol, Kediri. Hampir semua pedagang baju bekas yang berjejer di Pasar Gombek, mengambil pakaian layak jual dari Toko Hijau.
“Para pedagang lain mengambil baju bekas dari Toko Hijau dengan sistem paket. Tiap satu paket harganya seratus ribu,” kata Wawan, salah seorang pegawai Toko Hijau.
Dia menambahkan, pakaian bekas diambil dari pool baju bekas asal luar negeri, baik di Jawa maupun luar Jawa. Usai barang tiba, baju-baju bekas disortir terlebih dulu. Proses pemilahan dilakukan dengan melihat jenis pakaian, kain, dan kelayakan. Jika ada baju yang rusak, maka akan disendirikan.
Pakaian bekas yang telah disortir lalu ditaruh di tempat display. Ada yang digantung, banyak pula yang diletakkan menumpuk di keranjang. Lokasi perbelanjaan dulunya berada di gudang belakang Toko Hijau, namun sekarang dipindahkan di halaman toko.
Setiap baju bekas dilabeli harga beragam, sesuai kualitas bahan dan modelnya. Jaket maupun celana berbahan jeans serta kemeja flanel dikenai harga antara 50 hingga 100 ribu rupiah. Sedangkan kaos di kisaran harga 35 ribu rupiah.
“Pengunjung Pasar Gombek dari segala usia, baik itu dewasa maupun pemuda,” kata Wawan.
Kegemaran kawula muda berburu baju bekas, berbarengan populernya kembali gaya vintage beberapa tahun belakangan. Tumpukan baju bekas yang didominasi pakaian era lama atau jadul, bagaikan harta karun bagi pemuda yang hendak bergaya vintage maupun retro. Pasar Gombek marak dikunjungi karena belum tentu baju model lawas dengan label branded dapat dijumpai di toko-toko pada umumnya.
Sayangnya, terpaan pandemi Covid-19 membuat Pasar Gombek kini tak seramai tahun-tahun sebelumnya. Beberapa tahun belakangan, akses mengambil baju bekas dari Jakarta, juga dihentikan. Alhasil, stok baju bekas semakin menipis, yang mengakibatkan penurunan penjualan.
“Barang dari luar negeri susah masuk ke Indonesia karena ada pandemi ini,” kata Wawan.
Hal senada diungkapkan Marfiyah, pedagang lainnya di Pasar Gombek. Dalam satu tahun terakhir, pembeli tak seramai dahulu. Menurutnya, persaingan bisnis baju bekas semakin ketat.
“Sekarang banyak toko online yang menjual baju bekas dengan harga murah,” ujar Marfiyah.
Penjualan baju bekas di market place online mulai marak sekitar tahun 2010. Aktivitas belanja baju bekas untuk dijual kembali dianggap sebagai peluang bisnis menjanjikan. Para pelaku bisnis ini didominasi anak-anak muda. Denyut bisnis pakaian bekas itu mencapai puncaknya pada 2015 dan berlangsung hingga sekarang.
Berada di kondisi sulit, para pedagang Pasar Gombek tetap bertahan. Meskipun, kawasan yang terkenal sebagai pusat baju bekas itu kini hanya mengandalkan sisa stok terdahulu. (Laelatul Kaderiah, Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri, sedang magang di Kediripedia.com dalam Program Kampus Merdeka Kemendikbud)
Discussion about this post