LAPAK-lapak penjual hewan peliharan di Pasar Setono Betek Kota Kediri tampak sepi pada Jumat, 23 Mei 2025. Beberapa bulan sebelumnya, Polisi Kehutanan, aparat kepolisian, dan TNI menyisir pedagang satwa dilindungi di kawasan tersebut. Alhasil, pasar hanya dikunjungi segelintir orang yang hendak membeli ikan peliharaan, burung, kandang, dan makanan hewan.
“Patroli bersama ini bertujuan menyelamatkan satwa liar yang telah ditangkap dan diperdagangkan di wilayah Jawa Timur,” kata Akhmad David Kurnia Putra, Polisi Kehutanan Ahli Pertama Seksi Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah I Kediri, melalui rilis pada Jumat, 14 Februari 2025.
Jumlah satwa liar yang dievakuasi semakin meningkat setiap tahunnya. Dari tahun 2020 hingga Oktober 2024, totalnya 136 satwa. Jenis yang paling banyak adalah mamalia, yaitu 60 hewan.
Sedangkan di Pasar Setono Betek, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir kasus perdagangan satwa liar masih marak. Hewan yang kedapatan diperdagangkan di antaranya kucing hutan, kukang, nuri kepala hitam, elang brontok, trenggiling, dan landak jawa.
Meski saat ini pasar sudah sunyi, menurut keterangan warga sekitar, para penjual satwa ilegal itu tetap beroperasi. Bedanya, transaksi kini dilakukan sembunyi-sembunyi karena sering diawasi aparat. Hewan-hewan dilindungi itu tak lagi ditaruh di display lapak.
“Kebanyakan pedagang hewan tersebut menjual dengan kode-kode rahasia yang hanya diketahui pedagang dan pembeli,” kata salah seorang warga, sebut saja Karim.
Dia menambahkan, hewan yang diperdagangkan itu antara lain landak, trenggiling, dan burung. Di area pasar, satwa-satwa itu tak terlihat karena disembunyikan di antara lorong-lorong lapak maupun disimpan di tempat lain.
Transaksi hewan dilindungi di pasar tradisional masih berlangsung tapi senyap. Hal itu berbanding terbalik dengan aktivitas perdagangan di media sosial. Penjualan satwa dilindungi masih marak.
Dari penelusuran Kediripedia.com, setahun terakhir sedikitnya terdapat lebih dari seratus unggahan perdagangan hewan liar. Misalnya pada sejumlah grup facebook pecinta hewan di Kediri, Nganjuk, Blitar, Trenggalek, dan Tulungagung.

Salah satunya unggahan foto landak Jawa sedang meringkuk di pojok kandang besi. Postingan bertanggal 5 Februari 2025 itu beredar di grup facebook. Meski tak ada keterangan detail dan hanya disertai caption nomor kontak, unggahan langsung diserbu puluhan komentar.
“Cek harga, berapa kilo itu mas,” tulis salah seorang anggota grup di kolom komentar.
Pada unggahan lain yaitu 18 November 2024, landak jawa dengan bobot empat sampai lima kilogram dihargai satu juta rupiah. Sedangkan anakan kucing hutan berjenis prionailurus bengalensis dibandrol satu setengah juta rupiah. Hewan dilindungi lainnya yang dijual bebas yaitu merak dan trenggiling.
Dari data yang dihimpun organisasi perkumpulan pembela satwa liar, Garda Animalia, media sosial yang paling marak terjadi perdagangan hewan dilindungi adalah facebook. Platform ini ramai digunakan para penadah maupun penjual. Sejumlah grup untuk berjualan satwa kini sudah ditutup, tetapi aktivitas transaksinya belum menurun.
“Kami bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menangkap jual beli hewan dilindungi,” kata Suparni, Analis Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur.
Menurutnya, beberapa tahun terakhir oknum penjual satwa dilindungi berhasil diringkus. Hewan itu diambil kembali oleh BBKSDA untuk dirawat dan dikembalikan ke habitat asal.
Dia menjelaskan, oknum yang menjual hewan dilindungi secara ilegal dapat dipenjara 5-10 tahun dengan denda maksimal 200 juta rupiah. Aturan hewan dilindungi di Indonesia berdasar pada undang undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Pada Pasal 21 ayat 2, disebutkan bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati.
“Masyarakat boleh memelihara hewan yang dilindungi, asalkan memiliki sertifikat resmi dari BBKSDA,” ujar Suparni.
Suparni menambahkan, apabila menemukan hewan dilindungi warga bisa segera dilaporkan di kantor setempat. Sedangkan untuk pengungkapan kasus di pasar tradisional maupun online, dia mengatakan bahwa hal itu juga membutuhkan peran masyarakat. Sebagian kasus biasanya terungkap dari informasi warga, kemudian ditindak oleh petugas. (Achmad Fathoni Firmansyah, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)







Discussion about this post