SELAIN rendang, masakan khas Minang yang cukup digemari masyarakat Indonesia salah satunya adalah sate padang. Komposisinya terdiri dari potongan ketupat, irisan daging sapi, dan kuah kental mirip bubur. Berwarna coklat pekat, kuah yang diracik dari aneka rempah dilengkapi dengan taburan bawang goreng. Perpaduan berbagai bumbu kemudian menghasilkan aroma yang menggugah selera.
Sama seperti warung Nasi Padang yang berdiri dimana-mana, pedagang sate padang juga tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya di kawasan Kediri, Jawa Timur. Masakan bercitarasa pedas ini dapat dijumpai di ruko Jalan Pattimura, sebelah timur Pasar Setono Betek Kota Kediri.
“Berbeda dengan sate berbumbu kacang khas Jawa, kuahnya dibuat dari rebusan tepung beras,” ujar Bustamar, penjual Sate Padang Sikumbang, Sabtu 1 Agustus 2020.
Lelaki kelahiran Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat ini menambahkan, adonan tepung beras lalu dicampur berbagai rempah-rempah. Di antaranya cabai, serai, jinten, ketumbar, jahe, lengkuas, kunyit, dan lada.

Sedangkan untuk daging, cara memasaknya yaitu dengan direbus sebanyak dua kali. Metode itu dilakukan agar teksturnya menjadi lunak. Usai melalui proses tersebut daging lalu diiris dan dilumuri bumbu atau rempah-rempah. Sementara air sisa rebusan daging digunakan sebagai bahan penyedap kuah sate.
Sama seperti sate pada umumnya, pembakaran daging menggunakan bara api dari arang. Bedanya, proses pemanggangan tidak memakan waktu lama seperti sate yang biasa ditemui. Tidak sampai dua menit, pesanan sate padang buatan Bustamar dapat dinikmati.
“Komposisi rempah sate padang sengaja saya kurangi untuk menyesuaikan dengan lidah orang Jawa,” ujar pria berusia 61 tahun itu.

Dalam aktivitas sehari-hari seperti meracik bumbu dan berdagang , Bustamar dibantu Suparmi, istrinya. Pasangan suami istri itu sudah menekuni usaha tersebut sejak tahun 2002. Selama hampir 20 tahun berjualan, mereka sempat beberapa kali pindah lapak demi menemukan lokasi strategis. Misalnya di kawasan Nganjuk, tempat kelahiran Suparmi dan di Kabupaten Tulungagung.
Ketika pindah berdagang ke kawasan Pasar Setono Betek, masakan buatan Bustamar ternyata ramai pembeli. Akhirnya, keduanya memutuskan untuk berjualan di daerah timur Sungai Brantas itu hingga sekarang.
“Agar dekat dengan tempat jualan, kami mengontrak rumah di dekat Pasar Burung belakang Pasar Setono Betek,” kata Suparmi.
Biasanya, Suparmi dan Bustamar membuka lapaknya pada jam 4 sore. Dalam sehari, total 5 kg daging atau sekitar 100 porsi laku terjual. Di masa pandemi virus Covid-19, kebanyakan pengunjung memilih untuk membungkus dan dinikmati di rumah dari pada dimakan di tempat. Beberapa pelanggan ada pula yang memesan melalui jasa ojek online.
Untuk satu porsi sate padang berisi ketupat dan 10 tusuk sate, pembeli dikenakan harga Rp 20.000. Bagi siapa saja yang ingin mencicipi kuliner khas Minang ini, disarankan agar datang tidak terlalu larut malam. Sebab, sekitar pukul 8 hingga 9 malam biasanya dagangan milik Suparmi dan Bustamar sudah habis.

“Sate padang ini dagingnya tidak keras dan kenyal. Bumbu rempahnya juga pas,” Nur Cholis, salah seorang warga Kota Kediri.
Dia menambahkan, cita rasa masakan seperti sate padang mampu menembus batas geografis, sehingga disukai masyarakat di daerah lain. Menurutnya, penjual sate padang di Kediri tergolong langka dan hanya dapat dijumpai di kawasan Pasar Setono Betek. Selain itu, tidak ada lagi. (Kholisul Fatikhin)