SETELAH 424 hari menjelajahi kepulauan Indonesia, Ekspedisi Indonesia Baru akhirnya selesai. Senin, 28 Agustus 2023, perjalanan dinyatakan finis ketika tim tiba di Tol Kayangan, Jawa Tengah.
“Alhamdulillah, Puji Tuhan, kami bisa menyelesaikan perjalanan ini dengan selamat,” kata Dandhy Laksono, salah satu personel ekspedisi.
Ekspedisi mengelilingi Indonesia naik sepeda motor ini dimulai dari Desa Sigempol, kawasan Pegunungan Dieng, pada 1 Juli 2022. Tim Ekspedisi Indonesia Baru melibatkan personel lintas-generasi: Farid Gaban (Generasi Boomer), Dandhy Laksono (Generasi X), Yusuf Priambodo (Generasi Y) dan Benaya Harobu (Generasi Z).
Lebih dari setahun berjalan, Ekspedisi Indonesia Baru menempuh jarak sekitar 11.000 km. Mereka melintasi 26 provinsi dan 120 kota, serta melakukan 16 penyeberangan antar-pulau: Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Sulawesi, Papua, Maluku Utara, Kalimantan, dan Sumatera. Tim mengunjungi titik terbarat di Pulau Weh, Aceh, dan titik paling timur di Jayapura, Papua.
Ekspedisi ini bertujuan merekam imajinasi dan harapan warga tentang Indonesia, meneliti dan mencatat keragaman hayati, serta merangkai simpul-simpul komunitas sepanjang perjalanan. Tim membawa pulang 18 terabytes rekaman video dan 12.000 frame foto bertema keindonesiaan.
Selama perjalanan, mereka sudah memproduksi 5 judul film dan 1 serial dokumenter berisi beragam topik. Mulai dari pertanian hingga maritim dan kelautan; dari masyarakat adat hingga keragaman hayati yang tecermin dalam kuliner, tenun dan obat tradisional; dari pariwisata hingga problem tambang nikel dan geotermal; dari perkebunan sawit hinga konflik agraria; dari masalah ibukota baru (IKN) hingga hak atas rumah.
Lewat konsep Bioskop Warga, film-film dokumenter tersebut telah diputar di 200 lokasi/komunitas yang tersebar di Indonesia. Di antaranya lewat “layar tancap” pedesaan, warung-warung kopi perkotaan, masjid, gereja, hingga kampus-kampus.
Tak hanya di Indonesia, Serial Dokumenter “Dragon for Sale”, yang berisi 5 film tentang kontroversi pariwisata Pulau Komodo dan “10 Bali Baru”, juga telah diputar di 8 kampus Amerika Serikat. Sedangkan rencana penayangannya di Labuan Bajo sempat dibatalkan polisi.
“Kami juga mengunjungi 10 Taman Nasional yang mewakili keragaman ekosistem Indonesia, meski dengan banyak catatan, kata Farid Gaban.
Di usia lebih dari 60 tahun, Farid masih sanggup mendaki Gunung Rinjani (3.726 MDPL) maupun menyelam di Ternate dan Teluk Saleh, Sumbawa.
Bagi Farid dan Dandhy, ini merupakan perjalanan kedua keliling Indonesia. Pada 2009, Farid melakukan Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa bersama jurnalis Ahmad Yunus. Sementara Dandhy melakukan Ekspedisi Indonesia Biru enam tahun setelahnya bersama fotografer Suparta Arz. Dua ekspedisi itu juga dilakukan dengan bersepeda motor selama kurang lebih setahun.
Pada Ekspedisi Indonesia Baru ini, perjalanan dikelola dengan sistem koperasi yang beranggotakan anak-anak muda, jurnalis, aktivis lingkungan, dan konten kreator.
“Ini pengalaman pertama saya keliling Indonesia dan kami telah melalui hal-hal yang luar biasa sepanjang perjalanan,” ungkap Yusuf Priambodo yang bergabung dengan ekspedisi lewat proses seleksi.
Sementara anggota termuda adalah jurnalis muda Benaya Harobu dari Sumba (NTT) yang meninggalkan pekerjaannya untuk bergabung dalam ekspedisi ini.
“Saya tidak menyesal. Apa yang saya alami, jauh melampaui pengalaman kerja di mana pun,” ungkap Benaya.
Setelah selesai ekspedisi, kini Koperasi Ekspedisi Indonesia Baru akan mulai mengolah dokumentasi hasil perjalanan agar bisa dikonsumsi dan bermanfaat bagi publik.
“Semoga apa yang kami upayakan menjadi sumbangan bagi perubahan di Indonesia menjadi lebih baik. Karena itulah esensi dari Ekspedisi Indonesia Baru,” pungkas Rumiyati, pimpinan Koperasi Ekspedisi Indonesia Baru yang berbasis di Wonosobo, Jawa Tengah. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post