BERMULA dari sekadar pakaian dalam militer Inggris, kaos oblong menjelma sebagai busana keseharian mayoritas penduduk dunia. Di kehidupan masyarakat sekarang, kaos dapat difungsikan pula sebagai alat penyampai pesan. Mulai dari urusan pariwisata, politik, budaya, komunitas, hingga dunia hiburan; kaos menjadi media promosi yang efektif.
Popularitas kaos yang semakin berkembang memicu lahirnya industri-industri kreatif di berbagai negara, termasuk Indonesia. Beberapa nama yang dikenal misalnya merek Dagadu di Yogyakarta dan Joger dari Bali. Selain di dua kawasan tersebut, bisnis clothing kini juga tumbuh di daerah lain. Salah satunya di Kediri, Jawa Timur, terdapat brand Kaos Gaplek: akronim dari “Gampang Nemplek”.
“Melalui produk ini kita mencoba mengenalkan berbagai kekayaan kearifan lokal di Kediri,” ujar Rizky Kana Oksamal, pengelola Kaos Gaplek, Rabu, 23 September 2020.
Lelaki 33 tahun ini menjelaskan, sejak resmi berdiri pada tahun 2010, Kaos Gaplek telah memproduksi sedikitnya 50 desain t-shirt bertema Kediri. Baik itu destinasi, kesenian, budaya, sejarah hingga kuliner. Misalnya, kaos bergambar Gereja Merah, Simpang Lima Gumul, Jembatan Lama, bahkan petikan kalimat “Tanah Jawa Kalungan Wesi” dari Sri Aji Jayabaya, Raja Kediri.
Beragam desain kaos tersebut dapat dijumpai di gerainya yang terletak di Jalan Adi Sucipto 68, Banjaran, Kecamatan Kota, Kota Kediri. Bila tak sempat berkunjung, contoh produk dapat dilihat di akun media sosial Kaos Gaplek seperti Facebook dan Instagram. Selain kaos, Risky kini mulai merambah jenis fashion lain seperti topi, jaket, dan celana. Setiap item dikenakan harga berbeda, antara 85-100 ribu tergantung ukuran dan jenis.
Di periode awal merintis usaha, sirkulasi penjualan diakui Risky tak terlalu berjalan mulus. Delapan desain yang masing-masing dicetak sebanyak dua lusin, tak terlalu ramai peminat. Selain brand belum begitu dikenal, segmen pasar juga belum menemui sasaran.
“Promosi lalu kita gencarkan ke orang-orang Kediri yang berada di perantauan,” kata vokalis grup band reggea Rastafara Nusantara itu.

Berkat strategi tersebut, kondisi bisnis perlahan berkembang. Kaos mulai dibanjiri pesanan setelah dipromosikan ke Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan para mahasiswa di luar Kediri. Bagi orang-orang Kediri yang kini tinggal di perantauan Kaos Gaplek adalah obat kangen.
Per bulan omset yang dihasilkan berkisar 5-15 juta rupiah. Angka penjualan meningkat berkali-kali lipat ketika mendekati bulan puasa hingga hari raya lebaran. Di masa tersebut, sedikitnya 1000 potong kaos berhasil terjual.
“Adanya terpaan pandemi virus corona ini penjualan turun signifikan sekitar 80 persen,” ujar Risky.
Meski pendapatan tengah mengalami masa paceklik akibat wabah, dia terus memutar otak agar bisnis yang ditekuni selama 10 tahun tetap berjalan. Beberapa strategi yang ditempuh salah satunya dengan memperluas jaringan. Entah itu dengan komunitas dan entitas lainnya yang mulai tumbuh di Kota Kediri.
Upaya tersebut nampaknya berhasil. Ketika kediripedia singgah ke gerai Kaos Gaplek, dijumpai sejumlah ibu-ibu dari ikatan alumni SMA Katolik Santo Augustinus Kediri. Mereka tengah sibuk memilih jaket yang disablon secara custom untuk keperluan reuni.
Risky meyakini, dunia clothing sampai kapan pun tidak akan pernah surut. Sebab, baju sudah menjadi kebutuhan dasar. Untuk itu, dibutuhkan ide-ide segar untuk bisa bertahan dalam persaingan di bisnis kaos. Dengan upaya terus menyuguhkan inovasi baru, dia percaya Kaos Gaplek ke depan dapat semakin berkembang. Seperti halnya brand Dagadu dan Joger yang lebih dulu dikenal masyarakat Indonesia. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post