DUNIA literasi agaknya semakin menggeliat, ditandai dengan munculnya berbagai komunitas penulis. Salah satunya Komunitas Nulis Aja Dulu (NAD) yang mewadahi hobi menulis, tempat belajar, dan mengembangkan ide bersama pegiat literasi di Indonesia.
Berdiri sejak 2018, komunitas ini berhasil mengumpulkan lebih dari 25 ribu anggota dan menggelar puluhan kegiatan literasi. Pada Oktober 2020, para pendiri NAD membentuk PT Nakara Aksara Dunia. Lewat badan hukum itu mereka berkomitmen lebih gencar dalam memajukan literasi di tanah air.
Baru-baru ini, NAD secara resmi meluncurkan program NAD Academy 2022. Kegiatan itu digelar untuk menajamkan kemampuan para penulis seperti riset, pendalaman materi, dan membangun narasi. Program ini juga dijadikan sebagai masa inkubasi bagi penulis untuk menghasilkan karya berupa novel. Mereka akan diberi waktu hingga akhir tahun 2022 atau kurang lebih 4 bulan untuk menulis novel dengan tema tembakau.
“Para peserta melalui seleksi terlebih dahulu, kriteria yang harus dipenuhi yaitu tulisan mereka sering muncul di grup dan sering dimuat di media massa,” kata Brigitta Innes, Public Relation NAD Academy, Sabtu, 20 Agustus 2022.
Peserta diseleksi oleh para admin NAD tanpa campur tangan dari pihak lain atau murni dari internal. Penilaian juga dilihat dari keaktifan mengikuti event reguler setiap tahun, mulai dari Battle Challenge, 30 Hari Menulis, dan Fun Flash Fiction. Hal yang tidak kalah penting yaitu bagaimana penulis menjaga attitude. Misalnya, pengggunaan media sosial bukan untuk menyebar kebencian atau menyampaikan berita hoaks.
NAD Academy 2022 diikuti 11 partisipan terpilih. Kegiatan dimulai dari pendalaman materi melalui perjalanan riset atau field trip ke beberapa daerah. Mulai dari mengunjungi PT Sukun Wartono Indonesia, PT Djarum, Museum Kretek, Museum Jenang di Kudus, perkebunan tembakau di Temanggung, dan perkebunan teh di Wonosobo.
“Dari daerah yang dikunjungi mereka bisa riset dan bertemu langsung dengan orang-orang di lapangan yang akan menunjang karya mereka nanti,” ujar Innes.
Selama proses inkubasi, mereka akan didampingi oleh para mentor. Di antaranya Hermawan Aksan, Kurnia Effendi, Iksaka Banu, Mohamad Sobary, dan Triyanto Triwikromo. Kemudian, mereka juga akan didampingi oleh para fasilitator seperti Awi Chin, Felix Nesi, dan Anggraini Rani Adityasari.

Kurnia Effendi, salah satu mentor mengatakan, dalam menyusun sebuah cerita khususnya novel, tidak cukup hanya dibuat beberapa hari dengan riset seadanya. “Banyak elemen yang dibutuhkan agar menjadi karya yang baik, mulai dari riset mendalam, pengembangan karakter setiap tokoh, hingga bagaimana menghadirkan alur cerita yang menarik,” ucap Kurnia.
Kelak, para peserta tidak hanya mengerjakan tugas mereka dengan kurun waktu sampai akhir tahun nanti. Mereka juga akan menjadi Brand Ambassador NAD untuk literasi. Saat novel tercetak, mereka akan road show untuk memperkenalkan karya. Kegiatan berkeliling itu juga digunakan untuk menyampaikan pesan dan semangat literasi kepada orang-orang di sekitar.
Puspa Seruni, salah satu peserta dari Bali mengatakan jika program ini amat menarik. Dengan menggali berbagai sudut pandang, para penulis nanti akan melahirkan karya novel yang beragam.
“Saya harus berjuang dan belajar agar bisa menyelesaikan buku ini dengan baik,” ucap salah satu penulis di emerging Ubud Writers and Readers Festival tahun 2022 itu.
Puspa mengambil genre novel berupa slice of life. Dia mengangkat kisah seorang anak perempuan dari petani tembakau dan mantan buruh pabrik rokok linting. Rencananya mengambil setting lokasi di Jawa Timur dengan tema secara garis besarnya bagaimana menyoroti usaha tembakau, utamanya pertanian yang mulai banyak ditinggalkan oleh anak muda lantaran tidak keren. Termasuk juga menyoroti seluk-beluk permasalahan dan alur tembakau.
Selain genre slice of life, ada pula fiksi fantasi yang disampaikan oleh akademia lainnya yakni Oberheim Zildjian Harahap yang berasal dari Bogor. Ozil, sapaan akrabnya, mengambil cerita dengan sudut pandang tembakau sebagai personifikasi seorang dewi yang rencananya akan diberi judul Menculik Dewi Srintil.
“Rasa persaudaraan di komunitas ini sangat kental, antara mentor, fasilitator, dan antar-peserta seperti tidak ada jarak,” katanya.
Dalam kesempatan berbeda, salah satu fasilitator NAD Academy Anggraini Rani Adityasari menambahkan jika program ini amat menantang. Menulis dalam waktu singkat tetapi dengan kualitas yang dituntut tinggi pasti bukan hal yang mudah.
Beberapa sinopsis yang diajukan peserta masih mentah, karena bahan riset belum diterima. Namun, sebagian sudah mulai lengkap dengan detail alur cerita, tetapi masih banyak lubang yang harus diisi dengan data. Penulis perlu keluar dari zona nyaman masing-masing, dan berani mencoba hal baru.
“Secara keseluruhan, tiap peserta unik, punya ide yang berbeda-beda,” ujar Rani.
NAD Academy angkatan pertama 2020 telah menghasilkan tujuh penulis yang buku-bukunya sedang proses cetak dan PO bekerjasama dengan Pastel Books (Mizan). Mereka adalah Eki Saputra, Prima Taufik, Windy Marthinda, Rahmat Hidayat, Erlyna, Tazkia Irsyad, dan Jenny Seputro. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post