BEBERAPA tahun terakhir, fenomena sound horeg marak dijumpai di berbagai kegiatan masyarakat. Suara keras dan menggelegar ini digunakan pada acara seperti karnaval, bersih desa, hingga perayaan kemerdekaan. Sebagian kelompok menganggapnya hiburan, tapi banyak pula yang menolak karena terlalu bising hingga mengganggu ketenteraman.
Pondok Pesantren Besuk, Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan mengeluarkan fatwa sound horeg haram. Keputusan dihasilkan usai para ulama menggelar Bahtsul Masail Forum Satu Muharram (FSM) 1447 hijriyah pada Kamis-Jum’at 26-27 Juni 2025. Rapat tersebut dihadiri perwakilan santri dari ponpes se-Jawa dan Madura. Bahtsul Masail adalah musyawarah ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang membahas masalah tematik dan aktual di masyarakat.
“Di mana pun tempatnya dilaksanakan dan mengganggu ataupun tidak, hukumnya tetap haram,” kata KH. Muhibbul Aman Aly, pengasuh Ponpes Besuk dalam siaran langsung Bahtsul Masail yang tayang di Youtube pada Jumat, 27 Juni 2025.
Menurutnya, keputusan ini tak hanya memandang dampak suara yang dihasilkan. Namun, juga mempertimbangkan mulazim atau konsekuensi sosial budaya yang turut menyertainya.
Faktor lain yang melatarbelakangi sound horeg haram karena mengandung syi’ar fussaq yang menyimpang dari ajaran agama. Kegiatan itu mengundang orang berjoget dan adanya percampuran antara laki-laki dengan perempuan. Sound horeg berpotensi terjadinya maksiat seperti minum-minuman keras.
“Hukum haram untuk sound horeg ini sifatnya berdiri sendiri tanpa harus ada larangan dari pemerintah,” jelasnya.
Dari ribuan video yang tersebar di media sosial, banyak kerugian yang dialami masyarakat akibat soung horeg. Misalnya kaca pecah, genteng roboh, dan atap jatuh akibat getaran suara. Demi truk bermuatan puluhan sound bisa lewat, fasilitas publik seperti gapura, jembatan, pembatas jalan, dan tiang listrik bahkan harus dirusak. Di sejumlah tayangan, anak kecil dan lansia diduga meninggal akibat terpapar suara bising.
Bahtsul Masail itu juga membahas pemutaran musik dalam sound horeg selalu melebihi batas. Jika maksimalnya 85 desibel maka sound horeg bisa mencapai 130 desibel. Aktivitas ini seringkali dilakukan saat perayaan kemerdekaan, tahun baru islam, takbir keliling, hingga peringatan maulid Nabi Muhammad SAW.
Dari sudut pandang kesehatan, suara keras dapat menyebabkan masalah fisik dan mental. Paparan bunyi yang melebihi 85 desibel mengakibatkan gangguan pendengaran. Kebisingan juga meningkatkan stres, gangguan tidur, dan tekanan darah tinggi.
“Jika terpapar dalam waktu lama bisa menyebabkan ruptur membran tympani atau pecahnya gendang telinga,” kata Elida Mustikaningtyas, Dokter Spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher (THTKL).

Dokter yang membuka praktik di Klinik Salsabila Kediri ini menjelaskan, telinga manusia hanya boleh menerima intensitas kebisingan 130 dB dalam waktu kurang dari 0,5 detik. Jika melebihi itu, saraf pendengaran bisa rusak, bahkan berpotensi tuli. (Dimas Eka Wijaya)







Discussion about this post