Kini, Desa Rembang dikenal sebagai Desa Bunga atau Sentra Tanaman Hias. Padahal, awalnya desa ini dikenal usaha tanaman penghijauan.
TERBERSIT SETITIK PENYESALAN di benak Kasenan. Mengapa pohon-pohon Angsana di pinggir jalan kawasan Pabrik Rokok Gudang Garam itu harus ditebangi, setahun silam?
Bukan sekadar hijau dan rimbun di seputar jalanan beraspal. Tapi, sejatinya, pohon Angsana itu adalah ‘benang merah’ penyambung Gudang Garam dan kawasan Desa Bunga, di Rembang, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri.
Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Mulanya, Desa Rembang lebih dikenal dengan bibit pohon penghijauan. Bunga dan berbagai tanaman hias yang saat ini berjajaran di pinggir jalan raya Tulungagung – Kediri, tepatnya di Desa Rembang, Ngadiluwih itu baru muncul belakangan.
“Kawasan industri tanaman penghijauan ini sudah ada sejak jaman Belanda, tahun 1949. Yang pertama, kalau di sini namanya Pak Giman,” kata Kasenan. Pria 78 tahun ini melanjutkan usaha kakaknya, Basyir yang meninggal dunia padal awal 70-an.
Namun, tanaman penghijauan itu baru menanjak pada tahun 1971. Ketika itu, pemilik Gudang Garam Coa Jien Hwie memesan ribuan tanaman penghijauan, Angsana.
Coa Jien Hwie singgah di rumah Kasenan. “Singgahnya di sini.” Namun, Jien Hwie tak mau hanya pesan kepada Kasenan. Dia membeli tanaman pada semua pengusaha tanaman di Rembang.
Maka, berbagai jenis tanaman penghijauan itu ditanam di sepanjang jalanan beraspal di Gudang Garam maupun di dalam kompleks pabrik. Tanaman Rembang mulai dikenal. Produksi tanaman penghijauan di Rembang melambung sejak saat itu.
Tak hanya melayani permintaan dari Gudang Garam, namun pengusaha tanaman di Rembang juga melayani permintaan tanaman dari luar kota bahkan luar Pulau Jawa. Usaha ini kian pesat pada periode 1990 – 2000-an. Dia melayani permintaan tanaman penghijauan seperti Angsana, Tanjung serta Glodok dari Surabaya hingga Semarang.
“Saya bahkan kirim ke Kalimantan, keuntungannya tiga kali lipat dipotong ongkos pengiriman,” ungkap Kasenan.
Dari sederet rumah dalam satu gang, usaha tanaman ini menjadi satu kampung. Bahkan, saat ini satu desa penuh dengan industri tanaman. Halaman rumah dimanfaatkan untuk produksi dan etalase berbagai jenis tanaman. Bahkan, tidak sedikit yang harus sewa tempat, karena usahanya berkembang pesat.
TANAMAN HIAS di Desa Rembang mulai muncul sekitar tahun 1990. “Saat itu, tanaman hias masih sedikit-sedikit,” kata Kasenan.
Namun, belakangan terus berkembang. Bahkan, saat ini Desa Rembang lebih dikenal sebagai Desa Bunga. Di pinggir jalan, halaman rumah menjadi etalase tanaman warga. Bunga-bunga itu tampak menonjol dibanding tanaman lainnya.
Tanaman hias juga menjadi etalase usaha Kasenan. Tanaman hias itu terdapat di halaman rumah bagian depan. Seperti kembang kertas dan tanaman puring. Ada yang jenis Puring Mawar, Puring Putih, Puring Kirana dan Puring Bali. Harganya murah. Untuk tanaman yang tingginya sekitar 25 cm, hanya Rp 10 ribu. Sedangkan, Puring Bali sedikit lebih mahal, Rp 15 – 20 ribu per tanaman.
Kemudian ada tanaman Pucuk Merah yang biasa digunakan untuk memenuhi isi taman, berkisar Rp 30 ribu – Rp 35 ribu per tanaman.
“Yang khas di sini adalah bunga bougenville dengan empat warna bunga. merah, putih, pink dan ungu. Ini hasil stek,” kata Agus Kurniawan, anak Kasenan yang melanjutkan usaha ayahnya.
Sedangkan tanaman Cemara Udang dengan ukuran 1 meter, hanya Rp 60 ribu. Tanaman serupa yang tingginya 3 meter menjadi tanaman hias termahal. Harganya Rp 20 juta.
Agus membeli bahan dari Madura, setahun silam. Dia membentuk cemara itu dengan tali karet yang diikatkan pada bambu, sesuai arah yang sudah ditentukan. “Kalau mahal dan murahnya bunga itu relatif, tergantung selera,” ungkap Agus.
Sebenarnya tanaman penghijauan masih menjadi ciri khas Desa Kembang. Bahkan, tanaman di Rembang ini dibeli pengusaha asal Batu yang dikenal sebagai Kota Bunga. Yakni, jenis tanaman untuk penghijauan diantaranya adalah Sawo Manilo, Ekor Tupai dan Minang Kuning. “Jenis pohon ini jarang ditemui di Batu,” ujar Agus.
Jika tanaman hias ditempatkan sebagai etalase di depan rumah, tanaman penghijauan justru tidak menonjol. Tanaman penghijauan ini ditempatkan di samping dan belakang rumah.
Harga tanaman penghijauan ini justru tidak mahal. Palm, Ekor Tupai dan Sri Tanjung yang tingginya mencapai 3 meter hanya Rp 20 ribu. “Tapi, ambilnya partai, minimal 50 buah,” ungkap Agus.
Desa Rembang sudah punya nama sebagai Sentra Tanaman Hias. Belakangan usaha tanaman di Desa Rembang terbagi menjadi dua klaster: Jika di daerah utara, yakni dusun Reco, lebih pada tanaman hias dan penghijauan, maka Dusun Bedug lebih pada tanaman yang lebih besar.
Pada hari-hari libur, deretan mobil berplat luar kota singgah, sekadar melihat bahkan membeli bunga. Lokasi yang sangat strategis di jalan raya jalur utama Kediri – Tulungagung. Suasana keindahan deretan bunga di sepanjang jalan. Pemandangan ‘seksi’ yang menggoda pengguna jalan, untuk tidak sekadar membeli bunga, namun juga berwisata. Sebuah potensi yang pantas dilirik dan layak dikembangkan. (Danu Sukendro)
Discussion about this post