DAYA kritis mahasiswa tidak hanya dibangun lewat dunia akademis, tapi juga lewat kesenian teater. Panggung seni peran mulai merasuk ke kampus di Kediri pada era menjelang reformasi. Kala itu, teater tidak hanya dimaknai sebatas pertunjukan, tapi juga sebagai alat perubahan.
Pagelaran teater di kampus menjadi salah satu peletup gerakan mahasiswa dalam melawan represifitas pemerintahan Orde Baru. Di antaranya, Teater Aksi dari kampus IKIP PGRI atau UNP Kediri dan Teater Kanda IAIN Kediri. Berdirinya grup-grup pegiat seni peran dari kampus itu hampir berbarengan dengan lahirnya teater rakyat. Pada periode 1980 hingga 1990an, tercatat ada 23 kelompok teater yang eksis di kawasan Kediri.
“Teater Aksi didirikan pada tahun 1993, kemudian pada 2000 berganti nama menjadi Teater Adab,” kata Andin Wijayanto, Ketua Teater Adab, Rabu 7 April 2021.
Dia menambahkan, sejak berdiri hingga sekarang, Teater Adab sering menggelar pementasan. Baik itu di kampus maupun di berbagai event gelaran komunitas lainnya. Cerita yang dipentaskan biasanya memotret fenomena sosial di masyarakat. Salah satu naskah yang pernah dimainkan yaitu cerpen Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi karya Seno Gumira Aji Dharma.
“Naskah yang dipentaskan memuat pesan tentang kritik sosial,” ujar Andin.
Dia melanjutkan, beberapa tahun terakhir, eksistensi teater kampus cukup terancam dengan adanya pandemi Covid-19. Kegiatan perkuliahan yang dipindah ke daring membuat pegiat seni drama kampus kesulitan melanjutkan kaderisasi, tak terkecuali di Teater Adab. Namun, hal itu dapat segera diatasi sehingga kaderisasi dan pementasan terus berjalan meski di tengah pandemi.
Teater kampus masih bisa eksis salah satunya dengan berjejaring. Upaya menjalin komunikasi itu salah satunya dilakukan dengan berbagai komunitas teater di Jawa Timur. Penguatan eksternal juga dilakukan dengan para mahasiswa yang aktif di organisasi ekstra kampus.
Selain Teater Adab, di kawasan Kediri terdapat sejumlah kelompok teater yang hingga saat ini masih aktif. Di antaranya, Teater Kanda IAIN Kediri, Teater Goesti Tribakti, dan Teater Kawulo Universitas Wahidiyah. Ada pula Teater Sagara di kampus UNISKA yang beberapa tahun sempat berhenti, tapi mulai menggeliat kembali. Kemudian di UNIK ada Teater Sansekerta yang sementara terpaksa vakum, karena belum mendapatkan anggota baru. Berbagai teater kampus itu tergabung dalam komunitas Kolong Teater Kadiri atau KOTEKA.
Menurut Natanael, salah seorang penggerak KOTEKA, sebenarnya jumlah teater pelajar lebih banyak jika dibandingkan teater mahasiswa. Hal itu disebabkan, hampir di setiap sekolah terdapat ekstra kulikuler teater. Sayangnya, eksistensi mereka di publik masih belum begitu terlihat.
“Kalangan pelajar sebetulnya sering mengadakan pementasan, namun hanya saat ada event atau lomba,” ujar Nataliel.
Keberadaan berbagai kelompok itu membuktikan jika minat pada dunia teater di Kediri masih ada. Meskipun, geliatnya belum bisa mempengaruhi masyarakat luas seperti halnya Bengkel Teater WS. Rendra, Teater Populer asuhan Teguh Karya, Teater Kecil pimpinan Arifin C. Noer, Teater Koma besutan Nano Riantiarno, Teater Mandiri pimpinan Putu Widjaya, hingga Bengkel Muda Surabaya. (Wilynia, Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri, sedang magang di Kediripedia.com dalam Program Kampus Merdeka Kemendikbud)
Discussion about this post