PULUHAN ikan tampak mengambang di aliran Sungai Ngrowo. Biota sungai tersebut terlihat lemas dan mati akibat keracunan. Para relawan Susur Sungai mendapati kejadian itu ketika melakukan uji kualitas air pada Minggu, 11 Juni 2023 di Desa Plandaan, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung.
Tim Susur Sungai menyimpulkan bahwa kadar oksigen terlarut di aliran Sungai Ngrowo sangat rendah. Padahal, sungai ini sangat penting karena airnya mengalir ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Di daerah hilir Brantas seperti Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo, sungai ini berfungsi sebagai bahan baku PDAM.
Kegiatan uji kualitas air dilakukan di 4 lokasi, yakni Desa Plandaan, Desa Tawangsari, di bawah jembatan plengkung Mangunsari, dan di dekat outlet pembuangan limbah cair Pabrik Gula Mojopanggung. Selain menguji kualitas air, dalam kegiatan ini juga dilakukan pengambilan sampel mikroplastik, bersih-bersih sungai, inventarisasi timbulan sampah, dan brand audit.
Agus selaku ketua pelaksana kegiatan Susur Sungai Ngrowo mengatakan jika agenda ini diadakan dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Dunia 2023. Para relawan yang mengikuti acara terdiri dari berbagai gabungan komunitas dan perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tulungagung. Komunitas yang terlibat antara lain Aliansi Lereng Wilis Indonesia (ALWI), Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) dan Aliansi Komunitas Sungai Brantas.
“Lewat kegiatan ini, kita ingin mengajak masyarakat ikut terlibat dalam menjaga kelestarian ekosistem di sungai Tulungagung,” kata Agus.
Menurut Agus, kadar air Sungai Ngrowo jauh di bawah standar baku mutu air berdasarkan PP Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Standar ideal kadar oksigen terlarut di sungai minimal 4 miligram per liter. Ketika diteliti, jumlah kadar oksigen Sungai Ngrowo rata-rata di bawah 2 miligram per liter.
Aziz, Deputi Eksternal dan Kemitraan ECOTON menyampaikan, penurunan kualitas air paling parah diduga disebabkan oleh limbah Pabrik Gula Mojopanggung. Di sekitar pabrik, kadar oksigen dalam air hanya 0.4 miligram per liter. Bahkan, suhu air terasa hangat atau mencapai 38 derajat celcius.
“Di suhu tersebut ikan tidak dapat bertahan hidup dan bermigrasi ke tempat dengan suhu lebih stabil,” ujar Aziz.
Selain limbah, mikroplastik menjadi penyebab utama pencemaran Sungai Ngrowo. Berdasarkan hasil uji mikroplastik, ditemukan 111 partikel per 50 liter air, terdiri dari mikroplastik fiber sebesar 56%, filamen 23%, dan fragmen 22%. Fiber tekstil berasal dari limbah hasil cucian baju, filamen dari kresek, serta fragmen dari plastik tebal seperti bungkus sachet.
Tim penelusuran juga juga menemukan 83 timbulan sampah liar di sepanjang sungai. Sampah sebanyak 1 dump truk, 3 tossa dan 1 pick-up itu segera dibersihkan. Sedangkan kegiatan brand audit, tim relawan mengidentifikasi sejumlah 384 sampah plastik.
“Mikroplastik apabila masuk ke tubuh ikan, akan menyebabkan proporsi telur tidak seimbang, dampak jangka panjangnya ikan akan punah,” ungkap Aziz.
Hasil dari kegiatan ini akan dibuat menjadi laporan dan disampaikan ke instansi terkait. Di antaranya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tulungagung dan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) di Surabaya. Harapannya, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut atas adanya pembuangan limbah cair dan sistem perawatan ekosistem sungai. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post