BERADA di tengah ladang tebu di Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, situs bersejarah ini diselimuti kisah horor tak terlupakan. Tanah seluas 200 meter persegi itu diyakini sebagai tempat bersemayamnya Calon Arang. Dia adalah janda penebar wabah mematikan, yang menewaskan ribuan warga Kediri di masa pemerintaan Raja Airlangga pada abad 12.
Baca juga: Calon Arang, Ibu yang Membela Anaknya
Situs Calon Arang berada di lokasi yang cukup tersembunyi. Satu-satunya akses menuju situs hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki menembus rerimbunan tanaman tebu. Di ujung jalan setapak itu akan dijumpai sebuah bangunan berbentuk pendapa yang menyimpan sejumlah benda arkeologi. Arca ganesa, umpak atau pondasi rumah, dan batu balok kecil berbentuk silindris, dipercaya sebagai bukti keberadaan Calon Arang.
Tepat di sebelah utara pendapa, juga terdapat bebatuan semi-arca yang di beberapa bagian telah dipahat. Batu-batu yang berserakan itu berada di bawah pohon preh dan dipagar kerangka besi.
“Menurut para peziarah, pohon preh itu dianggap sebagai lokasi paling sakral,” kata Agus, Juru Pelihara situs Calon Arang, Kamis 8 April 2021.
Keterangan itu paling sering diucapkan oleh para peziarah dari Bali. Mereka percaya jika pohon preh tersebut menjadi tempat bersemayamnya Leak. Makhluk mitologi Bali ini mempunyai ciri-ciri bergigi taring, badan tinggi, dengan lidah menjulur panjang.
Rombongan peziarah dari Bali biasanya berkunjung ke Situs Calon Arang pada bulan Suro dalam penanggalan Jawa. Dalam sekali kunjungan, jumlah warga Pulau Dewata yang datang mencapai ratusan orang.
“Tanah di situs Calon Arang bahkan hendak dibeli orang Bali, tapi tidak diperbolehkan oleh pemiliknya,” kata Agus.
Kisah Calon Arang memang terus dibicarakan di Bali, dari pada di tanah asalnya, Jawa. Dalam tradisi Bali, cerita janda sakti ditulis pada naskah geguritan bernama Serat Calon Arang. Kidung itu ditulis di atas 51 lembar daun lontar menggunakan aksara Bali tahun 1462 Saka atau tahun 1540 Masehi. Bukti tertulis keberadaan Calon Arang tersebut saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional.
“Masyarakat Bali yang beragama Hindu mengagungkan Calon Arang sebagai seorang Ibu yang mempertahankan citra perempuan,” ujar Zaenuri, yang juga menjadi Juru Pelihara di Situs Calon Arang.
Begitu pentingnya situs ini bagi orang Bali, mereka banyak berdonasi untuk membangun sejumlah infrastruktur di situs. Misalnya, pembuatan saluran air atau gorong-gorong, tempat parkir, bahkan akses jalan setapak menuju lokasi.
Secara pengelolaan, situs Calon Arang berada di bawah naungan Dinas Pariwisata Kabupaten Kediri sejak tahun 2018. Peristiwa vandalisme yang terjadi dua tahun lalu membuat pemerintah daerah akhirnya turun tangan. Dalam hal operasional perawatan dan pengawasan cagar budaya itu, pihak dinas bekerja sama dengan pemerintah Desa Sukorejo, Gurah. Di antaranya merekrut warga seperti Zaenuri dan Agus menjadi Juru Kunci.
Meski secara spiritual dipercaya sebagai lokasi bersemayam Calon Arang, sayangnya hal itu belum bisa dibuktikan secara arkeologis. Di situs tersebut, tak dijumpai satu petunjuk pun yang menguatkan jika tempat itu ada hubungannya dengan Calon Arang. Bahkan, sejumlah bebatuan yang dipahat itu tak mendedahkan keterangan sebagaimana prasasti atau naskah kuno lainnya.
Hal tersebut ditegaskan Dinas Pariwisata Kabupaten Kediri lewat papan informasi di selatan pendapa. Papan itu bertuliskan bahwa dalam kajian ilmu arkeologi, situs ini belum dapat disebut sebagai petilasan dari Calon Arang atau Nyi Girah. Namun, kearifan lokal masyarakat tersebut masih terpelihara dengan baik seiring dengan keberadaan situs ini.
Pada tahun 2012, sempat digelar ekskavasi gabungan antara Balai Arkeologi Yogyakarta, BPCB Jawa Timur, dan Disbudpar Kabupaten Kediri. Hasil yang diperoleh adalah ditemukannya struktur bata di sisi timur dan utara situs. Struktur itu diperkirakan dibangun pada periode Majapahit pada 1293-1478 Masehi.
Meski belum ada bukti arkeologis, situs tersebut dipercayai karena ada kecocokan dari segi toponimi atau penamaan kawasan. Dalam serat Calon Arang, dia disebutkan tinggal di Desa Girah atau Dirah yang mirip dengan nama Gurah di Kabupaten Kediri.
Selain itu, kepercayaan lewat cerita tutur sudah melekat di benak warga Kediri dan Bali. Janda bernama Calon Arang dikenang sebagai orang tua yang mati-matian membela anaknya, Ratna Manggali. Calon Arang merasa terhina ketika tidak ada yang mau menikahi anaknya. Pemuja Dewi Durga itu kemudian menebar wabah mengerikan sebagai cara melindungi martabat keluarga. (Siti Nurul Fatimah, Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNP Kediri, sedang magang di Kediripedia.com dalam Program Kampus Merdeka Kemendikbud)
Discussion about this post