BEBERAPA orang menyalurkan aspirasi mereka melalui beberapa cara. Ada yang berekspresi melalui seni musik, sastra, orasi ataupun tulisan. Aji Prasetyo salah satunya, hingga kini ia terus menyampaikan gagasan dan kritiknya melalui komik-komik karyanya.
Aji, sapaan akrabnya serius menekuni dunia gambar-menggambar sejak tahun 1995, saat ia memutuskan masuk ke Jurusan Pendidikan Seni rupa Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikan (IKIP) Malang. Di kampus yang kini berubah nama menjadi Universitas Negeri Malang (UM) itu, ia mengasah skill seni rupa, utamanya lukis dan gambar.
Setelah menyelesaikan studinya pada 2001, ia semakin mantap terjun ke dunia seni. Namun, tak seperti kawan-kawannya yang lebih condong ke seni lukis, pria kelahiran Pasuruan itu memilih menekuni komik. Baginya, komik lebih dapat menggambarkan sebuah permasalahan secara gamblang dan detail daripada selembar lukisan di atas kanvas.
“Komik adalah salah satu alat saya menyampaikan kritik dan pendapat saya,” ujarnya saat dihubungi Kediripedia pada Rabu, 24 Mei 2023.
Beberapa karya seniman yang tinggal di daerah Pasar Gadang, Kota Malang itu memuat sejarah dan isu-isu sosial. Selain sebagai hiburan, komik baginya adalah sarana edukasi untuk publik. Dengan gaya sarkas, satir, dan jenaka, Aji ingin karyanya bisa diterima semua kalangan.
Karya pertama yang pernah ia terbitkan berjudul “Hidup Itu Indah” pada tahun 2010. Komik perdananya yang berisi kritik-kritik sosial dan ajakan toleransi itu laku keras di pasaran. Walaupun sempat menimbulkan konflik hinga produksi dihentikan, ia tak patah arang. Aji semakin memantapkan diri berkiprah menjadi seorang komikus.
Pada tahun 2015, Aji membuat jaringan sendiri untuk mendistribusikan karyanya. Selain membuat komik di platform digital, Aji mengisi kolom-kolom di majalah Intisari, mojok.co. ataupun kerjasama dengan beberapa perusahaan yang ingin menggunakan jasanya.
“Menjadi komikus ya banyak suka dukanya terutama penghasilan yang tidak menentu, tapi saya senang karena bisa ikut mencerdaskan bangsa,” ungkapnya sambil tertawa kecil.
Dosen tamu di Universitas Ciputra itu beberapa kali mendapat penghargaan atas hasil karyanya. Pria 46 tahun tersebut pernah meraih 3rd Silver Winner di Kompetisi Komik Indonesia 2013 dan Kosasih Award pada tahun 2016 berkat karyanya berjudul “Harimau dari Madiun”. Beberapa kali ia juga menjadi delegasi komikus Indonesia di ranah Internasional, seperti di Santorini Biennale Art Festival di Yunani 2012, Frankfurt Book Fair di Jerman 2015, George Town Festival 2016 Penang Malaysia dan beberapa event internasional lainnya.
Kini, pengurus Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU ini tengah aktif membuat karya-karya terkait sejarah dalam seri komiknya. Menurutnya banyak hal-hal yang salah kaprah dalam sejarah yang terus dipelihara hingga sekarang, termasuk mitologi, pengkastaan dan penghormatan berlebihan terhadap kultus atau tokoh tertentu.
“Tentu saya banyak juga yang memprotes karya saya, tidak semua orang setuju,” ucap pengelola Kedai Kopi Tjangkir 13 tersebut.
Sebagai seniman komik, Aji terbuka jika ada yang ingin berdiskusi dan belajar bersama terkait pembuatan naskah cerita komik. Ia berharap agar wacana kritis terus selalu terbangun di seluruh kalangan masyarakat, baik seniman, petani, pengusaha atau masyarakat umum lainnya.
Komik-komik karya Aji Prasetyo bisa dinikmati melalui platform digital berbayar karyakarsa.com dan instagramnya @aji_komik. Bagi yang berminat membaca versi cetaknya, Aji bekerja sama dengan penerbit juga menjualnya di pasaran. Beberapa bukunya antara lain “Hidup itu Indah”, “Awalnya Karena Rempah”, “Kidung Malam”, “Teroris Visual”, “Harimau dari Madiun” dan judul-judul lain. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post