Judul di atas bukan hasil ketikan acak keyboard handphone android yang tak sengaja kepencet. Itu betul nama seorang bocah di Ngronggo Kediri.
“Namamu siapa?”
“Ifan.” Bocah tujuh tahun yang tampan. Berkulit putih. Bersih.
“Nama lengkap?”
Bocah itu mengangkat bahu. “Nggak tahu,” jawabnya, sembari berlalu.
Zaenal David Nasron terbahak menyaksikan anaknya yang masih kelas 1 di MI Insan Cendekia, Betet, Kota Kediri itu.
“Dia malu bicara dengan orang yang baru dikenal. Kalau sudah kenal, baru… omongnya banyak,” kata pria yang bermukim di Kelurahan Ngronggo, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri ini.
David lantas mengeja huruf per huruf nama anak semata wayangnya. U-O-A-I-E-V-A-N-T-Z S-F-Y-D-Z. Lengkapnya; Uoaievants Sfydz David Junior.
Lima huruf awal adalah vokal, bagaimana menyebutnya? Jika dilesankan oleh David, nama Uoaievants Sfydz terdengar: yuwoaifansfid.
Lalu, apakah gurunya nggak bingung saat mengabsen nama Uoaievants Sfydz? David hanya tertawa..
***
“What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet. (Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi)..”
Cuplikan kalimat itu adalah lontaran William Shakespeare, penyair asal Inggris yang lahir pada 1564. Banyak yang membantah Shakespeare dan menyebut nama adalah serangkaian doa. Mereka berlomba-lomba memberikan nama yang baik untuk sang anak, demi sebuah harapan.
Agaknya, David sealiran dengan Shakespeare. Menurut dia, kebaikan seseorang bukan ditentukan oleh nama, tapi akhlaknya. Tak ada artinya; punya nama baik, jika kelakuannya buruk. Sesuatu yang jamak terjadi.
Saat masih bujangan, tepatnya tahun 1998, David sudah menyiapkan empat nama ‘unik’ untuk anaknya. Tahun 2007, dia baru menikah dengan Heryani asal Karawang, Jawa Barat.
Tanggal 3 Juli 2008, lahirlah anak laki-lakinya. Satu nama yang disiapkan sepuluh tahun sebelumnya langsung teraplikasikan.
Jika sang istri bisa menerima, pihak keluarga justru mempertanyakan. Ibunda David, almarhumah Siti Supadmi dahulu memprotes cucunya diberi nama aneh. Namun, akhirnya, pihak keluarga menyadari, jika pemberian nama itu otoritas David sebagai ayah.
David ingin anaknya punya sesuatu yang berbeda dan diwujudkan dalam nama. Dia punya maksud tertentu.
“Tuntutan manusia dalam kodratnya sebagai kalifah, dia harus punya sesuatu yang diwujudkan dalam sebuah karya. Bagaimana merangsang seseorang bisa jadi penemu, dia harus punya sesuatu yang satu-satunya di muka bumi.”
Yakin nama Uoaievants Sfydz itu satu-satunya nama di muka bumi? David mengangguk. “Sopo sing gelem gae jeneng koyo ngono?” Lagi-lagi pria berambut lurus ini terbahak.
Nama Uoaievants Sfydz tak memiliki arti secara harfiah. Bagi David, makna nama itu akan ditentukan sendiri oleh sang anak, dengan akhlak dan perilakunya, kelak. (Danu Sukendro)