DI sepanjang jalan, halaman rumah, dan selokan, nyaris tak ada sampah yang tercecer. Jika tampak satu saja botol plastik, anak-anak langsung memungut dan membawanya pulang. Warga Kelurahan Bujel, Mojoroto, Kota Kediri mulai tergerak menjaga lingkungan sejak berdirinya Yayasan Hijau Daun Mandiri. Selain kawasan jadi bersih, mereka juga mendapat cuan dari mendaur ulang sampah.
Tiap seminggu sekali, masyarakat berduyun-duyun menyetor plastik ke bank sampah. Usai dicatat dan ditimbang, sampah bisa ditukar uang atau barang. Jika yang dipilih uang, maka bisa ditabung. Namun jika menghendaki barang, di tempat itu berdiri TOMS (toko minim sampah) yang menyediakan sembako seperti gula pasir, minyak goreng, dan sabun cuci.
“Kebanyakan mereka memilih menukar barang, tapi jika ada sisa akan dimasukkan tabungan,” kata Endang Pertiwi, Ketua Yayasan Hijau Daun Mandiri, Jumat 31 Mei 2024.
Uang dalam bentuk apapun tidak berlaku di TOMS. Satu-satunya alat transaksi yaitu sampah yang bisa didaur ulang. Di antaranya botol, kantong kresek, sachet, dan wadah makanan plastik. Sedangkan untuk tabungan uang diambil tiap menjelang lebaran.
Bank Sampah yang dibentuk Endang mulai beroperasi pada 2012. Dia menggunakan halaman depan rumahnya untuk menampung sampah-sampah dari warga. Saat ini, organisasi itu memiliki nasabah tetap berjumlah 65 orang, kebanyakan berasal dari tetangga sekitar. Yayasan juga bekerja sama dengan pegadaian sehingga para anggota juga bisa menabung emas.
“Kepedulian lingkungan bukan hanya melakukan tanam pohon. Mengurangi penggunaan plastik juga termasuk peduli lingkungan,” kata perempuan 56 tahun itu.
Selain bank sampah, upaya pelestarian lingkungan dilakukan dengan membersihkan aliran air. Setiap tahun, mereka mengajak warga sekitar membersihkan Sungai Kedak. Salah satu hulu Sungai Brantas ini dibebaskan dari sampah plastik yang mencemari air.

Endang juga kerap didatangi pelanggan luar daerah yang ingin menjual sampah. Misalnya, dari kalangan kantoran, mahasiswa, dan pelajar. Sampah yang dibawa biasanya berasal dari sisa acara. Kedatangan mereka tak menentu, namun dipastikan jumlah sampah yang bisa didaur ulang cukup banyak.
Dari pengelolaan toko dan bank sampah, Endang mendaku hanya mengambil sedikit keuntungan. Sebab, yayasan didirikan bukan untuk berbisnis, namun menjadikan masyarakat peduli terhadap lingkungan.
“Adanya bank sampah sangat berpengaruh, lingkungan jadi bersih, sampah yang terkumpul juga bisa ditukarkan,” kata Marsiti, warga Kelurahan Bujel.
Pensiunan pabrik Gudang Garam ini rutin menyetor sampah yayasan. Dia memilih program tabungan emas untuk investasi jangka panjang.
Sejak berhenti bekerja di pabrik pada 2017, Marsiti kini dipercaya menjadi salah satu pengelola bank sampah. Jumlah anggota pengelola sebanyak 8 orang, mayoritas ibu rumah tangga. Mereka diajari membuat kerajinan tangan berupa tas, bunga, karpet, dan lampu berbahan dasar sampah plastik.

“Lewat tangan-tangan kreatif, barang daur ulang itu memiliki harga jual lebih tinggi,” kata Endang.
Menurutnya, misi besar Yayasan Hijau Daun Mandiri yaitu mengurangi jumlah sampah sebelum dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Lewat berdirinya bank sampah, masyarakat didorong untuk mampu mengolah sampah anorganik secara mandiri. Dengan cara ini, problem sampah yang menggunung di TPA pelan-pelan bisa diatasi. (Dimas Eka Wijaya)
Discussion about this post