ANGIN musim kemarau bertiup kencang, ketika sekelompok anak meriung di bawah pepopohan rindang. Siang itu, para murid Sekolah Alam Ramadhani Kota Kediri sedang asyik belajar, bermain, dan menghafal. Di tengah keseruan tersebut, seorang anak terpaksa belajar terpisah dari teman-temannya. Murid yang mengalami speech delay (lambat bicara) itu harus belajar di kelas khusus dengan pendampingan intensif.
Anak kelas 1 Sekolah Dasar itu tampak belajar sebuah permainan berbasis kata-kata. Ketika gurunya meminta menirukan warna bola, anak berseragam merah putih itu kesulitan. Bibirnya sudah bergerak, suara keluar dari mulut tapi artikulasinya tidak terlalu jelas, hampir mirip orang gagu atau bisu. Dia lantas berkomunikasi lewat gerakan tangan, meminta guru untuk mengganti jenis permainan.
“Sejak tiga tahun lalu, setiap ajaran baru selalu ada anak speech delay,” kata Ulya, Pengasuh Sekolah Alam Ramadhani, Jumat, 19 Juli 2024.
Menurut ibu dua anak itu, kebanyakan murid speech delay itu adalah anak yang mengalami masa pertumbuhan saat Pandemi Covid-19. Masa pandemi ini berlangsung pada tahun 2020 hingga awal 2023. Penggunaan gawai yang berlebihan membuat interaksi anak hanya satu arah. Anak hanya mampu menangkap informasi, tanpa ada timbal balik komunikasi, sehingga kesulitan melafalkan kata-kata.
Menurut Ulya, penanganan anak dengan keterlambatan bicara berkaitan dengan anak kebutuhan khusus (ABK). Dalam kegiatan belajar, mereka memerlukan seorang pendamping. Selain menyampaikan materi pembelajaran, interaksi secara langsung amat penting.

Di Sekolah Alam Ramadhani, terdapat 2 anak speech delay yang kini mendapat pendampingan khusus. Selain siswa di tingkat SD, anak lambat bicara lainnya yaitu seorang murid taman kanak-kanak. Anak berusia 5 tahun itu terbata-bata ketika hendak mengungkapkan sesuatu. Jika pendamping tidak memahami kemauannya, dia seringkali berteriak bahkan menangis.
“Kalau anak di usia 2 tahun belum bisa mengucapkan kata ‘ibu, ayah, mama, papa’, kemungkinan besar itu speech delay,” kata Ulya.
Kasus speech delay di Kota Kediri tak hanya dijumpai di Sekolah Alam Ramadhani. Kediripedia.com mengunjungi sejumlah lembaga pendidikan yang membuka kelas khusus bagi anak lambat bicara.
Salah satunya yaitu Sekolah Lisa yang berada di Kelurahan Lirboyo, Mojoroto, Kota Kediri. Di sekolah ini, terdapat 44 anak yang mengalami speech delay.
“Setiap tahun jumlah anak speech delay ada penambahan,” kata Lilik Ayuningtyas, Wakil Kepala Sekolah Lisa.
Dia menjelaskan, metode belajar yang diterapkan dimulai dari melatih pengucapan kata. Setelah para siswa menguasai, mereka diajak menonton film yang interaktif, serta belajar menghafal cerita di film tersebut. Di tahap akhir, mereka diberi tugas untuk menceritakan kegiatan sehari-hari. Menurut Lilik, dorongan agar anak mau bercerita itu bisa mempercepat kelancaran bicara.

Selain materi pembelajaran, proses pemulihan dilakukan dengan metode terapi. Rumah-rumah terapi anak kini turut bertumbuh seiring jumlah kasus speech delay yang terus meningkat di Kota Kediri. Misalnya, Rumah terapi anak Risky Aulia di Kelurahan Banaran, Kota Kediri.
“Rahang anak dipijat untuk melemaskan otot, ini berguna untuk memperlancar artikulasi bicara,” kata Risky Aulia Fitriana, pemilik Rumah Terapi.
Perempuan yang akrab disapa Risky itu juga melakukan terapi wicara menggunakan metode komunikasi dua arah. Anak diajak bercakap-cakap, tapi menghindari pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak. Pertanyaan yang ditujukan harus mengandung unsur “kenapa” dan “bagaimana”. Sehingga, anak bisa mengeksplorasi jawaban serta terbiasa untuk bercerita.
Pada jurnal yang diterbitkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2024, sebanyak 10-20% anak di Indonesia mengalami keterlambatan bicara. Artinya, 2 dari 10 anak kesulitan mengucapkan satu-dua kosakata tertentu pada usia seharusnya. Bahkan, beberapa di antaranya tak bisa bicara hingga di umur sekolah dasar.
“Youtube tidak salah, faktor utama yang melatarbelakangi speech delay adalah kurangnya perhatian orang tua,” kata Hanis Ribut Masakara, Dosen Program Studi Psikologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri.
Menurut Hanis, anak harus mulai diajak berkomunikasi bahkan sejak dalam kandungan. Hal ini bisa merangsang kemampuan sensorik anak, utamanya kemampuan berbahasa. Sebab, bahasa adalah modal anak untuk berpikir, serta mengekspresikan perasaan. Keterampilan dasar ini berguna agar anak bisa leluasa berinteraksi dengan lingkungan hingga dia dewasa. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post