PULUHAN toko di kawasan Pasar Panjonan, Kelurahan Jagalan, Kota Kediri, tutup. Gembok-gembok berkarat menyegel pintu dan jendela kios-kios tua. Entah sudah berapa tahun tempat penyembelihan hewan itu ditinggalkan penghuninya.
Di balik kesunyiannya, siapa sangka jika pasar ini dulunya kawasan paling ramai di Kediri. Warga yang hendak memotong hewan ternak, berbondong-bondong datang ke Pasar Panjonan. Dari aktivitas itulah, masyarakat Kediri menyebut daerah ini dengan Jagalan.
“Tempat jagal hewan itu dulunya ramai karena memang satu-satunya di Kediri,” kata Slamet, Ketua RW 02, Kelurahan Jagalan, Rabu, 30 Oktober 2024.
Pria kelahiran 1962 itu tidak mengetahui sejak kapan tempat dia lahir dan dibesarkan itu mulai dinamakan Jagalan. Namun, Slamet masih mengingat bagaimana hiruk-pikuk aktivitas penyembelihan hewan pada era 1970 sampai 1980-an.
Saban hari, warga datang membawa sapi, kambing, dan babi untuk diserahkan ke para jagal hewan. Binatang ternak itu kemudian disembelih, dikuliti, hingga dipotong kecil-kecil untuk keperluan hajatan.
Lelaki Tionghoa itu menambahkan, Jagalan menjadi satu-satunya tempat jagal hewan karena telah diatur oleh pemerintah. Hal ini dilakukan agar memudahkan pengawasan terhadap lokasi pemotongan hewan.
“Masyarakat disini sudah tidak ada yang berprofesi sebagai jagal hewan,” ujar Slamet.
Aktivitas penyembelihan di Jagalan berhenti total sejak relokasi pada 1982. Seluruh kegiatan jual-beli direlokasi ke Pasar Setono Betek. Hal ini dilakukan karena Pasar Panjonan sudah tak mampu menampung pengunjung. Sejak lapak-lapak jagal dipindah, Jagalan berangsur-angsur sepi. Bekas kios jagal kini difungsikan sebagai tempat bilyard dan cafe.
Dari riset data Kediripedia.com, tukang jagal merupakan salah satu pekerjaan tertua di dunia. Para antropolog menyimpulkan bahwa manusia telah berburu dan memakan daging sejak hampir 2 juta tahun silam.
Romy, anggota komunitas Pelestari Sejarah dan Budaya Kadiri (Pasak), menjelaskan bahwa kegiatan jagal hewan ini di Indonesia sudah berlangsung sebelum era Kolonial Belanda. Pada prasasti dan naskah dari masa Mataram kuno sekitar abad 8-11 Masehi, ditemukan kata Hajagal. Istilah ini merujuk pada pemotongan hewan ternak atau tukang jagal untuk penyembelihan hewan pada masa silam.
Sedangkan pada masa Kerajaan Majapahit, para penjagal itu termasuk dalam golongan Candala. Golongan ini berbeda dengan 4 kasta ajaran hindu seperti Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra.
“Golongan Cendala adalah kasta para perajin seperti pandai besi, tukang potong hewan, dan sebagainya,” kata Romy.
Menurutnya, keberadaan para jagal itu dianggap profesi penting bagi kerajaan. Raja-raja yang terbiasa makan daging seringkali memerintah para jagal untuk menyembelih hewan untuk dikonsumsi. Sehingga, Jagalan di Kota Kediri yang merujuk pada tempat jagal hewan merupakan bagian dari sejarah dan kearifan lokal.
Dari kajian toponimi atau asal-usul penyebutan daerah, nama kawasan di sekitar Jalan Dhoho Kota Kediri memang identik dengan pekerjaan. Selain Jagalan, ada pula Kemasan yaitu tempat berkumpulnya para perajin emas, serta Pandean yang terindikasi menjadi lokasi para pandai besi. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post