MUNCULNYA kamera dengan format digital, menggeser eksistensi kamera roll film atau yang populer disebut kamera analog. Namun, sebagai alat mengabadikan momen, kamera ini belum sepenuhnya ditinggalkan. Coba ketik hashtag #indo35mm di media sosial Instagram. Pasti muncul unggahan ratusan ribu foto hasil jepretan orang Indonesia menggunakan kamera analog.
Ramainya postingan itu membuktikan jika kamera analog kini tidak hanya difungsikan menjadi hiasan interior saja. Kamera analog masih digemari meski secara teknis cara menggunakannya cenderung rumit. Berbeda dengan kamera digital, jika hasil fotonya jelek bisa langsung hapus. Hal tersebut tidak bisa dilakukan di kamera analog karena gambar diambil menggunakan roll film atau klise.
“Gambar yang dijepret tidak bisa langsung dilihat. Prosesnya harus sangat hati-hati, apabila salah roll film bisa terbakar,” kata Firmansyah Triwijaya, penghobi kamera analog asal Kota Kediri, Senin 4 April 2022.
Hobi ini mulai dia tekuni pada tahun 2017. Sebab, di tahun-tahun sebelumnya kamera roll bisa dikatakan berada di masa-masa redup. Roll film jarang dijumpai, bahkan sekitar tahun 2012 harga film mulai meningkat. Baru sekitar lima tahun belakangan roll film kembali mudah didapat, seiring munculnya gairah mencintai benda lawas atau vintage.
Pada tahun 2021, Firman mendirikan Lab Infinity Kediri bersama ketiga temannya sesama pecinta kamera analog. Bisnis yang berada di Jl. Wilis Mulya No.34, Campurejo, Kota Kediri itu menyediakan jasa servis, cuci foto, dan penjualan roll film. Satu roll film merk kodak jenis color plus danpro image gold dijual dengan harga antara 100 hingga 200 ribu rupiah. Jika berminat membeli roll film bisa juga lewat marketplace online, harganya kurang lebih sama. Sedangkan merk kamera analog yang masih umum digunakan hingga sekarang di antaranya merk Fujica, Seri SLR Canon, Nikon, Pentax, Minolta, Olympus, Yashica, Ricoh, dan Rollei.

Menurut Firman, keseruan mengoperasikan kamera analog terletak pada sisi keteraturan dan kedisiplinan mematuhi dasar fotografi. Sebab, fotografer tidak bisa langsung melihat hasil foto seperti halnya kamera digital. Jadi untuk menangkap momen menjadi karya visual, aspek pencahayaan seperti shutter, diagfragma, dan ISO roll film harus diperhitungkan.
Ketika memotret menggunakan analog, selalu ada kejutan melihat hasil foto. Bisa jadi gambar blank hitam, atau kerusakan lainnya. Akan tetapi jika setting sudah pas, error semacam itu dapat dihindari. Sehingga, foto dengan karakter warna unik pun bisa didapat.
“Tiap roll film mempunyai filter dan karakter tersendiri, hal tersebut tidak dapat ditemukan di kamera digital,” kata pria yang akrab disapa Bajaj itu.
Dengan adanya filter bawaan, foto tidak perlu lagi diedit lagi warnanya. Sebab, hasil pembakaran film sudah menghasilkan karakter warna yang unik. Ketika foto sudah jadi dalam bentuk lembaran, proses selanjutnya yaitu mengubahnya ke dalam format digital. Proses itu dilakukan agar gambar dapat diunggah ke berbagai platform media sosial.

Beberapa di antara penghobi kamera analog di Kota Kediri termasuk Firman, berhimpun ke dalam sebuah komunitas. Salah satunya, Komunitas Analog Kediri. Mereka banyak menyasar tempat yang menjadi landmark Kota Kediri. Misalnya, Klenteng Tjoe Hwie Kiong, Stasiun Kediri, Bantaran Sungai Brantas, dan Jalan Dhoho.
Ketika berbagai tempat itu dijepret menggunakan analog, kesan lawas atau jadul amat terasa. Ada paduan unsur warna yang tidak dijumpai di kamera digital.
“Karena karakter warnanya yang dihasilkan berbeda, saya jadi selalu merasa tertantang dan ketagihan bermain kamera analog,” kata Ra Aditya Satria Pamungkas.
Pemuda asal Pesantren, Kota Kediri itu mulai menggemari kamera analog sejak tahun 2019. Dia tertarik mengoperasikan analog karena ingin mencoba hal yang non-digital.
Menurutnya, mengoperasikan kamera analog bisa mengasah skill fotografer. Esensi memakai kamera analog lainnya yaitu mengajarkan untuk lebih berhati-hati dalam mengambil foto. Jumlah roll film tidak banyak apalagi harganya agak mahal, jadi tidak bisa asal motret sehingga terbuang sia-sia. (Ryan Dwi Candra)
Discussion about this post