Tradisi Jawa masih terjaga dan dilestarikan hingga saat ini. Salah satunya, yaitu sedekah bumi. Ritual adat ini dilakukan masyarakat Jawa untuk mengungkapkan rasa syukur kepada sang pencipta.
Di beberapa daerah di Pulau Jawa, sedekah bumi masih diramaikan dan menjadi acara yang rutin diadakan, termasuk di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Ratusan warga Dusun Besowo Timur, Desa Besowo, Kecamatan Kepung, melangsungkan kegiatan ini pada Sabtu dan Minggu, 28-29 April 2018.
Dihadiri seluruh warga serta para perangkat desa, kegiatan sedekah bumi disandingkan dengan tradisi lainnya. Di antaranya istighosah, pengobatan massal, kirab pustaka, serta beberapa hiburan seperti karawitan dan pentas seni.
Menurut warga, sedekah bumi merupakan ekspresi rasa syukur atas pemberian keselamatan dan rejeki yang berlimpah selama setahun terakhir. Dengan adanya kegiatan ini, mereka berharap rejeki di tahun mendatang semakin bertambah, serta dijauhkan dari malapetaka.
“Ini adalah tradisi warisan nenek moyang yang kami pegang teguh,” kata Boidi, Kepala Dusun Besowo Timur, Sabtu, 28 April 2018.

Wakil Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT Gudang Garam Tbk. Slamet Budiono, yang turut hadir dalam acara tersebut mengungkapkan, tradisi sedekah bumi ini merupakan kearifan lokal warga Kediri sehingga wajib dijaga dan terus dilestarikan.
“Jangan sampai kita melupakan warisan budaya, dan perayaan ini adalah wujud dari cara menjaganya, sehingga generasi muda sekarang bisa menghormati dan memahaminya,” kata Mbah Mett, sapaan akrab Slamet Budiono.
Mbah Mett mengaku amat mengagumi apa yang menjadi falsafah warga Dusun Besowo Timur, yakni Eling Asale, Eling Baline yang memiliki arti “Ingat Asalnya, Ingat Pulangnya”. Menurutnya, falsafah ini memiliki arti mendalam bagi dia sendiri yang asli Jawa.
“Sebagai orang Jawa, kita jangan sampai lupa asal usul kita karena orang jawa itu menghormati tradisi dan nenek moyang,” ungkapnya.
Beberapa acara seperti karawitan dan kirab pusaka, tambah Mbah Mett, juga merupakan cara untuk melestarikan tradisi. Karena saat ini, karawitan jarang digunakan sebagai hiburan padahal zaman dulu sangat digemari warga.
Lebih jauh dia mengatakan, mengembalikan semangat menghargai tradisi tidak berarti menolak modernisme. Keduanya harus saling berjalan dan tidak saling meniadakan karena samasama penting untuk warga. (Faried Sanjaya)
Editor: Fatikhin