MUSIK bukan hanya sekadar hiburan, tapi juga alat penyampai pesan. Kekuatan lirik yang dibalut harmonisasi nada bisa menggerakkan emosi pendengarnya. Prinsip itulah yang diyakini oleh Sang Saka, kelompok musik asal Kediri, Jawa Timur. Mereka hadir lewat lagu-lagu reflektif seputar politik, pendidikan, hingga luapan kritik atas ketimpangan di masyarakat.
Sang Saka digawangi Ivanka dan Muhammad Fauzy Beuvelman atau Ozy sebagai gitaris. Proses rekaman 8 lagu dalam album pertama mereka memakan waktu hampir 2 tahun. Karya-karya itu juga akan didaftarkan di platform layanan musik digital seperti Youtube, Spotify, Apple Music, dan Joox.
“Ini dilakukan untuk mengamankan karya dari pembajakan,” kata Ivanka, vokalis Sang Saka, pada Selasa 13 Juni 2023.
Dia menilai, banyak musisi band indie yang masih abai mengamankan Hak Cipta. Padahal, upaya ini bukan hanya tentang ekonomi, tapi bagaimana menghargai karya milik sendiri.
Sang Saka baru saja merilis lagu berjudul “Janji” pada Jumat, 9 Juni 2023. Tembang bernuansa musik etnik itu mengekspresikan rasa muak pada janji politik ketika kampanye. Dalam lagu ini juga digambarkan kondisi petani dan buruh yang selalu dirugikan.
“Menjelang Pemilu 2024, lagu ini hadir sebagai pengingat bahwa kita harus kritis pada janji-janji politik,” ujar Ivanka.
Lagu “Janji” adalah satu dari 8 lagu yang masuk dalam album pertama Sang Saka. Beberapa lagu lain di antaranya Tampak Merdeka, Rampok Masa Kini, Soekarno, Nyanyian Alam, dan Rindu Genderang. Semua karya itu diproduksi secara indie atau independen. Sehingga, lagu yang diciptakan murni dari idealisme mereka, tanpa campur tangan pihak label.
Pria kelahiran Lampung itu menyadari jika gaya bermusik Sang Saka berbeda dengan lazimnya musik industri. Seperti kebanyakan musisi indie lainnya, Ivanka tidak peduli selera pasar. Hal terpenting adalah mengedukasi masyarakat lewat musik yang jujur, berkualitas, serta lirik yang menggambarkan keadaan rakyat.
“Produksi lagu dan video klip dikerjakan secara swadaya, bersama teman-teman dari berbagai komunitas,” kata Ivanka.
Sang Saka berdiri pada 2018 di Kampung Inggris, Pare. Nama kelompok ini terinspirasi dari bendera Merah Putih Indonesia. Warna ini sekaligus mewakili musikalitas personilnya. Merah menjadi tanda suara Ivanka yang lantang dengan tarikan nada tinggi. Sedangkan putih mewakili Ozy, lelaki kelahiran Maluku yang menggemari musik etnik, khas kearifan lokal.
Keduanya menemukan chemistry bermusik ketika sama-sama menjadi musisi cafe di Kampung Inggris. Ivanka dan Ozy sepakat membuat karya yang dikemas dengan unsur tradisional. Di semua lagu Sang Saka, dapat dijumpai nada etnik dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa, Maluku, hingga gambus Alor dari Nusa Tenggara Timur.
Lewat musikalitas mereka, Sang Saka sebenarnya bisa saja terkenal dengan meng-cover lagu musisi lain, lalu diunggah di Youtube. Namun, hal itu pantang dilakukan. Menurut Ivanka, memainkan karya orang lain tidak akan membuat Sang Saka berumur panjang, apalagi dikenang generasi mendatang.
“The Police, Pink Floyd, Led Zeppelin, band-band itu dikenal karena orisinalitas musik mereka, bukan hasil cover,” ujar pria 33 tahun itu.
Meramu musik yang genuine merupakan tantangan bagi Sang Saka. Termasuk, bagaimana membuat lirik yang mengkritik, tanpa dibanding-bandingkan dengan Iwan Fals dan Iksan Skuter. Meskipun tak bisa dipungkiri jika karya Sang Saka tak lepas dari keterpengaruhan kedua musisi itu.
Sejak terbentuk 4 tahun lalu, Sang Saka kerap tampil di aksi-aksi sosial yang digelar berbagai komunitas di kawasan Kediri. Misalnya, nDalem Pojok Bung Karno, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, dan Komunitas Cangkir Nusantara. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post