PULUHAN aktivis lingkungan tampak serius berburu hewan invertebrata di aliran Sungai Bruno Desa Puhsarang, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada Minggu 14 Agustus 2022. Invertebrata adalah bahasa latin untuk menyebut hewan tak bertulang belakang seperti capung, udang, siput, dan cacing. Keberadaan binatang tersebut dapat memberikan petunjuk sejauh mana kualitas air serta kemungkinan adanya gangguan ekosistem sungai di lereng Gunung Wilis itu.
Pemantauan kesehatan sungai di dekat Gereja Puhsarang ini diinisiasi oleh ECOTON, Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah. Penelitian itu dilakukan bersama 9 komunitas dari Kediri. Di antaranya, Yayasan Hijau Daun Mandiri, Rumah Zakat, Kediri Ben Resik, BEM UNIK, Mapala Pelita UNP, Brigade Popok, Envigreen Society, dan komunitas Ijo Royo-royo.
“Metode pengambilan sampel biota air untuk melihat kesehatan sungai ini dikenal dengam biotilik atau biomonitoring,” ujar Aziz, Manager Legal dan Advokasi ECOTON.
Biotilik merupakan metode paling sederhana karena hanya perlu mengumpulkan hewan yang hidup di dasar, tepian sungai, maupun biota yang menempel di bebatuan. Binatang yang ditemukan lalu dicocokkan dengan katalog yang berisi gambar jenis hewan dengan klasifikasi sensitif terhadap pencemaran.
Lewat cara ini kondisi kualitas air dapat tergambar dalam kurun waktu yang singkat. Sekitar 1 hingga 2 jam, status air sungai di lereng Gunung Wilis itu bisa diketahui.
“Dari pengamatan kami, aliran air Sungai Bruno sudah tercemar, namun tarafnya masih sedang,” kata Aziz.
Dia menambahkan, air sungai tercemar akibat banyaknya lahan pertanian yang menggunakan pestisida. Zat-zat desinfektan itu berasal dari sawah di sekitar Sungai Bruno. Selain itu, pencemaran juga berasal dari limbah rumah tangga karena juga ditemukan kandungan deterjen.
Akan tetapi, penelitian biotilik ini belum bisa mengetahui apakah air sungai masih layak dikonsumsi atau tidak. Untuk mendapat kepastian tersebut harus melalui uji kimia di laboratorium.
Dari pantauan Kediripedia.com, arus Sungai Bruno ini mengalir menuju Sungai Brantas. Secara otomatis, aliran air juga melewati permukiman di kawasan Kota Kediri.
“Sungai-sungai kecil di Kota Kediri yang mengarah ke Brantas akan kita periksa, demi kelestarian lingkungan dan kebaikan bersama,” kata Anang Kurniawan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan (DKLHP) Kota Kediri.
Menurut Anang, aliran Sungai Bruno berada di wilayah pegunungan, sehingga kecil kemungkinan akan berdampak bagi warga Kota Kediri. Selama ini juga tidak ada warga yang minum langsung dari aliran sungai.
Dalam waktu dekat, ECOTON berencana menyisir aliran air di hulu Sungai Brantas lainnya di wilayah Kota maupun Kabupaten Kediri. Penelitian tersebut harapannya dapat membantu kinerja dari pemangku kebijakan pada sektor lingkungan. Hasil pengamatan bisa menjadi dasar pemerintah untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk di wilayah padat, pengadaan fasilitas pembuangan sampah di sekitar permukiman, hingga sosialisasi pada pelaku industri dan petani untuk mengurangi penggunaan pestisida. (Kholisul Fatikhin)
Discussion about this post