Salah satu entitas yang bisa dijadikan rujukan untuk mengukur denyut nafas sebuah kota adalah keberadaan para perupa. Karya dan keterlibatan orang-orang yang bergelut dalam dunia seni rupa, berpotensi mendorong sebuah kawasan menjadi lebih dinamis dan hidup.
Di Kediri, Jawa Timur, sekelompok seniman secara aktif membaur ke masyarakat luas dan menjadikan ruang publik sebagai tempat berkarya. Tiap hari Minggu, mereka berkumpul, berdiskusi, dan berkarya bersama. Para perupa itu ingin menjadi penyeimbang berbagai budaya dan gaya hidup yang terus hadir memasuki semua relung kehidupan. Aktifitas rutin itu dikenal dengan sebutan #menggoresminggu – diambil dari hashtag yang sering mereka gunakan untuk mensosialisasikan acara tersebut di media sosial.
“Terlampau banyak budaya baru yang datang, akibatnya kita dan kota kita menjadi gagu dan sulit menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi,” kata Urip Santoso, pemrakarsa #menggoresminggu kepada kediripedia.com, Kamis 1 Desember 2016.
Langkahnya didukung sejumlah perupa muda Kediri, seperti Dandy Ardy, Dodoth Widodo Putra, Dyah Purnawati, Fahma Ainu, Andik Rude, dan Woro Puspaningrum. Gerakan itu juga amat terbuka buat siapapun yang ingin terlibat. Mereka boleh mengekspresikan ide dan gagasa seni rupa dalam bentuk apapun. Bisa sketsa, doodle, artwork, lukisan kanvas, bahkan mural dan graffiti.
Aksi mingguan itu dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, pukul 06.00 – 08.00, untuk siswa Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar di Terpal Biru Mas Urip. Lapak itu digelar di kawasan Jalan Doho berbarengan dengan even Car Free Day (CFD). Sesi kedua, pukul 09.00 – selesai, untuk umum, digelar di berbagai tempat yang berpindah-pindah sesuai kesepakatan.
“Siapa saja boleh memberi usul dan masukan tempat, tema, dan rancangan acara #menggoresminggu untuk umum,” kata Dodoth.
Beberapa komunitas yang memperkuat kegiatan itu diantaranya adalah Pasukan Seni Rupa (Panser) Kediri, Doodle Art Kediri, Kolcai (Komunitas Lukis Cat Air), Artileri (Artswork Illustration Kediri), dan Terpal Biru Mas Urip.
Secara aktif, selain mempopulerkan melalui media sosial, komunitas-komunitas pendukung juga menerbitkan buletin “Ruang Rindu” yang dikerjakan Biro Propaganda Hore Hore. Biro yang dibentuk dari kalangan mereka sendiri itu bertugas mensosialisasikan kegiatan dan misi mereka kepada publik. Selain menggarap bulletin dan media sosial, juga meluaskan acara mereka melalui pamflet dan stiker.
“Dananya kami kumpulan dari hasil saweran para pegiat dan simpatisan,” kata Dandy Ardi, mahasiswa yang sedang berkonsentrasi meramu gaya seni rupa ekspresionis dan tragedi.
Sejak digelar pertama di kawasan Jembatan Lama, Kota Kediri pada tanggal 28 Agustus 2016, #menggoresminggu secara rutin bergulir hingga putaran ke-13. Aksi terbaru mereka diselenggarakan di kawasan Gua Selomangleng, hari Minggu lalu.
Sebelumnya di perempatan Bank Indonesia, Gereja Merah, Sasana Graha Surya Kencana Kompleks PT Gudang Garam Tbk., Lapangan Brawijaya & Water Toren, Aloon Aloon Kediri, Jalan Doho, Kantor Karesidenan & Bundaran Sekartaji, Kawasan Ringin Anom & Klenteng, perempatan Retjo Penthoeng, Pabrik Gula Pesantren Baru, dan Jalan Basuki Rahmad depan Hotel Merdeka.
Selain terus menggiatkan #menggoresminggu yang semakin banyak pesertanya, tiap Jumat malam pukul 19.00 – selesai, mereka juga menggelar GNOTA (Guyub Nongkrong Orangtua Asoy). Acara itu berupa belajar bersama dengan materi Artwork Drawing, Doodle Drawing, Lukis Cat Air, Sketsa Wajah, dan Sketsa Suasana. Tempat yang dipilih adalah Kedai Kata Kita di Jalan Perintis Kemerdekaan, sebelah barat Balai Kelurahan Ngronggo.
Saat ini tim #menggoresminggu sedang bersinergi dengan para perupa di Kabupaten Kediri. Mereka mulai menghitung kemungkinan untuk bergerak ke sejumlah tempat bersejarah. Diantaranya, ke situs Calon Arang di Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri dan berbagai candi. .
“Banyak anak-anak kita tidak tahu sejarah tentang Calon Arang, padahal itu merupakan kulminasi sejarah yang bisa dikaji dari berbagai sisi keilmuan,” jelas Dodoth. “Ironis sekali, di Pulau Bali dan dunia internasional nama Calon Arang amat populer, tapi kita tidak terlalu mengenalnya.”
Sepertinya aksi #menggoresminggu masih akan terus bergulir ke seluruh penjuru angin. Para pegiatnya perlu nafas panjang untuk menjaga niat baik, agar tidak kehabisan energi di tengah jalan. Dan itu hanya bisa terjadi jika masyarakat memberi apresiasi baik buat mereka. (Dwidjo U. Maksum)