JURNALIS Al Jazeera, Shireen Abu Akleh tewas ditembak tentara Israel saat meliput berita operasi militer di Kota Jenin, Palestina, Rabu, 11 Mei 2022. Shireen masih mengenakan rompi bertuliskan “Press”, ketika ditemukan tergeletak dengan luka tembak di kepala. Tragedi itu menyita perhatian internasional karena melanggar aturan terkait keamanan jurnalis.
Narasi seputar Shireen yang wafat saat melakukan tugas jurnalistik, menjadi refleksi dalam peringatan World Press Freedom Day (WPFD) di Kediri, Jawa Timur, pada Jumat, 20 Mei 2022. Acara tersebut diikuti para jurnalis, aktivis pers mahasiswa, sastrawan, seniman, dan pergiat literasi. Mereka mengheningkan cipta sebagai bentuk solidaritas atas kematian tragis Shireen.
“Kebebasan pers yang sudah dicanangkan tidak secara otomatis membuat kerja jurnalis menjadi aman,” kata Aditya Rahmad, pegiat pers mahasiswa sekaligus Ketua panitia acara WPFD.
Penembakan yang dialami jurnalis Al Jazeera, menggambarkan beratnya tantangan jurnalis yang mencari informasi. Sehingga, jurnalis harus dilindungi karena mereka bekerja untuk publik. Kegiatan yang digelar di Aula Utama Universitas Islam Kadiri (UNISKA) ini adalah agenda kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kediri, dan Fakultas Hukum UNISKA.
Selain tragedi yang dialami Shireen, belakangan ini banyak tantangan yang dialami kalangan aktivis dan pers. Banyak pembungkaman aktivis ketika menyuarakan kritik. Tak sedikit juga jurnalis diperkarakan dan dianiaya karena berita kritis.
Danu Sukendro, ketua AJI Kediri menjelaskan bahwa peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia harus jadi momentum agar kebebasan bereskpresi tetap terjaga. Banyak hambatan yang harus dilalui jurnalis ketika meliput berita, walaupun di Indonesia sudah ada Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 terkait perlindungan pers dan kerja-kerja jurnalistik.
Sepanjang tahun 2021, AJI mencatat terdapat 43 kasus kekerasan yang dialami jurnalis. Bahkan, data dari Reporters Without Borders (RSF) menunjukkan jika Indonesia mengalami penurunan indeks kebebasan pers, dari urutan ke-113 pada tahun 2021 tahun 2022 urutan 117.
“Ironis. 24 tahun reformasi, namun kebebasan pers masih terbelenggu bahkan sudah menunjukkan pemberangusan seperti era Orde Baru, namun dengan pola yang lain,” ujar Danu.
Setelah acara sambutan usai acara dilanjutkan dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) bersama perwakilan Fakultas Hukum UNISKA. Danu berharap, nota kesepahaman ini dapat memperkuat advokasi jurnalis, sehingga bisa memaksimalkan peran pers sebagai fungsi kontrol bagi pemerintahan.
“MoU ini akan diimplementasikan dalam program perlindungan hukum bagi jurnalis,” kata Zainal Arifin, Dekan Fakultas Hukum UNISKA.
Acara peringatan kebebasan pers di UNISKA ini merupakan puncak dari agenda acara WPFD yang digelar AJI Kediri dan PPMI. Seminggu sebelumnya, mereka menggelar talkshow di salah satu stasiun televisi swasta yang membahas represi terhadap pers mahasiswa.
Kegiatan WPFD di Kediri itu diwarnai sejumlah penampilan seperti musik, pembacaan puisi, dan aksi teaterikal. Sejumlah kelompok seni yang pentas di antaranya Sang Saka, UKM Amoeba, Teater Gusti, Teater Kanda, Teater Adab, Perjal Pare, dan Teater Merah Putih. Setiap pementasan menampilkan beragam kritik atas terbelenggunya kebebasan berekspresi dan gambaran keresahan atas penderitaan rakyat. (Ahmad Eko Hadi)
Discussion about this post