PRIA yang mengenakan ikat kepala khas Jawa itu duduk bersila. Kepada Kediripedia.com, Doni Wicaksono, vokalis band Immortal Rites menunjukkan satu persatu album black metal berisi puluhan lagu ciptaannya. Sejak tahun 1997, musisi ini selalu menyelipkan bahasa Jawa Kuno atau aksara Kawi setiap menulis lirik metal. Baginya, musik bernada agresif itu adalah alat melestarikan warisan budaya yang hampir terlupakan.
“Aksara Kawi semakin terpinggirkan dan nyaris punah di tengah masyarakat modern,” kata lelaki berusia 45 tahun itu, Jumat, 20 September 2024.
Melalui musik cadas, dia dan teman se-bandnya berupaya mengangkat kembali aksara Kawi. Menurutnya, menjaga budaya lokal sama pentingnya dengan menciptakan karya seni yang berpengaruh. Terlebih, bahasa Jawa kuno itu pernah menjadi bagian penting peradaban Kediri, misalnya pada Prasasti Harinjing.
Nama Immortal Rites diambil dari lagu band Amerika, Morbid Angel. Immortal berarti abadi, dan rites adalah ritual. Makna itu menggambarkan misi menjaga keabadian nilai-nilai budaya, termasuk aksara Kawi melalui karya musik.
“Kalau tidak dikemas dalam kesenian populer, masyarakat tidak akan tahu,” kata Doni.
Dengan musik metal, dia berharap masyarakat lebih mengenal dan menghargai warisan budaya. Keunikan lainnya adalah bagaimana band ini memadukan tema-tema sejarah lokal dengan genre metal yang umumnya dikaitkan dengan hal-hal gelap dan mistis.
Lagu-lagu seperti Api Hitam, Batara Api, dan Api dari Timur, diambil dari cerita sejarah Kediri. Lirik-liriknya terinspirasi dari peristiwa dan kawasan Kediri yang dikenal sebagai Kota Api. Sebutan Kota Api dalam bahasa Jawa Kuno adalah Dahanapura, yang menjadi ibu kota Kerajaan Kadiri. Pada era modern, Dahanapura kemudian disingkat penyebutannya menjadi Daha.
Beberapa tahun lalu, band asal Kediri ini pentas di hadapan pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Lewat penampilan itu, Immortal Rites ingin menunjukkan bahwa aksara Kawi bisa digunakan di luar konteks akademis dan spiritual.
Kiprah Immortal Rites tidak hanya diakui oleh penikmat musik metal, tetapi juga mendapat sambutan positif dari komunitas budaya. Selain bermusik, Doni dan rekan-rekannya juga aktif mengajarkan huruf Kawi kepada masyarakat luas. Mereka membuka kelas aksara Jawa Kuno melalui grup WhatsApp yang diikuti peserta dari seluruh Indonesia.
“Kita sudah mengadakan tiga pertemuan akbar termasuk di Kediri, yang semuanya berfokus pada pelestarian aksara Kawi,” ujar pria asal Kelurahan Bangsal, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri itu.
Sepanjang 27 tahun perjalanan band, konser terjauh yang pernah dilakukan yaitu tampil di Malaysia pada 2017. Mereka membawakan satu album berisi lagu-lagu dengan lirik bahasa Jawa Kuno.
Selain itu, band ini sengaja tidak merilis lagu-lagu mereka di Spotify. Langkah itu bertujuan untuk menjaga eksklusifitas karya. Jika ada penggemar yang hendak mengapresiasi, mereka bisa membeli album berupa CD maupun merchandise.
Immortal Rites ke depan akan terus menelurkan lagu berlirik Jawa Kuno. Perpaduan antara musik cadas dan nilai budaya tradisional adalah sesuatu yang unik dan layak diperjuangkan. Mereka juga ingin membuktikan bahwa musik metal bukan hanya tentang rasa frustasi, kemarahan, dan pemberontakan, tapi bisa menjadi alat menyuarakan pelestarian budaya. (Dwi Yuli Muslimah, Mahasiswi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Kediri, sedang magang di Kediripedia.com)
Discussion about this post