SIMBAL drum dipukul sebanyak tiga kali, menandai dimainkannya intro lagu Sesaat Kau Hadir. Lagu karya Utha Likumahua itu menjadi pembuka pertunjukan musik oleh Komunitas Jazz Tulungagung. Bertempat di halaman cafe Hakui Kopi 0km, irama groove dimainkan lewat tiupan saxophone yang berpadu dengan ketukan drum, gitar, piano, dan bass.
Masing-masing alat musik itu dimainkan dengan improvisasi beat lemah. Dalam jazz, teknik ini disebut sinkopasi. Di tengah pertunjukan, para pemain melantunkan lagu jazz tradisional antara lain What a Wonderful World, Tenor Madness, Autumn Leaves, dan Take The a Train.
Dimainkannya lagu-lagu populer itu membuat suasana kedai kopi di selatan Perempatan Tugu Jam Tulungagung ini seketika berubah seperti bar-bar di kota New Orleans, Amerika Serikat. Di kawasan pelabuhan itulah, musik jazz lahir dari teriakan para budak-budak Afrika pada abad 19.
“Para anggota komunitas bebas memainkan berbagai genre jazz,” Pepy Stevanus, ketua Komunitas Jazz Tulungagung, Senin, 15 Juli 2024.
Musisi jazz Tulungagung rutin tampil di cafe Hakui Kopi 0km setiap senin malam pada acara bertajuk Nyeneni Jazz. Selain jazz tradisional, mereka juga memainkan genre jazz fusion seperti The Chicken, Chameleon, dan Strasbourg Saint Denis.
Menurut Pepy, misi terselenggaranya Nyeneni Jazz masih berkaitan dengan kisah-kisah kelahiran musik Jazz. Di dalamnya terdapat spirit pemberontakan yang ditunjukkan lewat kebebasan improvisasi para musisi ketika memainkan irama jazz.
“Musik yang kami mainkan mungkin asing di telinga masyarakat Tulungagung. Tapi kami tak peduli,” kata pria 28 tahun itu.
Dia menambahkan, dengan rutin mengadakan pertunjukan setiap seminggu sekali, harapannya musik jazz Tulungagung dapat diterima masyarakat. Mereka juga kerap mengupload video pentas ke akun IG Komunitas Jazz Tulungagung. Dengan begitu, pertunjukan ini bisa dinikmati para penggemar jazz di Indonesia bahkan dunia.
“Adanya komunitas jazz, semakin memperkaya blantika musik di Tulungagung,” Mohammad Rosyidul Haq, pemilik kedai Hakui 0km.
Menurut pria 32 tahun itu, sebuah kawasan yang memiliki kelompok musisi jazz tentu lebih menarik. Sebab, tak semua kota di Indonesia berdiri komunitas jazz. Tercatat hanya 56 komunitas yang berkegiatan rutin bermain jazz yang tergabung dalam Komunitas Jazz Indonesia (KJI). Komunitas Jazz Tulungagung menjadi salah satu kelompok yang rutin tampil.
Komunitas Jazz Tulungagung didirikan pada tahun 2010. Inisiasi ini mulai terbentuk berkat dorongan Samuel Samual, saxofonis asal Tulungagung yang malang melintang di kancah musik jazz Indonesia. Musisi yang kerap tampil bersama Tompi itu rutin mengajak diskusi musik jazz, hingga berlatih memainkan instrumen. Berdirinya komunitas ini kemudian membuka kesempatan para musisi Tulungagung mengikuti event jazz di Jawa Timur.
“Acara Nyeneni Jazz semoga menjadi jembatan bagi kami tampil di acara jazz nasional,” kata Pepy.
Sajian musik jazz yang dimainkan pada acara Nyeneni Jazz cenderung kolaboratif. Agar jazz tidak terasa asing, aransemen dipadukan dengan pop, rock, dangdut, reggae, dan keroncong. Lewat cara ini, pengunjung cafe tertarik ikut bernyanyi, serta mengambil video penampilan para musisi untuk diunggah ke media sosial.
Dalam waktu dekat Komunitas Jazz Tulungagung akan menggelar event jazz berskala nasional. Kawasan Tulungagung memiliki potensi alam berupa laut dan pegunungan yang layak dijadikan venue pagelaran musik jazz. Jika acara itu berhasil terselenggara, harapannya dapat mengenalkan musisi jazz Tulungagung ke blantika jazz nasional. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post