BANGUNAN bersejarah masih berdiri kokoh di sekitar Bundaran Taman Sekartaji Kota Kediri. Di era kolonial Belanda, kawasan ini menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, peribadatan, dan permukiman warga Eropa. Tata ruang kota khas Eropa itu masih bisa dijumpai hingga kini.
Kediripedia.com sudah merangkum 7 bangunan bersejarah di sekitar Bundaran Sekartaji. Tempat-tempat ini bisa memperkaya referensi destinasi wisata, sekaligus menjadi spot foto menarik bergaya vintage.
1. Kantor Eks-Karesidenan Kediri
Di bawah pemerintahan Belanda, Kediri ditetapkan sebagai wilayah karesidenan. Pada tahun 1834, benteng dibangun di tepi barat Sungai Brantas. Benteng ini merupakan satu bagian dari Garis Pertahanan van den Bosch. Berbentuk segi empat dengan halaman lebar di bagian tengah, benteng ini mampu menampung garnisun sebanyak 70 orang dengan sistem pertahanan 7 meriam.
Seiring berkembangnya komoditas perkebunan di Kediri, bangunan dialihfungsikan sebagai Kantor Karesidenan Kediri pada 1890. Berdirinya gedung ini menandai Kediri sebagai ibu kota karesidenan dengan empat wilayah bawahan yaitu Kediri, Tulungagung, Berbek, dan Blitar.
Karesidenan Kediri ditetapkan status gemeente (kotapraja) pada tahun 1906, bersamaan dengan kota besar lain seperti Surabaya dan Bandung. Kediri dianggap layak menjadi gemeente karena memiliki potensi besar sebagai sentra perkebunan dan industri gula.
Bangunan berarsitektur indische empire itu kini masih berdiri kokoh. Sehari-hari, gedung difungsikan sebagai kantor Cabang Dinas Pendidikan (Cabdisdik) Jawa Timur Wilayah Kediri.
2. Jembatan Lama Kota Kediri
Jembatan besi pertama di Pulau Jawa ini mulai beroperasi pada 18 Maret 1869. Karya Sytze Westerbaan Muurling ini dinilai paling canggih di zamannya. Pada era kolonial, jembatan ini menghubungkan lalu lintas dari Surabaya dan Madiun di bidang pendidikan, industri, dan pertanian. Selama 155 tahun berdiri, Jembatan Lama merupakan saksi peradaban Kediri dari segi sejarah, manfaat, hingga arsitekturnya.
Baca selengkapnya di 18 Maret 2024, 155 Tahun Jembatan Lama Kota Kediri Berdiri
3. Gereja Merah
Gereja merah atau Kerkeraad van de Protestansche Gemeente te Kediri di selatan Taman Sekartaji, Kota Kediri ini berdiri sejak 21 Desember 1904. Tanggal pembangunannya tertulis pada prasasti di dinding sisi kiri pintu masuk. Peletakan batu pertama dilakukan oleh pendeta Dominus J.A Broers dan diresmikan oleh J.V.D Dungen Gronovius.
Pada era kolonial Belanda, gereja ini menjadi tempat ibadah masyarakat Eropa yang bermukim di Kediri. Selain Armenia, terdapat 40 orang bangsa Jerman, 10 orang dari Inggris, 16 orang asal Perancis, serta warga Eropa lain dari Swedia, Belgia, Denmark, dan Spanyol. Data ini diambil dari hasil sensus penduduk tahun 1920.
Baca selengkapnya di Jejak Orang Armenia di Gereja Merah Kediri
4. Gedung SMAN 1 Kediri
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Kediri yang telah berdiri pada Maret 1922 ini mengusung arsitektur gaya Indis yang menyesuaikan iklim tropis. Pintu, jendela, dan lubang ventilasi yang cenderung besar, membuat aliran udara ke ruangan terasa sejuk. Bangunan ini menjadi salah satu bekas sekolah Pemerintah Hindia Belanda yang masih dimanfaatkan hingga kini.
Sekitar seratus dua tahun lalu, SMAN 1 Kediri di Jalan Veteran No.1 Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, bernama MULO atau Meer Uitgebracht Lagere Onderwijs. MULO adalah sekolah tingkat menengah pertama pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. Kala itu anak-anak Eropa harus bersekolah di luar daerah seperti di Malang, Madiun, dan Surabaya. Situasi itu tentu membuat para orang tua khawatir akan keselamatan anaknya. Mereka kemudian mulai mendesak pemerintah segera membangun sekolah MULO di Kediri. Kala itu J.H.B. Kivit dia adalah direktur dari pekerjaan umum Kotapraja Blitar. Kivit menjadi pemborong sekaligus arsitek dari gedung MULO di Kediri.
Baca selengkapnya Menjelang Satu Abad Gedung SMAN 1 Kediri
5. Rumah Freemason
Gerakan Yahudi kerap dilewatkan pada kajian sejarah di Indonesia. Seperti jejak Freemason yang mulai muncul pada era penjajahan Belanda. Sebagai daerah kolonisasi yang potensial, Kediri tak luput dari gerakan Freemason. Anggota perkumpulan ini sebagian besar adalah pegawai kolonial dan tentara Belanda.
Rumah Freemason Kediri bernama De dageraad yang berarti Sang Fajar. Simbol sinar matahari ini masih bisa dilihat di dinding fasad bangunan “lodge” di selatan kantor Eks-Karesidenan. Bekas loji ini selama beberapa tahun terakhir dimanfaatkan sebagai Balai Nikah Kelurahan Mojoroto Kota Kediri.
Pada era kolonial, organisasi Freemasonry berdiri sebagai lembaga ilmu pengetahuan, amal, kelompok kebatinan, ataupun perkumpulan-perkumpulan resmi yang mengkampanyekan persamaan, kebebasan, dan persaudaraan umat manusia tanpa perbedaan apapun.
6. Benteng Blokhuis
Nama “Blokhuis” berasal dari bahasa Belanda yang berarti rumah pertahanan atau benteng pertahanan. Benteng ini didirikan pemerintah Belanda pada tahun 1835. Fungsinya menjaga area gedung-gedung pemerintahan, seperti kantor Karesidenan Kediri, Afdeeling Bank (kini Bank BRI), sekolah anak-anak orang Eropa, Gereja Merah, hingga pemukiman orang-orang Eropa.
Pada 5 Maret 1942, Benteng Blokhuis direbut Jepang. Jatuhnya Benteng Blokhuis menandai runtuhnya pemerintahan Hindia Belanda dan hadirnya kekuasaan Jepang di Kediri. Jepang menyelenggarakan pemerintahan militer untuk sementara waktu atas daerah yang didudukinya dan sampai Agustus 1942 seluruh Jawa berada di bawah kekuasaan Gunshirekan (Panglima Tentara) Letnan Jenderal Hitoshi Imamura.
Benteng Blokhuis sekarang difungsikan sebagai Kantor Polwil Kediri. Kantor polisi di barat Sungai Brantas itu kini berusia 189 tahun.
7. Monumen Kediri Syu
Patung pria berseragam tentara Jepang ini berada di depan Gereja Merah. Pada era pendudukan Jepang (1942-1945), Kediri dikenal dengan sebutan “Kediri Syu” yang merupakan salah satu distrik administratif di bawah pemerintahan Jepang. Monumen Syu tersebut sebenarnya menggambarkan prajurit PETA (Pembela Tanah Air), sebuah organisasi bentukan Jepang. Tentara Nippon melatih rakyat Indonesia berperang agar dapat membantu Jepang saat sekutu menyerang.
Dalam perjalanannya, banyak prajurit PETA membelot. Mereka diam-diam melawan Jepang demi kemerdekaan Indonesia. Salah seorang bekas tentara PETA yang berjasa bagi kawasan Kediri yaitu Mayor Bismo.
Monumen ini diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1973. Secara arsitektur, bagian atasnya berbentuk pagoda atau atap bersusun khas Jepang, melambangkan pengaruh Jepang di Kediri pada masa pendudukan. (Moh. Yusro Safi’udin)
Discussion about this post