JIKA muncul pertanyaan tentang apakah ada kelompok mahasiswa yang eksistensinya melebihi organisasi intra kampus, jawabannya tentu saja ada. Salah satunya adalah Ludruk Milenial, komunitas film yang berbasis di Kota Kediri, Jawa Timur.
Berdiri pada tahun 2018, sejauh ini mereka sudah memproduksi sebanyak 9 film pendek dan berbagai konten audio visual lainnya. Ludruk Milenial beranggotakan 11 mahasiswa dari Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri.
“Karena perkumpulan ini bukan organisasi intra kampus, maka pendanaan produksi diambil dari iuran anggota,” kata M. Nizam Bahy Ghufron, Koordinator Ludruk Milenial, Kamis, 4 Februari 2021.
Nizam menambahkan, adapun perlengkapan yang digunakan setiap produksi seperti kamera, perekam suara, dan tripod, merupakan barang milik pribadi anggota. Jika ada piranti yang dirasa kurang, mereka terpaksa menyewa. Hal yang terpenting adalah Ludruk Milenial bisa menjadi wadah belajar dalam proses pembuat film.
Segala aktivitas produksi film dipusatkan di rumah M. Arif Nur Triyoga, salah seorang personil Ludruk Milenial. Rumah yang terletak di Jalan Sunan Ampel Gang 1 Kota Kediri itu digunakan untuk berdiskusi, editing, maupun menyimpan alat. Untuk mendukung kelancaran produksi, kamar tidur Arif dimodifikasi menjadi studio. Ruangan itu dilengkapi peredam suara, lighting, dan properti lain yang dibeli dari iuran swadaya anggota.
“Inspirasi membentuk komunitas ini berasal dari acara Reality Show Televisi,” kata Arif.
Gagasan awal itu muncul berbarengan dengan acara Festival Komunikasi (FESKOM) 9 tahun 2018 di IAIN Kediri. Kala itu, Arif yang ditemani oleh Nizam dan Amina Asmawi, diberi tugas menyebarkan pamflet di kawasan Kampung Inggris, Pare. Ketika beristirahat di salah satu warung kopi, Nizam secara tidak sengaja melihat acara Reality Show “Alasan Kita Putus” yang saat itu sedang trending.
Usai beberapa menit melakukan pengamatan, mereka menyimpulkan jika ternyata membuat konten semacam ini secara teknis tidak sulit. Sepulang dari Kampung Inggris, tekad ketiga mahasiswa itu semakin bulat untuk membentuk wadah berkarya. Tujuan awalnya pun sederhana. Sebagai bentuk penyaluran hobi dan aktivitas mengisi waktu luang di sela waktu kuliah di Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) IAIN Kediri.
“Kami lalu mengajak teman-teman KPI lain yang mempunyai minat serupa tentang dunia audio visual,” ujar Nizam.
Selain Nizam, Arif, dan Amin, personil Ludruk Milenial lainnya adalah M. Najib Zamzami, Rendi Putra Tri Yudistira, Wahyu Andri Tri Cahya, M. Azmi Putra Prayoga, M. Yoga Irfanudin, Redha Umar Abdul Aziz, M Manarul Hidayat, Retno Pratiwi Kinasih, Jihan Farikha, dan Ainunnisa Oktaviana.
Nizam melanjutkan, pemilihan nama Ludruk Milenial tercetus dari ide salah satu personil, Redha. Mereka mengambil filosifi ludruk, yaitu kesenian drama tradisional dengan lakon cerita keseharian yang diselingi humor. Sedangkan penyematan kata Milenial, menandakan generasi masa kini yang erat dengan dunia digital. Sesuai namanya, film produksi Ludruk Milenial mengusung cerita-cerita populer seputar keseharian masyarakat.
Dia melanjutkan, proses pendalaman baik secara teknis maupun jalan cerita semakin diasah lewat festival film. Adanya persaingan dalam setiap lomba membuat mereka terpacu untuk mengevaluasi dan membenahi kekurangan dalam setiap produksi film.
Dari sembilan film yang telah digarap, beberapa di antaranya menyabet gelar juara pada festival film tingkat universitas. Di antaranya:
- “Berani berhenti” Juara 1 di UIN Walisongo Semarang dan Juara 2 Festival Film IAIN Surakarta.
- “Paradogma” Juara Harapan 2 Lomba Pionir PTKIN
- “Sawang Sinawang” Juara 2 Festival Film Universitas Brawijaya Malang.
- “Karya di Tengah Pandemi” Juara 1 di IAIN Kediri
- “YOTRO” Juara Harapan 1 Festival Film Pekan Cinta Rupiah Bank Indonesia.
Di akhir tahun 2020, Ludruk Milenial bekerjasama dengan Karangtaruna Kota Kediri memproduksi film Pejuang Kampung (PEKA). (Moh. Yusro Syafi’udin)
Discussion about this post