Setiap daerah di penjuru negeri pasti menyimpan ragam kuliner yang mempunyai sisi unik dan cita rasa yang khas sesuai lingkungan asalnya, demikian pula yang dimiliki oleh Kediri. Namanya sompil, kuliner dengan sensasi rasa yang lain dari kuliner kebanyakan ini dapat kita jumpai di kawasan batas wilayah Kediri dan Tulungagung, tepatnya di Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Bandri dan Sumiati, pasangan pemilik warung kecil di sekitaran makam Gus Miek menyuguhkan sompil sebagai sajian utama. Untuk menuju kesana pun sangat mudah, bisa mengambil jalur menuju makam Gus Miek, sekitar 100 meter setelah masuk dari jalan besar, ada gang kecil arah ke selatan. Di ujung gang itulah kita dapat menemui makanan bernama sompil, makanan unik dengan rasa pedas yang menjadi ciri khasnya.
“Mau pesan apa, Sompil atau Bothok,” tutur Sumiati kepada para pembeli. Selintas memang penampakan sompil ini tak jauh beda dengan lontong sayur yang sering kita jumpai. Hal itu pun juga dibenarkan oleh Sumiati, istri dari Bandri. “Sompil itu ya lontong sayur, kan biasanya dikasih gilingan kedelai, tapi biar beda, ini dicampur sambal pecel,” kata wanita berusia 50 tahun itu, sambil ia menuangkan kuah sayur dari panci ke dalam piring yang menjadi wadah sompil.
Pasangan yang sudah berjualan selama 10 tahun itu biasa meracik sompil bersama guyuran sambal pecel yang lengkap dengan rebusan sayur mayur seperti kembang turi, cambah dan sawi putih. Untuk urusan budget menikmati Sompil tak perlu khawatir, harganya semurah senyum Sumiati ketika melayani pembeli. Hanya dengan Rp. 5.000 saja, kita bisa menikmati olahan lontong sayur kegemaran masyarakat pedesaan.
Probo Purnomo, salah seorang karyawan sebuah perusahaan asal Sidoarjo, mengaku dirinya baru berkenalan dengan sompil olahan Sumiati. “Kebetulan ini lagi perjalanan ke rumah saudara di Blitar, jadi saya sempatkan mampir ke sini,” ucapnya sembari menunggu pesanan sompil. Pria berbadan tegap ini merasa penasaran berdasarkan cerita dari seorang temannya. “Kata teman saya, rasanya enak dan unik, jadi saya mau coba” tambahnya. Selesai makan, Probo yang juga memboyong istri dan dua anaknya ini pun kembali memesan sompil untuk dibungkus, agar saudara yang ingin ia kunjungi juga ikut merasakan cita rasanya.
Warung milik Bandri ini buka pada pukul 1 siang sampai pukul tengah malam. Namun tak jarang, pukul 9 malam dagangannya sudah terjual habis. Terlebih bila makam Gus Miek sedang ramai akan peziarah. Bandri bersama sang istri akan kewalahan melayani penikmat sompil yang berdatangan dari berbagai daerah. “Kalau ada pengajian atau acara besar di makam, biasanya saya masak agak banyak, soalnya lebih ramai” kata Sumiati, ibu satu anak itu.
Adanya sompil di pinggiran Kediri, tentu semakin menambah kekayaan kuliner. Agar terus lestari, sepertinya makanan ini perlu dicoba. (Kholisul Fatikhin)